Legalitas Hukum Penangkapan Habib Bahar bin Smith Dipertanyakan
Jakarta, Visi Muslim- Alasan Ditjen Pemasyarakatan Kemenkum HAM menangkap kembali Habib Bahar bin Smith lalu memindahkannya ke Nusakambangan dipertanyakan legalitasnya. “Pencabutan asimilasi dan pemindahan ke Nusakambangan, legalkah?” tanya Sekjen LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan kepada Mediaumat.news, Kamis (21/5/2020).
Pasalnya, Ditjen Pemasyarakatan (Pas) Kemenkum HAM menyatakan pencabutan proses asimilasi dan kembali memenjarakan HBS dengan alasan, “…Melakukan beberapa tindakan yang dianggap telah menimbulkan keresahan di masyarakat, yaitu menghadiri kegiatan dan memberikan ceramah yang provokatif dan….. kepada yang bersangkutan dinyatakan telah melanggar syarat khusus asimilasi, sebagaimana diatur dalam pasal 136 ayat 2 huruf e Permenkumham Nomor 3 tahun 2018.”
Chandra pun memberikan pendapat hukum (legal opini) terkait pernyataan Ditjen Pemasyarakatan tersebut yang terbagi dalam empat poin. Pertama, perlu diperhatikan secara cermat, tuduhan ‘provokatif’ dimaksud karena adanya seruan untuk melakukan pembunuhan terhadap individu penguasa dan/atau seruan untuk melakukan tindakan fisik lainnya atau tidak.
“Apabila betul, maka tindakan tersebut adalah tindak pidana materil yaitu dapat dilakukan tindakan penangkapan apabila ‘terdapat bukti tindakan permulaan konkrit yaitu berupa persiapan melakukan tindakan fisik’. Tetapi saya percaya pribadi HBS kemungkinan melakukan hal tersebut sangat kecil,” kata Chandra.
Kedua, terdapat kemungkinan ‘provokatif’ yang dimaksud adalah kritik HBS terhadap kebijakan dan tindakan pemerintah.
“Apabila betul kemungkinan ini, maka kritik atau menyampaikan pendapat adalah hak konstitusi yang dimiliki setiap warga negara. Siapa pun tidak boleh mengambil hak tersebut termasuk pemerintah dan negara kecuali atas putusan pengadilan setelah melalui proses pemeriksaan yang adil,” beber Chandra.
Ketiga, apakah terdapat syarat atau regulasi terkait pencabutan asimilasi, misalnya larangan melakukan kritik terhadap pemerintah.
“Apabila terdapat larangan tersebut, maka tindakan pemerintah dapat dinilai pelanggaran hukum karena menyampaikan pendapat adalah hak konstitusi,” tegasnya.
Keempat, pasal 136 ayat 2 huruf e Permenkumham Nomor 3 tahun 2018 yang dijadikan alasan ‘menimbulkan keresahan dalam masyarakat’. Maka perlu diperhatikan secara objektif bukan secara subjektif.
Misalnya secara objektif ‘menimbulkan keresahan dalam masyarakat’, apakah sudah terjadi tindakan berupa benturan fisik antar masyarakat atau tindakan fisik permulan konkret yang dilakukan masyarakat untuk melawan pemerintah atau bukti permulaan konkrit akan melakukan bentrokan?
“Apabila ‘keresahan’ masih pada tataran ‘perasaan/jiwa/rasa benci/emosi’ maka hukum tidak dapat menjangkau area ‘perasaan’. Apabila pada tataran ‘perasaan’ saya patut menduga terdapat banyak masyarakat yang juga “benci/emosi” terhadap pemerintah misalnya kenaikan BPJS, beban hidup yang tinggi dll,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo
Posting Komentar untuk "Legalitas Hukum Penangkapan Habib Bahar bin Smith Dipertanyakan"