Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bohongmu, Petaka Kami



Oleh: dr. Agnes Ummu Afifah

Penyebaran wabah Covid 19 masih terus berlangsung di negeri ini. Menjelang bulan suci Ramadhan, rupanya dia masih enggan meninggalkan kita. Bisa jadi akan terus membersamai ummat muslim menjalani ibadah puasa. Jumlah penderita covid 19 pun terus meningkat. Begitu juga yang meninggal akibat pandemi mengerikan ini, terus menunjukkan pertambahan. Data terakhir Minggu, 19 April 2020, negara kita mencatat pasien positif mencapai 6.575 kasus, dengan kasus meninggal sebanyak 582 orang dan sembuh sebanyak 686 kasus.

Prajurit terbaik yang senantiasa tanpa lelah berjuang di barisan terdepan mulai berguguran. Berbekal tekad dan semangat membara, namun senjata seadanya membuat pertahanan mereka semakin lemah. Sesuai catatan resmi pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI), jumlah dokter yang gugur akibat Covid 19 sudah mencapai 24 orang. Mereka bukan orang biasa yang bisa dengan mudah didapatkan penggantinya. Para dokter yang telah gugur di tengah perjuangan tulusnya adalah para insan kesehatan terbaik, para ahli terdidik, para senior dengan berjuta pengalaman medis yang amat berharga. Sungguh, kehilangan mereka seharusnya menjadi duka besar dan mendalam bagi negeri ini.

Nasib yang sama dialami oleh setidaknya empat belas perawat. Mereka gugur akibat tertular Covid 19 disaat tugasnya menemani dan melayani seluruh kebutuhan pasien. Tanpa harus berikatan darah, para perawat inilah yang rela menggantikan posisi keluarga penderita, karena memang penderita covid dilarang didampingi keluarganya. Mereka melayani kebutuhan pasien sepanjang waktu. Jangan ditanya rasa rindu pada keluarganya sendiri. Sejak awal menghadapi wabah, pantang bagi mereka pulang dan berkumpul dengan keluarga. Bukan sehari dua hari, bahkan sudah ada beberapa yang tidak menatap wajah suami/istri dan anaknya lebih dari satu bulan.

Fasilitas APD yang belum sesuai standart menjadi salah satu sebab kian banyaknya tenaga medis menjemput maut dalam menghadapi pandemi. Hingga sekarang problem ini masih menjadi keluhan utama. Belum benar-benar tersolusi, kini muncul fenomena baru yang turut menyumbang resiko berbahaya pada jajaran petugas kesehatan. Yaitu kebohongan pasien saat dilakukan penggalian riwayat oleh dokter. Sejumlah media memberitakan belum lama ini,  Rumah Sakit Kariadi Kota Semarang telah mengisolasi 46 tenaga medisnya yang positif Covid 19 akibat kebohongan seorang pasien. Kejadian ini bukan hanya sekali.

Sebelumnya juga masih di wilayah Jawa Tengah, seorang kuli bangunan berbohong saat memeriksakan dirinya di RSUD Soedjati Soemodiardjo Purwodadi. Ia yang baru saja mudik dari Jakarta, mengaku tak memiliki riwayat bepergian dari zona merah Covid 19. Akibatnya, pasien tersebut ditempatkan di bangsal umum Nusa Indah. Ia dinyatakan reaktif setelah menjalani rapid test pada awal April 2020. Karena ulahnya, 20 pegawai RSUD Purwodadi harus menjalani dua kali rapid test untuk memastikan kondisi mereka.

Kejadian serupa menimpa seorang tenaga medis di salah satu rumah sakit di Kabupaten Pelalawan, Riau berinisial AS positif terjangkit corona. Ia tertular usai mengobati dua orang pasien corona yang tak jujur saat memberikan keterangan. Pasien yang sempat bepergian ke Jakarta itu mengaku tak memiliki riwayat perjalanan dari zona merah Covid-19. Sehingga petugas kesehatan, termasuk AS, melayani pasien dengan protokol standar bukan penanganan corona. AS akhirnya terkonfirmasi positif corona dan tercatat sebagai pasien ke-18 lantaran ketidakjujuran pasien tersebut.
"Oleh karena itu, kami meminta masyarakat yang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk jujur, kooperatif, dan memberikan keterangan dengan sebenar-benarnya ketika dimintai keterangan medis karena ketidakjujuran dapat berakibat fatal," kata Juru Bicara Tim Penanganan Covid-19 Riau dr. Indra Yovi.

Serta masih ada beberapa kasus serupa. Ketidakjujuran pasien mengungkap riwayat perjalanan sakitnya telah membawa bahaya bagi tenaga medis yang menangani mereka. Entah apa yang mendorong para pasien ini menyembunyikan atau menyangkal aktivitasnya saat ditanyakan. Bisa jadi dorongan paranoid berlebihan akan mengalami isolasi dan tidak bisa bertemu keluarganya kembali. Padahal, pertanyaan itu diajukan demi melengkapi informasi mengenai pasien agar tindakan medis yang diambil tepat. Jikapun harus diisolasi ketat, itu semua demi keselamatan dirinya sendiri dan keluarga yang tentu sangat dicintainya.

Semakin terbuka pasien pada dokter, semakin mudah untuk memutuskan tindakan medis padanya. Terlebih di masa pandemi, kejujuran mutlak diperlukan demi segera memutus rantai penularan. Jika seseorang menyembunyikan riwayat perjalanannya ke zona merah wabah misalnya, sementara tanpa disadari dia sudah tertular, maka bisa dibayangkan berapa banyak orang yang sudah berinteraksi dengannya memiliki resiko tertular. Begitu juga akan mempersulit tenaga medis melakukan penelusuran mencari orang-orang yang pernah berinteraksi dengan pasien positif tersebut. Akibatnya, penularan makin tak terkendali.

Tenaga kesehatan turut menjadi korban. Mereka terjangkit akibat penularan, sehingga harus diisolasi dalam jangka waktu tertentu hingga dinyatakan negatif. Beban kerja rekan tenaga medis yang masih bebas dari penularan semakin berat. Mereka harus menerima pengalihan beban dari sejawatnya yang sedang bebas tugas karena diisolasi. Keletihan fisik tak bisa dihindari, sementara tanggung jawab di pundaknya kian tak ringan. Dampaknya imunitas menurun sehingga semakin mudah tertular. Rantai setan ini akan terus berputar mencari korban berikutnya.

Seperti itulah rentetan bahaya kebohongan seorang pasien pada tenaga medis. Bukan hanya bagi dirinya sendiri. Kebohongan akan menyeret keluarga, kerabat, teman yang sempat berinteraksi dengannya pada resiko terjangkitnya wabah. Tak terkecuali petugas medis yang justru saat ini merupakan prajurit yang keberadaannya amat dibutuhkan guna menghadapi pandemi. Oleh karena itu, mohon bersikaplah lebih bijak sebagai seorang pasien. Jujurlah pada setiap jawaban yang anda ajukan dari pertanyaan tenaga medis. Tak perlu ada yang disembunyikan, terbukalah apa adanya. Berikan keterangan selengkap-lengkapnya. Maka anda telah memberi bantuan yang amat berharga bagi tenaga medis, sekaligus telah membantu sekian nyawa yang lain untuk terselamatkan.
Wallahu'alam.

Posting Komentar untuk "Bohongmu, Petaka Kami"

close