Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tolak Pemimpin Kafir dan Sekular, Tegakkan Syariat Islam


Oleh: Yan S. Prasetiadi, M.Ag
(Akademisi muslim)

Setiap menjelang pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah, umat Islam selaku penduduk mayoritas selalu mengalami ujian berat, sebab sistem demokrasi yang dijalankan di negeri ini membuka peluang para calon pemimpin penipu rakyat bisa berkuasa melalui politisasi suara dengan beragam modusnya. Tidak hanya itu, calon pemimpin kafir dan pemimpin sekular pun melalui mekanisme demokrasi bisa mengajukan dirinya menjadi penguasa atau kepala daerah di negeri kaum muslimin. Padahal jelas-jelas kedua tipe calon pemimpin tersebut tidak menjadikan isu penerapan syariah Islam sebagai bahan kampanye mereka, apalagi kewajiban menegakkan Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah, tidak terbesit sedikitpun dalam program kerja mereka. Justru yang menyeruak di publik adalah konstelasi politik uang, bagi-bagi kursi, politik saling sandera dan saling hantam satu dengan yang lain demi melindungi dirinya dari kasus-kasus korupsi yang siap terbuka jika sang calon gagal dalam pemilihan. Semua ini benar-benar sangat terlihat menjelang pemilihan orang nomor satu di DKI Jakarta yang akan digelar sebentar lagi.

Umat Islam dalam menghadapi situasi seperti ini, tentu tidak boleh melakukan tindakan gegabah dan emosional, yang justru menguntungkan pihak-pihak tertentu yang ingin menghalangi tegaknya syariah Islam, yang dampaknya semakin menjerumuskan umat ke dalam jurang kerusakan demokrasi. Tindakan gegabah yang dimaksud semisal mendukung calon kepala daerah dengan syarat yang sangat minimalis seperti ‘asal muslim’ atau ‘asal didukung partai Islam’ dan alasan lainnya yang tidak menyentuh substansi masalah. Sedangkan isu penerapan Syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan dan menegakkan sistem pemerintahan Islam, malah diabaikan. Sebab dalam pandangan Islam, seorang pemimpin dipilih bukan hanya sekedar muslim, apalagi asal ‘ganteng’ atau karena anak mantan penguasa sebelumnya dan beragam alasan tidak substansial lainnya. Namun, seorang muslim dipilih menjadi penguasa atau kepala daerah, karena komitmennya terhadap ideologi Islam, dan hal ini mudah terbaca dari track record sebelumnya. Dan dalam perkembangan karir politik masing-masing calon kepala daerah hari ini, kita bisa dengan mudah membaca bahwa tidak ada komitmen yang jelas terhadap ideologi Islam.

Ada dua alasan mengapa mereka tidak bisa memiliki komitmen yang jelas terhadap ideologi Islam: Pertama, syarat seseorang mengajukan diri menjadi pemimpin bukan berdasarkan standar Islam. Karena dalam Islam, sebagaimana disepakati para ulama, urusan kepemimpinan (politik) tidak boleh diserahkan kepada orang kafir, wanita, anak kecil yang belum baligh, dan tidak boleh juga diserahkan kepada orang gila (Ibnu Hazm, Marȃtib al-Ijma’, I/126). Sedangkan dalam demokrasi pemimpin politik atau kepala daerah bisa diserahkan kepada orang kafir, hal ini sudah jelas terjadi di Jakarta dan daerah lainnya, bahkan ironisnya sebagian politisi muslim malah rela bersanding dengan orang kafir itu; Dan kedua, sistem politik dan pemerintahan yang akan mereka jalankan ketika memimpin bukan sistem Islam, atau lebih tepatnya mereka dipaksa menggunakan demokrasi yang menjadikan konstitusi buatan manusia diatas segalanya, bahkan diatas al-Quran dan al-Hadits. Padahal dalam Islam sangat jelas, seorang pemimpin wajib menerapkan hukum Islam. Allah swt berfirman (artinya): “Barang siapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (QS. Al-Mȃ’idah: 44). Ibnu Abbas ra. menjelaskan maksud ayat ini, bahwa siapa saja yang mengingkari hukum yang Allah turunkan maka dia kufur, dan siapa saja yang masih mengakui hukum Allah tapi enggan menerapkannya, maka dia adalah orang yang zhalim dan fasik. (Ath-Thabari, Jȃmi’ al-Bayȃn fi Ta’wȋl al-Qur’ȃn, X/357).

Karena dua alasan itulah, siapa pun yang akan memimpin Ibu Kota Jakarta, baik dia kafir maupun muslim, tidak akan pernah menjalankan Syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Untuk orang kafir sudah jelas, sebab orang kafir adalah orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada Muhammad Rasulullah, atau orang yang mengingkari ajaran Islam yang sudah pasti kebenarannya, atau menghina kedudukan Allah ta’ala maupun risalah. (Prof. Rawwas Qal’ahjie, Mu’jam Lughah al-Fuqahȃ’, h. 375). Jadi bagaimana mungkin orang kafir akan menerapkan Islam, beriman kepada akidah Islam saja tidak. Sedangkan dalam kasus isu ‘asal gubernur muslim’ pun sama saja, mereka yang muslim akan dipaksa menjadi sekular, yakni menjauhkan Islam dari ranah politik-pemerintahan dan urusan publik lainnya, dan hanya menjadikan Islam sebagai agama spiritual saja. Terlebih mereka pun ketika memimpin hanya pada tataran level kepala daerah, sedangkan sistem bernegara bukan menggunakan sistem pemerintahan Islam, otomatis mereka akan dipaksa menggunakan sistem yang lebih tinggi diatasnya, sistem demokrasi-sekular tentunya.

Dengan demikian kekuatan umat Islam seharusnya difokuskan untuk menyelesaikan akar masalah yang ada, yakni mengganti sistem demokrasi dengan sistem politik-pemerintahan Islam berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah. Sebab lingkaran setan demokrasi, yang menyebabkan orang kafir berkuasa sekaligus menyebabkan seorang muslim menjadi pemimpin sekular, selalu berulang-ulang terjadi. Hal inilah ‘ending’ dari segala macam pesta demokrasi yang ada di negeri ini. Dan umat Islam jangan mau diperdaya lagi oleh demokrasi. Ingatlah Rasul Saw bersabda: “Tidak selayaknya seorang mukmin dipatuk ular dari lubang yang sama dua kali” (HR. Bukhari, 6133; Muslim, 2998). Jadi jangan sampai umat Islam mengulang kesalahan kembali dengan hanya fokus memilih pemimpin, namun tidak peka terhadap sistem apa yang akan diterapkan.

Karena itulah, umat beserta elemen kekuatan lainnya harus bergerak mengganti sistem buatan manusia ini dengan Syariah Islam. Cara yang bisa dilakukan umat adalah dengan terus melakukan edukasi politik, tentang haramnya memilih pemimpin kafir dan pemimpin sekular, serta rusaknya sistem kapitalisme-demokrasi dari berbagai seginya, sekaligus mengkampanyekan solusi Islam dalam menyelesaikan berbagai masalah multidimensi yang terjadi, sehingga umat tanpa paksaan dan rekayasa, disertai dorongan keimanan, rindu tegaknya syariat Islam. Lalu umat Islam bersama partai politik ideologis (partai Islam sejati) bergerak menunjukkan kehendaknya dihadapan tokoh-tokoh berpengaruh, sembari tokoh-tokoh tersebut diminta komitmen untuk bersedia berjuang dan mendukung Islam dalam naungan Khilafah Rasyidah ‘ala Minhaj Nubuwwah, sehingga akan muncul calon pemimpin muslim dalam bingkai sistem politik-pemerintahan Islam, yang segala macam aturan dan kebijakannya diputuskan berdasarkan Islam dan terwujudlah dengan izin Allah, Islam Rahmatan lil ‘Alamin. Wallahu a’lam. [VM]

Posting Komentar untuk "Tolak Pemimpin Kafir dan Sekular, Tegakkan Syariat Islam"

close