Tak Cukup Menolak Pemimpin Kafir


Oleh : Dinar Khoirunnisa

Seperti banyak diberitakan oleh media Indonesia, pencalonan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini santer digadang-gadang maju ke Pilkada DKI Jakarta 2017. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bahkan telah memberikan lampu hijau untuk mengusung Risma yang dinilai cocok dipasangkan dengan bakal calon Sandiaga Uno. Hal ini banyak memicu reaksi. Reaksi pertama muncul dari pendukung Ahok yang mengaku tak akan gentar dalam mendukung calonnya tersebut. Lalu reaksi kedua muncul dari kalangan yang menolak pencalonan Ahok (dengan berbagai alasan) dan menyambut hangat pencanangan pencalonan Ibu Risma ke kancah Pilkada DKI Jakarta. 

Bak oase di tengah gurun pasir, pencalonan Wali Kota Surabaya itu menjadi titik cerah di tengah frustasi nya rakyat Jakarta atas kebijakan-kebijakan Ahok yang dianggap tidak pro rakyat dan seperti tangan besi yang tak segan menggusur pribumi dengan cara kasar untuk kepentingan pengusaha. Contohnya saat penggusuran dan pembersihan wilayah Luar Batang, Jakarta Utara. 

Selain karena kebijakannya yang penuh kontroversi, Ahok pun menjadi sorotan karena statusnya sebagai non muslim yang memimpin DKI dengan mayoritas masyarakat yang beragama islam. Terkadang, kebijakannya bertabrakan dan menyalahi aturan islam yang sudah menjadi pakem bagi muslim itu sendiri. Contohnya pula saat Ahok bersikeras untuk melegalkan alkohol agar tetap beredar di tempat-tempat tertentu, dan beranggapan bahwa alkohol sama sekali tidak membahayakan. Ya, kontroversial bagi kebanyakan muslim yang ingin taat. 

Bahkan sangat fundamental bila dihubungkan dengan peraturan yang telah Allah turunkan. Terdapat pada QS. 3. Aali ‘Imraan : 28,

{لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ} [آل عمران: 28]

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (PEMIMPIN/PELINDUNG) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian,  niscaya lepaslah ia dari pertolongan Alloh,  kecuali karena (siasat) memelihara  diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Alloh memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Alloh kembali(mu).”

Dan QS. 4. An-Nisaa’ : 144,

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا} [النساء: 144]
“Hai orang-orang yang beriman,  janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (PEMIMPIN / PELINDUNG) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Alloh (untuk menyiksamu) ?”

Reaksi masyarakat yang banyak menolak terutama dari kalangan muslim, menandakan bahwa syari'at islam sedikit demi sedikit sudah mulai merasuk ke dalam jiwa umat islam. Mereka mulai memahami bahwa kehidupan manusia tidak bisa lepas dari aturan islam yang diturunkan Allah swt. Namun bila Ahok digantikan pula oleh Bu Risma, apakah islam juga membolehkannya? Ternyata Allah pun melarang untuk mengangkat pemimpin seorang perempuan. Dan ini juga ketentuan islam. Maka solusi agar orang kafir tidak bisa jadi pemimpin, bukanlah menggantinya dengan pemimpin seorang perempuan walaupun Beliau sangat potensial. Seperti ucapan Rasulullah saw. dalam hadits : 

“Diriwayatkan dari Abu Bakrah, katanya: Tatkala sampai berita kepada Rasulullah bahwa orang-orang Persia mengangkat raja puteri Kaisar, Beliau bersabda: Tidak akan pernah beruntung keadaan suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinannya pada seorang perempuan.” (HR. Bukhari, Turmudzi dan An-Nasa’i)

Maka memilih pemimpin haruslah sesuai dengan tuntunan Allah dan RasulNya. Janganlah manusia dengan sombong hati mengada-ada dan membolehkan apa-apa yang Allah haramkan dengan menggunakan kaidah "daripada". Sebagai seorang muslim seharusnya dengan tegas menolak pemimpin kafir juga menolak pemimpin perempuan. Karena ini dilarang oleh syari'at islam. 

Akar permasalahan yang sesungguhnya adalah dipakainya demokrasi sebagai sistem yang dengan jelas tidak akan pernah membuat masyarakat mendapatkan pemimpin sesuai syari'at islam. Demokrasi berasas pada mayoritas suara terbanyak. Sedangkan dalam islam, suara (perintah) Allah lah yang paling benar walaupun mayoritas manusia tidak menghendakinya. 

“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.” (QS. Al-An’am, 6:57)

“Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka ia termasuk golongan kafir.” (QS. Al-Maaidah,5:44)

Maka dari itu, hanya syari'at islam yang diterapkan secara kaffah dalam naungan sistem khilafah lah yang akan memfasilitasi segala bentuk ketaqwaan termasuk dalam urusan memilih pemimpin untuk seluruh ummat. Baik muslim maupun non muslim di dalamnya. Sehingga terwujudlah islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Wallohu'alam bishowab. [VM]

Posting Komentar untuk "Tak Cukup Menolak Pemimpin Kafir"