Tak Ada Tempat bagi PSK
Seperti biasa, lebaran membawa perubahan komposisi masyarakat urban.
Yang menyedihkan adalah jumlah PSK (Pekerja Seks Komersial) yang
ditengarai mengalami peningkatan di beberapa kota besar. Di Bekasi
peningkatan PSK setelah lebaran diprediksi 15-30 persen di beberapa
titik lokasi (Tribunews.com, 19 Agustus 2013).
Sayangnya, sebagian kalangan malah cenderung memaklumi kondisi
tersebut. Menurut mereka, inilah harga yang harus dibayar dari semua
kesulitan hidup saat ini. Himpitan yang melanda seluruh rakyat baik di
desa maupun di kota telah membawa para perempuan yang minim keahlian ini
mengeruk rupiah dengan menjual diri. Itulah pekerjaan yang dianggap
paling mudah dilakukan, karena nyaris tidak membutuhkan kecakapan
khusus. Bahkan, siapa pun bisa melakukannya. Para perempuan penghibur
ini pun berdalih bahwa mereka menjual diri hanyalah untuk menyambung
hidup, dari pada harus mengemis atau melakukan tindakan kriminal lainnya
yang sudah pasti berhadapan dengan aparat. Terlebih –masih menurut
mereka- biaya hidup yang dibutuhkan lumayan tinggi, yang tidak mungkin
ditutupi dengan pekerjaan seadanya. Maka, pilihan jatuh pada dunia
remang-remang.
Berbagai alasan mereka beberkan, seakan menghendaki agar dunia
mengakui keberadaan mereka. Namun, benarkah semua pertimbangan
tersebut? Bisakah pekerjaan ini ditoleransi mengingat kondisi ekonomi
yang terus membelit saat ini? Bolehkan mereka beralasan darurat atau
terpaksa? Lantas bagaimana menyelesaikan persoalan tingginya jumlah PSK
yang meningkat dari tahun ke tahun tersebut?
Korban Sistem
Diyakini, hadirnya PSK tidak bisa dilepaskan dari buruknya tata
kehidupan sekuler-kapitalistik yang saat ini berlaku di masyarakat.
Sungguh, kapitalisme telah menyisakan kemiskinan, sementara lapangan
pekerjaan pun semakin sempit. Ideologi ini pula yang meniupkan gaya
hidup hedonis-materialistik yang membutuhkan biaya besar. Kondisi
inilah yang membuat para perempuan nakal ini kehilangan akal sehatnya;
bagaimana mencari uang untuk keperluan semua itu.
Ideologi ini juga tidak mampu menegakkan regulasi yang baik untuk
memberantas perilaku tidak bermoral tersebut. Pemerintah hanya bisa
memberikan himbauan dan penyuluhan tentang berbagai dampak negatif dari
kehidupan kelam tersebut. Mereka memang sempat dibina, tapi setelah itu
mereka dibiarkan hingga pertumbuhannya semakin subur. Kapitalisme
benar-benar menjadi lahan subur bagi profesi rendahan tersebut.
Dengan demikian, persoalan PSK akan selalu ada selama kapitalisme
masih bercokol di negeri ini. Selama itu pula para PSK ini akan
berlindung dan memanfaatkan kerusakan sistem sebagai alasan untuk meraup
keuntungan.
Meski berstatus sebagai korban dari sistem yang rusak, pilihan
menjadi PSK tentulah bukan persoalan yang tidak bisa digugat. Artinya,
mereka tidak bisa beralasan melakukan pekerjaan tersebut karena
keterpaksaan yang dibuat oleh sistem. Sebab, mereka tetaplah manusia
yang memiliki pilihan dalam menjalani berbagai aktivitas kehidupan.
Mereka akan dimintai pertanggung jawaban atas pilihan aktivitas
hidupnya. “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya” (TQS. Al Mudatstsir : 38)
Mempertahankan Ketaatan
Beratnya beban hidup meski disebabkan oleh rusaknya tatanan kehidupan
tidak bisa dijadikan alasan untuk mentolerir (membiarkan) siapapun
berbuat semaunya sendiri dalam mencari penghidupan. Allah SWT dan
Rasul-Nya senantiasa memerintahkan kepada hamba-Nya untuk senantiasa
taat kepada-Nya, memenuhi ketetapan-Nya bahkan dalam keadaan bagaimana
pun.
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula)
bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka
sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (TQS. Al Ahzab [33] : 36)
“ Bertakwalah kepada Allah bagaimana pun keadaanmu…” (HR. At Turmudzi)
Seorang muslim juga tidak boleh menjadikan kerusakan sistem sebagai
alasan darurat yang membolehkan melakukan hal-hal yang diharamkan.
Sebab, masalah ini juga tidak termasuk dalam pembahasan darurat yang ada
di dalam hukum Islam.
Darurat secara bahasa berarti idhthiraar, yaitu al-ihtiyaaj ila al-syaai
(membutuhkan sesuatu). Adapun secara syar’iy yang disebut dengan
darurat adalah sebuah keadaan di mana seseorang berada dalam suatu batas
apabila ia tidak melanggar sesuatu yang diharamkan maka ia bisa
mengalami kematian atau nyaris mati.
Menurut ‘ulama madzhab Hanafi, makna dharurat yang berkaitan dengan
rasa lapar, ialah seandainya seseorang tidak mau mengkonsumsi barang
yang diharamkan dikhawatirkan ia bisa mati atau setidaknya ada anggota
tubuhnya yang akan menjadi cacat. Seorang yang dipaksa akan dibunuh atau
dipotong salah satu anggota tubuhnya, apabila tidak mau memakan atau
meminum sesuatu yang diharamkan, itu berarti ia sedang dalam keadaan
dharurat. Tetapi, kalau ancamannya tidak terlalu berat, seperti hanya
dipenjara setahun atau dihukum dengan diikat, namun tetap diberi makan
dan minum, itu berarti ia masih punya pilihan. Dengan kata lain ia tidak
sedang dalam keadaan dharurat. [Dr. ‘Abdullah Ibn Mohammad Ibn Ahmad
al-Thariqiy, al-Idlthiraar Ila al-Ath’imah wa al-Adwiyah al-Muharramaat. Lihat pula Kasyful Asraar, jilid IV, hal.1517]. Demikianlah gambaran para ulama tentang darurat dalam hukum Islam.
Jadi, selama kita masih memiliki pilihan dan tidak berada dalam
kondisi darurat sebagaimana definisi di atas, maka kita diharamkan sama
sekali untuk melanggar aturan Allah SWT, meninggalkan kewajiban maupun
mengerjakan tindak yang diharamkan Allah SWT. Menjadi PSK bukan
satu-satunya pekerjaan yang bisa menyelamatkan jiwa mereka. Masih
banyak jenis pekerjaaan lain yang bisa dilakukan perempuan, meski dengan
kecakapan terbatas.
Memperoleh keringanan dengan menjadi PSK pun tidak bisa diterima.
Sebab, keringanan (rukhshoh) merupakan hak Allah yang diberikan kepada
hamba-Nya. Dan tidak ada satu pun nash yang menunjukkan bahwa perbuatan
menjual diri (menjadi PSK) merupakan keringanan bagi seseorang dalam
mencari penghidupan. Sampai kapan pun pekerjaaan ini merupakan
keharaman.
Melacur adalah perbuatan zina yang amat keji. Allah SWT telah melarangnya dengan sangat tegas. “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (TQS. Al-Israa’[17] : 32).
Perempuan yang tidak mengambil keuntungan materi (upah) dari berzina
saja dikatakan telah berbuat keji. Apalagi jika dari perbuatan tersebut
mereka mengambil keuntungan (materi). Sungguh, ini adalah kekejian
yang amat berat.
Mengerahkan kemampuan
Semestinya meninggalkan keharaman semacam zina atau profesi sebagai
PSK adalah perbuatan yang tidak membutuhkan upaya yang besar, karena
sifatnya hanya meninggalkan (bukan mengerjakan). Karena Rasulullah Saw
mengisyaratkan bahwa pengerahan kemampuan sebenarnya lebih diperlukan
untuk melaksanakan berbagai bentuk perintah Allah dan Rasul-Nya dari
pada untuk menghindari keharaman. Nabi Saw pernah bersabda :
“Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan
apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan sekuat
kemampuan kalian…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Semestinya hal ini bisa menjadi motivasi para pekerja seks ini, bahwa
tidak sulit meninggalkan keharaman. Apalagi semua aturan Allah SWT
pada dasarnya mampu dilaksanakan oleh manusia.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” [TQS. Al-Baqarah [2]:286].
Ayat ini menegaskan bahwa aturan Islam tidak memberatkan manusia.
Maka mustahil Allah SWT menurunkan aturan yang tidak mampu dipikul
manusia. Oleh karena itu, apapun alasannya memilih menjadi PSK adalah
tindakan tercela. Meski kondisi amat menghimpit, sesungguhnya masih
banyak pilihan pekerjaan lain yang bisa menyelamatkan kehidupannya.
Allah SWT memerintahkan kaum muslim agar bersabar dalam segala
keadaan. Sikap sabar dalam menghadapi tantangan hidup adalah dengan
tetap berpegang teguh di jalan Allah SWT dan tidak mau tergoda bujuk
rayu syaitan untuk mengikuti jalan-jalan keburukan. Sungguh Allah SWT
mencintai orang-orang sabar.
Penutup
Sungguh ironi, negeri muslim terbesar di dunia ini bertabur perempuan
berprofesi PSK. Meski tidak mendominasi namun peningkatan jumlahnya
pasca lebaran memiriskan hati, di ke manakan Ramadhan bagi para
perempuan nakal ini? Juga bagi penyelenggara negara ini; tidakkah
Ramadhan menjadikan kita lebih tegas terhadap semua bentuk kemaksiyatan
kepada Allah SWT? Bukankah Ramadhan seharusnya membawa perubahan ke
arah lebih baik? Mengapa profesi ini justru tumbuh?
Inilah kejahatan kapitalisme. Inilah pula tantangan yang harus
dihadapi para pejuang syariah dan khilafah. Mari kita kuatkan
perjuangan agar dengan cahaya Khilafah mereka tidak lagi terperosok
berulang kali, padahal Ramadhan senantiasa berlalu di hadapan mereka.
Semoga nahkoda negeri ini juga kian tersadar bahwa sistem yang mereka
lindungi saat ini hanyalah sampah yang hanya menambah kotor orang-orang
yang telah kotor dan tidak pernah membersihkannya. Bahkan mereka yang
bersih pun akan ikut terkotori ketika tidak memiliki keimanan sebagai
penjaga. Maka, hancurkanlah kapitalisme sekarang juga dan tegakkan
Khilafah!!! Allahu Akbar. [Noor Afeefa]
Posting Komentar untuk "Tak Ada Tempat bagi PSK"