Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Eksisnya Dinasti Oligarki Membuat Rakyat Semakin Tragis, Akankah Berakhir?




Oleh: M Azzam Al Fatih


Oligarki adalah adalah struktur kekuasaan yang dikendalikan oleh sejumlah kecil orang yang mempunyai kepentingan. Di mana mereka saling terkait antara kekayaan, politik, agama, perusahaan, ikatan keluarga dan lainya. Kelompok ini mempunyai peran penting dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan.

Ciri-ciri negara dikuasai oligarki adalah kekuasaan dikendalikan oleh kelompok masyarakat kecil, terjadi kesenjangan material yang cukup ekstrem, uang dan kekuasaan merupakan hal yang tidak terpisahkan, serta kekuasaan dimiliki untuk mempertahankan kekayaan. Maka, pemerintahan seperti ini tampak begitu zalim terhadap rakyatnya. Berusaha membungkam suara kritis bahkan tidak segan menangkapnya. Walau suara itu datang dari rakyatnya. Karena hal ini dianggap mengganggu eksistensi kepentingan mereka.

Tidak dipungkiri bahwa praktek pemerintah oligarki di Indonesia telah terasa di masa orde baru. Yakni dibawah kekuasaan presiden Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun. Selama berkuasa presiden Soeharto telah berbagi jabatan terhadap kerabat maupun orang terdekatnya. 

Oleh sebab itu, pakar politik Jeffrey A Winters menyebut Soeharto sebagai Bapak Oligarki di Indonesia.

Hal ini disampaikan profesor politik dari Northwestern University Cichago, Amerika serikat (AS) itu dalam ceramah 'Demokrasi Tanpa Hukum: Indonesia Menghadapi Oligarki', di Ruang Senat Universitas Hasanuddin, Makassar, Senin (18/4/2011).

Menurut Winters, sistem oligarki pertama kali muncul di Indonesia pada tahun 1970 yang dibangun oleh Soeharto. Untuk memimpin sistem oligarki yang dibentuknya, Soeharto berlagak layaknya seorang The Godfather yang membagi-bagi kekayaan alam Indonesia pada kelompok-kelompok tertentu, seperti kelompok para jenderal, penguasa etnis Tionghoa dan kelompok pribumi (DetikNews, 12 April 2011).

Meskipun kekuasaan presiden Soeharto jatuh pada tahun 2008 oleh masa aksi dari mahasiswa menuntut mundur dari jabatan karena krisis ekonomi yang berkepanjangan. Praktik pemerintah oligarki tidak sirna. Hal ini karena adanya sistem demokrasi yang memberi peran manusia sebagai pembuat hukum. 

Hal ini senada dengan Richard Robison serta Vedi R. Hadiz dalam bukunya berjudul "Reorganizing Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of Market,” menjelaskan jika oligarki yang terjadi di Indonesia tidak hilang pasca reformasi. Justru oligarki terus bertransformasi dengan cara menyesuaikan konteks politik di Indonesia yang didorong oleh neoliberalisme.

Merujuk dari apa yang disampaikan Richard Robison serta Vedi R. Hadiz dalam bukunya berjudul "Reorganizing Power in Indonesia" tersebut. Maka rezim presiden Jokowi pun menerapkan praktek dinasti oligarki. Bagi-bagi jabatan, politik balas budi, investasi, dan lainya bagian dari sistem kerja oligarki.

Dengan demikian, sistem demokrasi akan melanggengkan dinasti oligarki. Bergantinya rezim penguasa tidak  mempengaruhi Keberadaan dinasti oligarki. Bahkan akan eksis menjadi sistem pemerintahan yang digdaya. Padahal dibalik eksisnya oligarki terdapat rakyat miskin yang tidak punya penghasilan, tempat tinggal, bahkan kelaparan.

Angka kemiskinan tinggi menjadi bukti nyata keterpurukan rakyat kecil. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan jumlah orang miskin di Indonesia tembus 27,54 juta pada Maret 2021. Jumlah itu membuat tingkat kemiskinan mencapai 10,14 persen dari total populasi nasional. Kompas.com 15 Juli 2021.

Kasus demonstrasi menuntut kenaikan upah oleh buruh, juga menjadi fakta kesengsaraan rakyat kecil. Upah minim yang tidak sesuai dengan biaya hidup masyarakat menjadi bagian dari kebijakan oligarki. Lewat UU yang yang dibuat melalui sistem demokrasi, para elit menjalankan misi sistem oligarki. Jadi, Sistem demokrasi telah menjadi jalan dinasti oligarki sekaligus melanggengkan keberadaannya. 

Lalu Sampai kapan?

Dinasti oligarki eksis karena adanya sistem yang mendukung, yakni demokrasi. Dalam sistem tersebut manusia mempunyai peran dalam membuat hukum. Jadi wajar, hukum tersebut dapat dipesan sesuai kepentingan. Demokrasi juga telah menjamin  kebebasan kepemilikan, sehingga setiap individu berlomba dalam memiliki kekayaan yang ada di negeri tersebut. Sedangkan konglomerat adalah yang paling berperan, sebab mereka yang bermodal. Mereka selalu berada dibelakang para elit politik dan pejabat yang mempunyai peran dalam pembuatan undang-undang. Jadi, demokrasi penyebab eksisnya dinasti oligarki. 

Dinasti oligarki akan tiada manakala sistem demokrasi sirna dari tatanan kehidupan manusia. Dan tidak pernah ada manakala sistem Islam ditegakkan.  Sebab, manusia tidak akan pernah membuat hukum. Namun harus berhukum dengan Syariat Islam yang telah Allah SWT turunkan secara sempurna. Namun itu semua membutuhkan perjuangan yang dilakukan secara sinergis dengan berbagai komponen umat Islam serta dengan berbagai strategi. Terus melangkah dan bergerak sampai terwujudnya sistem pemerintahan Islam atau mati bersama perjuangan. Wallahu'alam bishowab.[] 

Posting Komentar untuk "Eksisnya Dinasti Oligarki Membuat Rakyat Semakin Tragis, Akankah Berakhir?"

close