Iuran BPJS Naik, Rakyat Makin Tercekik
Oleh : Anisa Bella Fathia, S.Si (Praktisi Pendidikan)
Parlemen akhirnya memberikan lampu hijau pada pemerintah untuk menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan tarif ini efektif berlaku pada 1 Januari 2020. Tak semua golongan langsung naik. Hanya golongan I dan II saja yang sudah dapat persetujuan. Sedangkan golongan III dan Penerima Bantuan Iuran Pemerintah dan Pemda akan naik dengan syarat,yaitu pembersihan data alias data cleansing. Hanya ada waktu 4 bulan bagi pemerintah menyosialisaikan kenaikan tarif BPJS ini. Rinciannya adalah tarif penerima bantuan dan kelas III masih tetap masing-masing Rp 23.000 dan Rp 25.000, kemudian nanti akan naik jadi Rp 42.000. Sedangkan iuranBPJS yang sudah pasti naik adalah kelas II dari Rp 51.000 jadi Rp 110.000 dan kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000. Pemerintah akan mencari cara untuk menutupi biaya pada golongan yang tidak naik. Selain pembersihan data,parlemen juga meminta pemerintah menyelesaikan persoalan defisit BPJS Kesehatan. Defisit tahun ini diperkirakan Rp 32,8 triliun. Di sinilah akhirnya suntikan modal akan kembali diterima BPJS Kesehatan sebesar Rp 13 triliun. (kompas.tv, 03/09/19)
Sri Mulyani bermaksud dengan iuran BPJS yang dinaikkan ini bisa menutupi defisit keuangan BPJS yang terus terjadi setiap tahunnya. Pada 2014 Rp1,9 triliun, kemudian naik pada 2015 jadi Rp9,4 triliun. Pada 2016 mengalami penurunan menajdi Rp6,4 triliun. Sayangnya harus kembali naik lagi di tahun 2017 menjadi Rp13,8 triliun. Naik lagi pada 2018 mencapai Rp19,4 triliun dan tahun ini berpotensi naik tajam menjadi Rp32,8 triliun. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah selesai melakukan audit sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan pihaknya mengungkapkan ada beberapa penyebabnya dari permasalah terjadinya defisit pada BPJS Kesehatan, di antaranya: rumah sakit bersikap curang, perusahaan melakukan kecurangan, pelayanan tak sebanding dengan peserta, data tidak sesuai, sistem klaim yang tidak benar, dan banyak peserta yang menunggak. (cermati.com, 03/09/19)
Di sisi lain, pelayanan BPJS Kesehatan masih dikeluhkan berbagai pihak. Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) pada Jumat (30/8) mendatangi Kantor Wakil Presiden di Jakarta. Menurut Ketua Apeksi Airin Rachmi Diany, pelayanan BPJS Kesehatan di daerah-daerah tidak semaksimal pelayanan yang diberikan tiap pemerintah daerah setempat. Pun dengan YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) yang mengklaim bahwa 100 persen masyarakat menolak kenaikan iuran BPJS. Banyak aspirasi dari berbagai pihak bahwa menaikkan iuran BPJS bukanlah satu-satunya solusi yang dapat ditempuh untuk mencegah defisit, salah satu solusi lainnya adalah menaikkan cukai rokok. Sebagian dari kenaikan cukai rokok dapat dialokasikan untuk BPJS Kesehatan seperti di negara lainnya. Namun pemerintah tetap bersikukuh dan mulai memberlakukan kenaikan iuran BPJS pada tanggal 1 Januari 2020.
Inilah potret penerapan sistem demokrasi sekuler, rakyat hanya dijadikan korban dari rakusnya para kapitalis. Bisa dibayangkan dengan naiknya iuran BPJS, rakyat semakin tercekik. Misalkan 1 keluarga berjumlah 4 orang dengan fasilitas kelas I, maka setiap bulannya kepala keluarga harus menyisihkan 160.000 * 4 = 640.000 hanya untuk iuran kesehatan. Padahal kebutuhan rumah tangga itu amat banyak tak hanya untuk kesehatan saja. Kemungkinan yang terjadi adalah bisa jadi justru defisit akan semakin tinggi jumlahnya karena banyak peserta yang tidak mampu membayar iuran.
Sistem Kesehatan dalam Islam
Nabi SAW bersabda: “Setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab untuk orang-orang yang dipimpin. Jadi, penguasa adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya.” [Bukhari & Muslim]
Imam bertanggung jawab atas segala yang dipimpinnya, dan layanan kesehatan umat merupakan tanggung jawab khilafah. Ketika Rasulullah SAW sebagai kepala negara di Madinah diberikan seorang dokter sebagai hadiah, ia tugaskan dokter tersebut ke umat Islam. Kenyataan bahwa Rasulullah SAW menerima hadiah dan dia tidak menggunakannya, bahkan dia menugaskan dokter itu kepada kaum muslimin, dan hal ini adalah bukti bahwa kesehatan adalah salah satu kepentingan umat Islam.
Dalam Islam, kesehatan merupakan sarana dan fasilitas yang bersifat gratis karena merupakan tanggung jawab negara. Sehingga Baitul-Mal harus menyusun anggaran untuk kesehatan. Jika dana yang tersedia tidak mencukupi maka pajak kekayaan akan dikenakan pada umat Islam untuk memenuhi defisit anggaran. Hal ini berbeda dengan sistem kapitalis yang menjadikan kesehatan untuk ajang meraup keuntungan. Pemimpin negara dalam Islam mengurusi umat dengan asas ketaatan kepada Allah semata tanpa mencari keuntungan atau manfaat.
Di samping itu, dalam sistem Islam, Ilmuan-ilmuan di bidang kesehatan akan mendapatkan sarana dan fasilitas untuk terus meneliti dan mengembangkan ilmu sehingga tidak bergantung pada negara lain dan bisa memberikan layanan medis terbaik kepada umat, seperti yang terjadi di masa Khalifah, Al-Muqtadir Billah, beliau memerintahkan bahwa setiap unit apotik dan klinik berjalan harus mengunjungi setiap desa dan tetap di sana selama beberapa hari sebelum pindah ke desa berikutnya untuk memberikan perawatan medis bagi orang-orang cacat dan mereka yang tinggal di desa-desa.
Dari catatan sejarah diatas, bila Islam diterapkan menjadi sebuah aturan maka yang terjadi adalah masyarakat akan sejahtera dan tidak tercekik seperti sekarang ini. Semua baik pemimpin dan masyarakat hanya menjadikan syariat islam sebagai petunjuk hidupnya dan Ridho Allah sebagai tujuan. Wallahu alam bi ashawab. [www.visimuslim.org]
Posting Komentar untuk "Iuran BPJS Naik, Rakyat Makin Tercekik"