Hukum Puasa Bagi Wanita Yang Hamil, Menyusui, dan Melahirkan
![]()  | 
Perempuan yang tak puasa Ramadhan karena nifas, wajib mengganti 
dengan mengqadha`, bukan dengan membayar fidyah. Tak ada perbedaan 
pendapat ulama dalam masalah ini. Imam Ibnu Qudamah berkata,”Telah 
sepakat ulama bahwa perempuan yang haid dan nifas tidak halal berpuasa 
Ramadhan…namun mereka wajib mengqadha` puasa yang ditinggalkannya.” 
(Ibnu Qudamah, Al Mughni, 5/30).
Dalilnya hadits dari ‘A`isyah RA yang berkata,”Dahulu kami 
mengalaminya [haid], maka kami diperintah untuk mengqadha` puasa tapi 
tak diperintah untuk mengqadha` shalat.” (HR Muslim no 763). Hadits ini 
menunjukkan perempuan yang haid wajib mengqadha` puasanya, demikian pula
 perempuan yang nifas, karena nifas semakna dengan haid berdasarkan 
ijma’ ulama. (Ibnu Qudamah, Al Mughni, 5/30; Muhammad Abdurrahman Dimasyqi, Rahmatul Ummah fi Ikhtilaf Al A`immah, hlm. 66; Yusuf Qaradhawi, Fiqh As Shiyam, hlm. 39; Ali Raghib, Ahkam As Shalah, hlm. 119).
Adapun perempuan hamil dan menyusui, tak ada khilafiyah di antara 
ulama keduanya boleh tak berpuasa Ramadhan. Sabda Nabi SAW,”Sesungguhnya
 Allah SWT telah menanggalkan bagi musafir setengah [kewajiban] 
shalatnya dan juga [kewajiban] puasanya, dan bagi perempuan hamil dan 
menyusui, [kewajiban] puasanya.” (HR Ibnu Majah, Nasa`i, Tirmidzi). 
(Mahmud Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam As Shiyam, hlm. 53).
Namun ulama berbeda pendapat mengenai syarat perempuan hamil dan 
menyusui boleh tak berpuasa Ramadhan. Apakah disyaratkan mereka khawatir
 akan dirinya, janinnya, dan bayi yang disusuinya; ataukah hanya karena 
hamil dan menyusui? Sebagian ulama berpendapat, jika perempuan yang 
hamil dan menyusui khawatir akan dirinya, atau anaknya (janin/bayi yang 
disusui), dia boleh tak berpuasa. Ini pendapat rajih dalam madzhab 
Syafi’i dan pendapat Imam Ahmad. Namun sebagian ulama berpendapat, 
perempuan yang hamil dan menyusui secara mutlak boleh tak berpuasa, baik
 ada kekhawatiran atau tidak, baik khawatir akan dirinya atau anaknya. 
Ini pendapat Syaikh Ali Raghib. (Muhammad Abdurrahman Dimasyqi, Rahmatul Ummah fi Ikhtilaf Al A`immah, hlm.66; Ali Raghib, Ahkam As Shalah, hlm. 121).
Yang rajih menurut kami pendapat bahwa jika perempuan hamil 
khawatir akan dirinya, dan perempuan menyusui khawatir akan bayi yang 
disusuinya, boleh mereka tak berpuasa. Jika kekhawatiran itu tak ada, 
tidak boleh tak berpuasa. Dalilnya dari Anas bin Malik RA bahwa Nabi SAW
 memberi rukhsah kepada perempuan hamil yang khawatir akan dirinya dan 
perempuan menyusui yang khawatir akan anaknya untuk tak berpuasa. (HR 
Ibnu Majah no 1668; Mahmud Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam As Shiyam, hlm. 53).
Apakah perempuan hamil dan menyusui wajib mengqadha` puasanya? 
Sebagian ulama, seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Umar, membolehkan mengganti 
puasa dengan fidyah, tidak mewajibkan qadha`. Namun yang rajih adalah 
pendapat mayoritas ulama yang mewajibkan qadha`. Sebab pendapat Ibnu 
Abbas itu diragukan, mengingat dalam Mushannaf Abdur Razaq (no 7564) Ibnu Abbas justru berpendapat sebaliknya, yaitu wajib mengqadha` dan tak boleh membayar fidyah. Wallahu a’lam.[M Shiddiq Al-Jawi]

Posting Komentar untuk "Hukum Puasa Bagi Wanita Yang Hamil, Menyusui, dan Melahirkan"