Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Demokrasi adalah Racun, Islam adalah Obat


Oleh : Firdaus Bayu 
(Syabab HTI Jombang)

Indonesia dikenal dengan negeri bertanah subur dan kaya akan sumber daya alam, namun anugerah tersebut nampaknya tak membawa rakyatnya pada kesejahteraan. Banyak pihak menilai rusaknya negeri ini lantaran para pemimpin yang tidak amanah, tetapi tak sedikit juga yang mengatakan bahwa kerusakan yang ada juga karena persoalan sistemik di dalamnya. Yang jelas, sampai hari ini Indonesia masih menerapkan demokrasi sebagai sistem politiknya. Meski telah banyak yang menghujat, namun tetap saja masih ada yang memperjuangkannya. Pemilu demi pemilu berlalu, namun nasib Indonesia tetap saja begitu. Sebentar lagi kita memilih lagi, akankah nasib rakyat berganti?

Demokrasi Hanya Mengganti Rezim, Tak Mengubah Keadaan

Jika kita perhatikan secara jeli, akan kita dapati kenyataan bahwa demokrasi selama ini hanya memberi pergantian rezim, tanpa ada perubahan berarti yang menyertainya. Sebagian orang mengatakan bahwa carut marut yang terjadi di Indonesia adalah akibat dari pemimpin yang tidak amanah. Pendapat tersebut tidak sepenuhnya salah, namun kurang lengkap. Coba kita hitung, sudah berapa kali Indonesia memilih? Lalu adakah perubahan lebih baik yang kita alami? Berbagai karakter kepala negara telah pernah kita miliki, namun nasib Indonesia masih saja tertinggal hingga kini. Mulai dari pemimpin yang dikenal tegas dan orator ulung, mantan jenderal yang peduli rakyat jelata, pemimpin yang cerdas, pemimpin yang berlatar belakang ulama, pemimpin dari kalangan wanita, pemimpin yang tegas dan lembut, hingga pemimpin yang disebut-sebut polos dan gemar blusukan kepada rakyatnya, semuanya telah kita coba. Namun faktanya Indonesia dari hari ke hari tak semakin membaik, justru sebaliknya, semakin terpuruk. Dalam tinjauan ekonomi, hingga maret 2016 Badan Pusat Statistik mencatat masih terdapat 28,01 juta penduduk miskin di Indonesia.

Sungguh memprihatinkan, sekian puluh tahun lamanya merdeka, sepanjang itu pula berganti-ganti penguasa, Indonesia negeri bertanah subur tak bebas juga dari kemiskinan yang mendera. Selama ini, rakyat hanya didatangi menjelang pemilu, dirayu untuk memilih. Mereka hanya dihibur dengan pergantian wajah pemimpin, tapi tak juga mendapat kesejahteraan hidup. Jika di Indonesia ada 34 provinsi, 98 kota, dan 410 kabupaten yang setiap lima tahun sekali menyelenggarakan pemilu, maka setiap tiga hari tujuh jam sekali akan ada pesta demokrasi untuk memilih pemimpin baru. Bisa dibayangkan, berapa dana yang terkuras habis hanya untuk membiayai pesta pergantian pemimpin tersebut, dan apakah semua itu sebanding dengan perubahan yang mereka berikan kepada rakyat yang telah memilihnya? Demikianlah ilusi demokrasi, ia hanya bisa memberi pergantian rezim; mengganti bupati, mengganti gubernur, mengganti menteri, mengganti presiden. Tetapi nasib rakyat tak pernah berubah, sebab demokrasi memang tak pernah memberi perubahan, kecuali ke arah kerusakan. Jadi, carut marut yang ada di negeri ini bukan hanya semata-mata karena pemimpin yang tidak amanah, tetapi juga karena sistem demokrasi yang diterapkan di dalamnya.

Sejak awal proklamasi, demokrasi telah diterapkan sebagai sistem pemerintahan negeri ini dengan berbagai ragamnya; mulai dari demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, hingga kembali lagi kepada demokrasi liberal. Pertanyaannya, apakah keadaan Indonesia semakin membaik dari waktu ke waktu? Silakan rasakan sendiri.

Islam Satu-satunya Harapan

Di dunia ini sesungguhnya hanya ada tiga ideologi; sosialisme dengan komunismenya, sekularisme dengan kapitalismenya, dan Islam dengan syariat agungnya. Sebagaimana kita tahu, Indonesia dengan sistem demokrasi kapitalismenya telah menunjukkan nasibnya yang semakin hari semakin terpuruk. Ideologi sekularisme di negeri ini telah terbukti tak mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Tak mungkin pula bagi Indonesia untuk menerapkan sistem sosialisme komunis yang nyata-nyata bertentangan dengan keyakinan bangsa, selain juga telah terbukti ia tumbang ditelan peradaban. Maka satu-satunya harapan umat saat ini adalah ideologi Islam. Syariat Islam itu sungguh komperehensif, melingkupi seluruh urusan hidup manusia, mulai dari hal pribadi sampai tata negara. Dengan syariatnya yang agung yang berasal dari Zat Yang Maha Benar, Indonesia pasti akan dapat berubah menjadi negara mulia penuh berkah.

 Tak hanya di dunia, namun juga kemuliaan hidup di akhirat akan bisa kita dapatkan, sebab menerapkan syariat Islam sebagai sebuah sistem kehidupan bukan sekedar persoalan mengubah nasib hidup, namun juga wujud ketaatan kita sebagai manusia kepada Sang Pencipta sebagai konsekuensi iman yang kita punya. Selain itu, penerapan syariat Islam di Indonesia sesungguhnya merupakan suatu kebutuhan mayoritas rakyat negeri ini, sebab Indonesia adalah negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia. Bagaimana mungkin negeri mayoritas muslim justru meninggalkan atau bahkan enggan menerapkan syariat Islam itu sendiri. Meski demikian, penerapan syariat Islam tidaklah bermakna mendiskriminasi umat lain tanpa toleransi. Syariat Islam ketika diterapkan sebagai sebuah sistem negara, akan tetap menghormati eksistensi dan keyakinan umat agama lain. Tidak akan ada pemaksaan dalam urusan pribadinya, sebab setiap warga negara akan diperlakukan sama di depan hukum. Indahnya menerapkan syariat Islam, nyata memberi perubahan. Wallahu a’lam bishshawab. [VM]

Posting Komentar untuk "Demokrasi adalah Racun, Islam adalah Obat"

close