Buruknya Pengelolaan Lapas!
Sistem pidana dari barat yang nota bene tidak membuat jera
masyarakat dan pelaku kriminal, membuat kerusakan di masyarakat semakin
menjadi-jadi
Riuh teriakan para tahanan, mengeluh minimnya ketersediaan
air. Suasana makin pelik karena dari pagi aliran listrik mati. Bagai
menunggu bom meledak, akhirnya kerusuhan antara narapidana Lapas 1
Tanjung Gusta, Medan dan penjaga Lapas pecah.
Api membakar Lapas Tanjung Gusta, Kamis petang (11/7), 5 orang
ditemukan tewas terpanggang di dalam Lapas. Sebanyak 212 napi melarikan
diri dan baru diamankan 95 orang.
Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Permasyarakatan Klas I Medan,
Tanjung Gusta, Asep Sutandar mengungkapkan, bermula dari protes minimnya
pasokan air. Kamis 11 Juli 2013, menjelang waktu berbuka puasa, para
narapidana keluar dari blok tahanan berkumpul di lapangan.
Aliran listrik di Lapas Klas I Medan sejak pagi hari sudah terganggu.
Hal ini diakibatkan meledaknya travo listrik yang berada di depan
komplek Lapas Klas I Medan, Tanjung Gusta, Jalan Permasyarakatan.
Perbaikan telah dilakukan oleh PLN, dan menjelang magrib, gangguan
listrik kembali terjadi.
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan
HAM mengakui adanya ketidakseimbangan antara Lembaga Pemasyarakatan
(Lapas) dan jumlah penghuni seperti yang terjadi di Lapas Kelas I
Tanjung Gusta, Medan.
“Pembangunan Lapas sudah dilakukan, tetapi kurang sejalan dengan
tambahan penghuni,” kata Direktur Jenderal Pas Kemenkum HAM, Mochammad
Sueb
Sueb mengatakan, meningkatnya tindak krimininalitas dan penegakkan
hukum berdampak pada banyak penghuni Lapas. Namun, hingga saat ini,
kapasitas Lapas belum sebanding dengan jumlah penghuninya.
Negara lagi-lagi kalah akibat ketidakbecusan mengatasi persoalan yang
sebetulnya sudah menahun. Sudah menjadi fakta publik, kerusuhan demi
kerusuhan yang terjadi di dalam LP beberapa tahun terakhir ini memiliki
karakter sebab yang sama, yakni tidak seimbangnya antara kapasitas
bangunan dan jumlah penghuni penjara.
Mayoritas LP dan rumah tahanan (rutan) di Indonesia saat ini dalam
kondisi mencemaskan karena terlalu berat menanggung beban berlebih.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada akhir 2012 pernah merilis
data bahwa kapasitas LP dan rutan di Tanah Air yang hanya 102.466 orang
mesti menampung narapidana dan tahanan yang jumlahnya mencapai 152.071
jiwa. Artinya, ada kelebihan muatan hampir 50%.
Pada kasus Tanjung Gusta, Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana
juga mengakui kerusuhan disebabkan beban yang jauh melebihi kapasitas.
LP kelas I berkapasitas 1.054 orang itu harus disesaki tidak kurang dari
2.600 penghuni.
Tak mengherankan bila sebelum-sebelumnya pun kerap timbul masalah di
LP tersebut. Sampai-sampai Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar pada
Oktober 2012 pernah menyebut LP Tanjung Gusta sebagai salah satu LP
terburuk di Indonesia.
Merespon kerusuhan Lapas, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
mengalokasikan dana perbaikan Lapas Rp 1 triliun. Namun, menurut Menteri
Hukum dan HAM (Menkumham) Amir Syamsuddin mengatakan anggaran untuk
renovasi dan relokasi Lapas di Indonesia tak akan cukup.
Menurutnya, dengan anggaran Rp 1 triliun diyakini tidak akan mampu
merenovasi seluruh LP yang ada di Indonesia. Namun demikian Amir akan
berusaha memprioritaskan LP mana saja yang harus segera direnovasi.
“Dengan rata-rata 100 persen jelas kurang (anggaran Rp 1 triliun).
Seperti Medan Tanjung Gusta, di Langkat sudah selesai. Bisa digeser ke
sana, di Medan juga bisa ditampung,” terang Amir.
Perbaikan Masyarakat
Problem peliknya persoalan Lapas, tidak saja karena over
kapasitasnya Lapas hingga pemerintah memberikan anggaran perbaikan untuk
perluasan dan penambahan fasilitas. Hingga ada wacana swastanisasi
Lapas, yang sejatinya bukan solusi yang akan menyelesaikan persoalan
utama.
Menurut, Shiddiq al Jawi sangat dangkal jika menyelesaikan simpul
persoalan ini hanya dengan memperbaiki Lapas. Yang seharusnya
diselesaikan, katanya, kenapa masyarakat Lapas jumlahnya semakin banyak
dan terjadi over kapasiti.
“Solusi yang harus dilakukan itu bagaimana agar kriminalitas di
masyarakat dikurangi,” ujar DPP Hizbut Tahrir Indonesia ini pada Media Umat.
Dilihat dari syariat Islam, maka merajalelanya tindak kriminal itu
karena syariat Islam dalam bidang sanksi pidana tidak diterapkan. Di
samping itu, syariat Islam lain pun misalnya ekonomi juga tidak
diterapkan.
“Kalau menurut saya solusinya bukan kepada perbaikan kualitas lapas
atau memperbesar dan menambah fasilitasnya, itu persoalan hulu,”
terangnya.
Yang dilakukan adalah perbaikan persoalan hilirnya yakni masyarakat. Bagaimana kita itu menerapkan nidzamul uqubal atau fikih jinayat (sanksi-sanksi pidana).
Menurut Shidiq dalam Islam ada dua hikmah ketika menerapkan sistem
sanksi pidana Islam, yang pertama yakni bersifat Jawabir atau sebagai
penebus dosa di akhirat.
“Jika orang sudah dihukum di dunia dengan sanksi yang dijatuhkan misalnya membunuh diqisas dan zina dirajam maka dosanya akan gugur dan di akhirat tidak akan diazab sama Allah,” jelasnya
Lalu Kedua, Zawajir memberikan efek jera pada masyarakat, yaitu
ketika hukuman diberikan pada satu orang, misalkan hukum potong tangan
pagi pencuri ini akan menjadi pelajaran bagi masyarakat lain, maka ini
akan memberikan efek jera pada masyarakat.
“Andai kata ini bisa diterapkan ke masyarakat dengan baik khususnya
pada efek jera ini, tentu tidak kriminal akan bisa ditekan secara
minimal,” tuturnya.
Tentunya juga, lanjut Shidiq, untuk mengurangi tindakan kriminal juga
harus diperhatikan sistem ekonomi. Saat ini yang diterapkan sistem
ekonomi kapitalis di antara karakternya itu membuat orang untuk dipacu
terus untuk konsumtif. Sehingga orang itu beranggapan sah-sah saja untuk
mendapatkan harta dengan segala cara. “Sedangkan dalam Islam, sistem
ekonomi fokus untuk mengurangi angka kemiskinan,” jelasnya.
Sedangkan, sistem pidana dari barat yang nota bene tidak membuat jera
masyarakat dan pelaku kriminal, membuat kerusakan di masyarakat semakin
menjadi-jadi. [mediaumat.com, 17/7/2013]
Posting Komentar untuk "Buruknya Pengelolaan Lapas!"