Pengertian Tabarruj dan Larangan Tabarruj (Muqaddimatud Dustur)
Larangan tabarruj. Dalilnya adalah Firman Allah Ta’ala [artinya] (tanpa bertabarruj dengan suatu perhiasan) [terj. An-Nur ayat 60]. Dan Firman Allah Ta’ala [artinya] (Janganlah mereka menghentakkan kaki-kaki mereka agar diketahui perhiasan mereka yang tersembunyi) [terj. An-Nur 31]. Maka ini merupakan larangan terhadap salah satu perbuatan di antara berbagai jenis perbuatan tabarruj.
Arti tabarruj menurut bahasa adalah memamerkan perhiasan (ibdaa’uz ziinah). Berkata (Al-Fairuz) di dalam Kamus Al-Muhith “tabarrajat = adh-harat ziinatahaa lir-rijaal” (bertabarruj = menampakkan perhiasannya kepada kaum lelaki), dan ini juga juga merupakan makna syar’i dari kata tabarruj. Maka dari itu, yang dimaksud tabarruj bukanlah berhias (tazayyun). Tabarruj adalah satu hal, sedangkan berhias (tazayyun) adalah hal lain. Kadangkala, seorang wanita bisa mengenakan perhiasan namun tidak termasuk bertabarruj, itu terjadi jika perhiasannya tergolong biasa/umum, tidak mengundang perhatian. Dengan demikian, larangan tabarruj bukan berarti larangan berhias secara mutlak. Akan tetapi, larangan tabarruj berarti larangan bagi kaum wanita untuk berhias dengan cara yang dapat menarik perhatian kaum laki-laki. Sebab, tabarruj adalah menampakkan perhiasan dan keindahan kepada lelaki non-mahram.
Dikatakan: “tabarrojatil mar’atu ziinatahaa wa mahaasinahaa lil-ajaanib” (si wanita menampakkan perhiasan dan keindahannya kepada lelaki asing/selain mahram).
Di antara dalil yang menguatkan kesimpulan ini adalah nash-nash yang melarang perbuatan-perbuatan tabarruj. Melalui proses istiqra’ jelaslah bahwa nash-nash tersebut melarang perbuatan menampakkan/memamerkan keindahan, menampakkan perhiasan. Dari sana tidak dapat dipahami bahwa nash-nash itu mengandung larangan untuk berhias secara mutlak. Allah berfirman [artinya] (Janganlah mereka menghentakkan kaki-kaki mereka agar diketahui perhiasan mereka yang tersembunyi) [terj. An-Nur 31], jelaslah dari sini bahwa itu merupakan larangan untuk menampakkan perhiasan, mengingat Allah berfirman, artinya: (agar diketahui perhiasan mereka yang tersembunyi).
Dari Abu Musa al-Asy’ari ra berkata: Rasulullah saw bersabda: “wanita mana saja yang memakai wewangian kemudian dia melewati suatu kaum agar mereka mencium baunya maka dia adalah seorang pezina”, maksudnya seperti pezina. Dikeluarkan oleh An-Nasa’i dan Al-Hakim, dan beliau menshohihkannya. Hadits ini juga merupakan larangan terhadap salah satu aktivitas tabarruj, dan jelas di dalam sabda beliau saw “memakai wewangian kemudian dia melewati suatu kaum agar mereka mencium baunya” bahwa ini merupakan perbuatan pamer perhiasan, atau pamer wewangian agar kaum lelaki dapat mencium harumnya.
Dari Abu Hurairah ra beliau berkata: Rasulullah saw bersabda : “Ada dua golongan di antara penghuni neraka yang belum pernah aku lihat keduanya: suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk memukul orang-orang; dan perempuan yang berpakaian tapi telanjang yang berjalan dengan berlenggak-lenggok, rambut mereka seperti punuk onta yang miring. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium aroma surga. Dan sesungguhnya aroma surga itu bisa tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian.” Diriwayatkan oleh Imam Muslim. Ini juga merupakan larangan terhadap salah satu aktivitas yang tergolong tabarruj. Jelas dalam sabda beliau “kaasiyaatun ‘aariyaatun” (berpakaian seperti telanjang) adalah memperlihatkan perhiasan.
Dan dalam sabda beliau “mumiilaatun maailaatun” (lenggak-lenggok) yaitu mereka berdiri dengan gerakkan-gerakkan yang menarik perhatian kaum lelaki.hijab punuk unta Dan di dalam sabda beliau “rambut mereka seperti punuk unta yang miring” yaitu mereka memamerkan perhiasan rambut mereka, yaitu mengias rambut mereka dan menonjolkannya menggunakan gulungan sorban atau kain atau semisalnya sehingga menjadi mirip punuk unta. Kata al-bukhtu adalah unta khurasaniyah, maksudnya: mereka menyisir rambut mereka sehingga menyerupai punuk unta khurasaniyah. Jelas dalam hal ini, ia merupakan larangan terhadap upaya menampakkan perhiasan terhadap kaum lelaki. demikian pula halnya dengan seluruh nash yang melarang aktivitas-aktivitas tabarruj, semuanya menjelaskan larangan untuk memamerkan perhiasan, bukan larangan berhias. Maka yang dilarang adalah tabarruj dengan pengertian etimologisnya, berdasarkan hadits-hadits yang melarang berbagai perbuatan yang tergolong tabarruj. Larang tidak tertuju pada berhias tanpa tabarruj. [Titok Priastomo/visimuslim.com]
Diambil dari kitab Muqaddimatud Dustur, Hizbut Tahrir, hal 331-332
Posting Komentar untuk "Pengertian Tabarruj dan Larangan Tabarruj (Muqaddimatud Dustur)"