Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menyoal Mahalnya Tes PCR di Indonesia




Oleh : Ismawati (Penulis dan Aktivis Dakwah)


Tidak bisa dimungkiri, penyebaran virus corona saat ini kondisinya semakin memprihatinkan. Angka kenaikan terpapar virus semakin lama semakin meningkat. Sayangnya, tidak semua orang yang terinfeksi gejalanya atau bahkan OTG (Orang Tanpa Gejala) sekalipun mau untuk melakukan tes. Selain adanya ketakutan jika terpapar juga karena mahalnya harga tes PCR (Polymerase Chain Reaction) di Indonesia.

Dilansir dari CNBCIndonesia.com (15/8/2021), harga test PCR dibanderol Rp800.000 hingga jutaan rupiah, tergantung dengan kecepatan data diterbitkan. Jangka waktu untuk hasil test beragam. Ada yang harus menunggu beberapa hari. Sementara untuk swab antigen, yang hasilnya bisa diketahui beberapa jam setelah di tes dipatok dengan harga kisaran Rp100.000 hingga Rp250.000.   

Setidaknya ada tiga penyebab mahalnya tes PCR di Indonesia. Pertama, karena alat tes masih bergantung impor. Kedua, karena bantuan dari pemerintah terbatas. Pemerintah Indonesia sebetulnya memberikan bantuan tes gratis, namun hanya untuk keperluan penelusuran kontak atau rujuka kasus covid-19 ke rumah sakit. Sedangkan untuk tes mandiri, pemerintah hanya menetapkan batasan harga berdasarkan Surat Edaran Kemenkes Nomor HK. 02.02/I/37/13/2020 tentang batasan Tarif Tinggi Pemeriksaan PCR. Terakhir, karena ada biaya tambahan untuk proses tes PCR seperti biaya ekstraksi, biaya tenaga kerja dan alat perlindungan diri (APD) (tempo.co 16/8/2021).

Maka, melihat keluhan masyarakat akan mahalnya tes PCR ini, Presiden Joko Widodo mengumumkan penurunan harga tes PCR. Dari yang semula Rp900.000, Jokowi menurunkanya menjadi Rp450.000-550.000. Namun demikian, harga ini masih dibilang cukup mahal dibandingkan di India yang dibanderol sebesar 500 rupee atau sekitar Rp 96.000 (sindonews.com 13/8). Oleh karena itu pemerintah harus mempertimbangkan ulang biaya tes corona ini, mengingat pandemi hari ini sudah semakin menekan ekonomi masyarakat. Jangankan untuk melakukan tes corona, untuk sekadar makan saja harus mati-matian mencari uang.

Polemik Tes PCR

Sungguh ironi, dalam sistem kapitalisme hari ini rakyat sangat sulit mendapatkan perlindungan nyawa. Khawatir terpapar virus saja sudah menyulitkan. Apalagi kondisinya hari ini pandemi sudah berlangsung lebih dari setahun. Tidak mungkin rakyat hanya berdiam diri di rumah. Sementara ada keluarga yang harus dinafkahi, ada perut yang harus terisi. Alhasil, ke luar rumah untuk bekerja memenuhi kebutuhan sehari-hari pun dilakoni meski kekhawatiran terpapar virus menghantui. Sehingga penyebaran virus semakin tak terkendali. Beberapa orang merasakan sakit dan bergejala seperti covid. Dilema dengan biaya tes yang mahal belum lagi obat yang harus dibeli. Ditambah lagi tes tidak bisa dilakukan beberapa kali untuk benar-benar memastikan sembuh dari covid-19.

Oleh karena itu, butuh pengawasan penuh dari negara untuk menanggulangi masalah mahalnya harga tes PCR ini. Sebab, itu merupakan salah satu cara mendeteksi siapa saja yang terpapar virus dan harus segera dilakukan penanganan. Maka, perlu upaya serius pemerintah seperti menanggung semua biaya uji tes, baik rapid maupun PCR bagi rakyatnya. Jika anggaran negara terbatas, pemerintah bisa mengeluarkan aturan khusus untuk menetapkan harga standar yang sangat terjangkau bagi rakyat. Jangan sampai memanfaatkan pandemi untuk meraup keuntungan semata karena sistem kapitalisme adalah sistem yang berorientasi materi saja.

Selain itu sosok pemimpin dalam kapitalisme hanya sebagai regulator, yakni hanya berperan mengatur kepentingan rakyat dan pengusaha saja. Tidak ada jaminan pasti kepada rakyat. Sehingga kebijakan yang lahir pun hanya berorientasi atas kepentingan pengusaha saja. Pemerintah baru bergerak setelah muncul desakan. Solusi yang ditawarkan pun terkesan setengah hati. Sampai kapan rakyat harus menanggung ketidakadilan ini?

Pemimpin dalam Islam

Sementara di dalam Islam, pemimpin dalam Islam adalah seseorang yang bertanggung jawab kepada rakyat. Amanah kepemimpinan adalah amanah yang berat. Rasulullah Saw. bersabda : “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari). Keimanan dan ketakwaan itulah yang menajdikan para pemimpin takut berbuat maksiat. Oleh karena itu, materi bukanlah satu-satunya tujuan para pemimpin di dalam Islam. Sebab, rida Allah Swt. itulah yang utama. Menjalankan kepemimpinan konsekuensinya adalah surga dan neraka.

Kesuksesan negara Islam dalam menanggulangi wabah telah terbukti bahwa sistem Islam adalah obat bagi masalah di negeri ini. Kebijakannya tepat dan komprehensif, karena sumber hukumnya berdasarkan hukum Allah. Negara Islam tidak akan membebani rakyat dengan biaya tes mahal. Sebab, pemimpin (khalifah) sadar bahwa tes covi-19 adalah kebutuhan. Maka, harus ditanggung penuh oleh negara. Lalu dananya dari mana? Tentu bisa bersumber dari kekayaan sumber daya alam yang dikelola oleh negara sendiri untuk kemaslahatan umat.

Sebab, perlindungan jiwa manusia lebih utama di dalam Islam. Allah Swt. berfirman : “Dang barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (TQS. Al-Maidah : 3). Atau berdasarkan Sabda Nabi Saw. “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah, disbanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasa’i). 

Dengan demikian, kehadiran Islam dalam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia adalah sebuah keharusan. Sebab, bumi ini milik Allah, sudah seharusnya diatur dengan hukum yang berasal dari Sang Pencipta dan Pengatur hidup manusia.


Wallahu a’lam bishowab. 

Posting Komentar untuk "Menyoal Mahalnya Tes PCR di Indonesia"

close