Hamas: Israel Halangi Pengungsi Gaza Utara, Langgar Gencatan Senjata

 



Gaza, Visi Muslim- Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, menuding Israel telah melanggar kesepakatan gencatan senjata dengan menunda kembalinya pengungsi Palestina ke wilayah Gaza utara. Tuduhan ini disampaikan pada Minggu (26/1), dengan Hamas menegaskan bahwa Israel sengaja menunda pelaksanaan poin-poin kesepakatan yang telah disepakati sebelumnya.

Dalam pernyataannya, Hamas menuduh Israel tidak konsisten dengan janji mereka dalam perjanjian tersebut. Israel mengklaim bahwa pengungsi Palestina hanya diizinkan kembali ke wilayah Gaza utara setelah pembebasan sandera Israel, Arbel Yehud.

Hamas menyatakan bahwa pihaknya telah memberikan informasi kepada mediator terkait kondisi sandera. "Kami telah memastikan bahwa sandera, Arbel Yehud, dalam keadaan hidup dan telah memberikan jaminan untuk proses pembebasannya," kata perwakilan Hamas.

Kelompok tersebut juga menegaskan bahwa mereka bekerja sama dengan para mediator untuk menemukan solusi yang cepat dan efektif demi memastikan pengungsi dapat kembali ke rumah mereka. Hamas menyalahkan Israel atas keterlambatan pelaksanaan gencatan senjata yang disepakati.

Hamas menegaskan komitmennya untuk mematuhi kesepakatan demi melindungi hak dan kepentingan rakyat Palestina. Namun, mereka juga menuntut Israel untuk menghormati isi perjanjian yang telah disepakati bersama.

Sementara itu, menurut laporan media Israel, Walla, Arbel Yehud yang berusia 29 tahun adalah seorang tentara yang terlibat dalam program pelatihan militer luar angkasa Israel. Statusnya sebagai sandera menjadi alasan utama penundaan kembalinya para pengungsi ke Gaza utara.

Gencatan senjata enam minggu yang mulai diberlakukan pada 19 Januari 2025 bertujuan untuk menghentikan sementara serangan militer Israel di Gaza. Namun, hingga kini, ketegangan antara kedua belah pihak masih terjadi akibat pelanggaran kesepakatan tersebut.

Sejak konflik dimulai pada 7 Oktober 2023, serangan militer Israel telah menyebabkan lebih dari 47.000 warga Palestina tewas. Korban yang tewas mayoritas adalah perempuan dan anak-anak, sementara lebih dari 111.000 orang lainnya mengalami luka-luka.

Sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata, tujuh sandera Israel, termasuk empat tentara, telah dibebaskan. Sebagai imbalannya, sebanyak 290 tahanan Palestina dilepaskan dari penjara Israel.

Namun, meskipun ada kesepakatan ini, dampak konflik masih sangat terasa. Kerusakan besar di Gaza telah membuat lebih dari 11.000 orang dinyatakan hilang, sementara krisis kemanusiaan terus berlangsung, terutama di kalangan lansia dan anak-anak. Situasi ini dianggap sebagai salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia.

Pada November 2023, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant. Keduanya dituduh melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Selain itu, Israel menghadapi tuntutan di Pengadilan Internasional atas dugaan genosida selama konflik berlangsung. Tuntutan ini semakin menekan Israel di tengah sorotan internasional terhadap kekejaman yang terjadi di Gaza.

Hamas terus menuntut komunitas internasional untuk ikut campur dalam memastikan gencatan senjata berjalan sesuai kesepakatan. Mereka juga meminta adanya tindakan lebih tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Israel.

Laporan ini menunjukkan bahwa upaya untuk mencapai perdamaian di Gaza masih jauh dari selesai. Meski gencatan senjata telah disepakati, pelanggaran seperti ini mencerminkan betapa rapuhnya proses menuju stabilitas di kawasan tersebut.

Konflik Gaza tidak hanya membawa korban jiwa, tetapi juga menyisakan luka mendalam bagi rakyat Palestina. Krisis kemanusiaan yang terjadi membutuhkan perhatian serius dari dunia internasional untuk mencari solusi yang berkeadilan bagi semua pihak. [] Gesang 

Posting Komentar untuk "Hamas: Israel Halangi Pengungsi Gaza Utara, Langgar Gencatan Senjata"