Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Gelombang Korea Menghantam Indonesia


  


Oleh: Ragil Rahayu, SE

Jika ada remaja cowok bertingkah halu dengan rambut dicat dan outfit ala BTS, itu biasa. Jika ada remaja cewek teriak histeris saat lihat EXO tampil live di youtube, itu juga biasa. Jika ada mahmud (mamah muda) yang nangis bombay gara-gara nonton The World of The Married, itu juga biasa. Namun, jika seorang Wakil Presiden menyuruh para remaja Indonesia untuk menjadikan k-pop dan drakor sebagai inspirasi, itu baru luar biasa. 

Ya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin berharap, kegemaran terhadap budaya popular asal Korea Selatan bisa memacu kreativitas generasi muda Indonesia dalam berkreasi. Hasil kreasi generasi muda itu dapat berdampak pada budaya nasional yang dikenal di luar negeri (Republika.co.id, 20/9/2020).

Hallyu Bikin Halu

Pesan yang kita tangkap dari pernyataan Wapres adalah bahwa gelombang Korea tidak saja menjangkiti remaja dan emak milenial, tapi juga para pemegang kekuasaan. Artinya hallyu alias Korean Wave tidak hanya hadir dalam bentuk ghazwul fikri atau ghazwul tsaqafi, tapi ghazwul siyasi. Wow! 

Apa beda tiga ghazwul tersebut? Baik, kita bahas dulu tentang hallyu. Hallyu atau Korean wave adalah tersebarnya budaya pop Korea secara global di berbagai negara di dunia sejak tahun 1990-an. Umumnya Hallyu memicu banyak orang-orang di negara tersebut untuk mempelajari bahasa Korea dan kebudayaan Korea. Tak aneh, saat ini baju tradisional Korea menjadi terkenal. Karena baju hanbok dipopularkan melalui film dan drama Korea. 

Mengapa budaya Korea bisa tersebar luas di Indonesia dan bahkan mendunia? Ini adalah upaya sengaja yang dilakukan oleh Pemerintah Korea Selatan untuk memajukan ekonominya. 

Sejak pergantian abad ke-21, Korea Selatan telah muncul sebagai pengekspor utama budaya dan pariwisata popular. Dua hal ini telah menjadi bagian penting dari ekonominya yang sedang berkembang. Meningkatnya popularitas budaya pop Korea di dunia adalah hasil dukungan pemerintah Korea Selatan terhadap industri kreatif. Pemerintah Korea Semakin memberikan subsidi dan pendanaan untuk start-up. Tujuannya adalah agar menjadi eksportir budaya global terkemuka.

Ketika gelombang Korea ini masuk Indonesia, terjadilah ghazwul fikri yakni perang pemikiran. Gaya hidup bebas masuk dalam musik, film dan drama Korea. Hal ini menelusup secara halus ke dalam sanubari para remaja. Selanjutnya, terjadilah ghazwul tsaqafi. Para remaja tanpa sadar meniru budaya Korea. Pakaiannya, makanannya, bahasanya, gaya hidupnya, semuanya ala Korea. 

Hingga para remaja lupa akan jati diri mereka sebagai muslim. Berhalusinasi bahwa para oppa itu adalah pacar virtualnya. Para kpoper rela melakukan apa saja demi idol favoritnya. Meski harus menginap beberapa hari hanya demi melihat sang idol lewat. Para remaja terhipnotis untuk menjadi serba Korea. Bagi mereka, Korea adalah nama lain dari keren. 

Ghazwul tsaqafi ini tidak hanya menyerang remaja umum. Para remaja muslim yang terbina di lingkungan pendidikan Islami pun tak luput dari virus kuriyah ini. 

Akibat dari serangan budaya Korea ini, para remaja kehilangan jati dirinya. Mereka larut dalam arus yang dibuat oleh para kapitalis Korea. Padahal, tanpa mereka sadari, apa yang digambarkan dalam drama Korea adalah halusinasi belaka. Pasangan yang romantis, keluarga yang hangat, kehidupan yang tenang, semuanya itu adalah mimpi warga Korea. Namun bukan realita mereka. 

Nyatanya angka stress, perceraian dan bunuh diri sangat tinggi di Korea. Perjalanan hidup seorang trainee untuk menjadi idol seringkali tak manusiawi. Mereka dipaksa diet ketat dan latihan 20 jam sehari. Lantas, halusinasi ini diusung ke benak remaja muslim untuk menjadi goal dalam hidup mereka. Sungguh tragis! 

Ghazwul Siyasi

Lebih tragis lagi, ketika penguasa negeri yang mayoritas muslim ini membiarkan gelombang Korea masuk dan memporak-porandakan kepribadian generasi penerus peradaban. Penguasa tak hanya membiarkan, tapi bahkan mengundang gelombang Korea masuk Indonesia. Telah terjadi ghazwul siyasi, serangan politik. Setelah produk China menguasai pasar Indonesia, kini ditambah budaya Korea menguasai peradaban Indonesia. Dan itu semua didukung oleh penguasa. 

Lantas, kebanggaan apa yang masih kita punya sebagai sebuah negara? Dimana wujud umat Islam yang katanya khairu ummah, jika ternyata dijajah secara pemikiran, budaya dan politik oleh negara lain. 

Setelah dijajah secara pemikiran dan budaya, kita disuruh menjadikan para penjajah itu sebagai sumber inspirasi. Sungguh ini adalah bunuh diri politik.

Kondisi ini mengingatkan kita pada penjajahan Belanda. Saat Belanda menjajah Indonesia, gaya pakaiannya justru diadopsi oleh pribumi dan menjadi kebanggaan. Misalnya pakaian beskap. 

Beskap merupakan busana mirip jas yang diadaptasi dari Belanda. Beskap berasal dari kata beschaafd yang berarti berkebudayaan. Busana atasan ini diperkenalkan pada akhir abad ke-18 oleh kalangan kerajaan di wilayah Vorstenlanden namun kemudian menyebar ke berbagai wilayah pengaruh budayanya.

Rupanya, sejarah berulang. Dulu pendahulu kita bangga memakai pakaian ala penjajah. Kini generasi kita pun terpukau dengan budaya penjajah. Mungkin kita tak merasa. Karena penjajahan pemikiran dan budaya demikian halusnya. Namun yang keterlaluan, apa penguasa tidak sadar adanya penjajahan ini? 

Sepertinya kita butuh pemimpin level politisi ulung untuk bisa mencium bau penjajahan ini. Persis seperti yang dilakukan Khalifah Umar bin Khaththab ra yang memerintahkan pembakaran buku-buku filsafat Persia. Karena membahayakan aqidah umat Islam. 

Cendekiawan muslim Ibnu Khaldun, dalam bukunya Muqadimmah (1377), tepatnya pada bab berjudul al-uloom al aqliyah wa asnafuha, menulis: 

“Setelah memimpin pasukan Islam menaklukkan Iran, Saad bin Abi Waqqas meminta izin Khalifah Umar bin Khattab untuk menerjemahkan buku-buku Persia ke dalam bahasa Arab. Namun, Umar menjawab, 'Kita tidak membutuhkan buku-buku yang isinya sejalan dengan Al Quran dan kita jelas tidak membutuhkan buku-buku sesat yang bertentangan dengan Al Quran.'"

Sayangnya, kita belum punya pemimpin seperti khalifah Umar bin Khaththab. Kita juga tak punya sistem yang berkomitmen menjaga pemikiran dan tsaqafah umat seperti khilafah. Jalan perjuangan masih terbentang, butuh dakwah untuk mengembalikan identitas umat Islam. Agar tidak halu karena virus hallyu. Wallahua'lam bishshawab. []

Posting Komentar untuk "Gelombang Korea Menghantam Indonesia"

close