Pemilu 2014 : Butuh Perubahan Sistem
‘Jokowi effect’ ramai
dibicarakan. Tak lama setelah PDIP secara resmi mencalonkan Jokowi
sebagai capres dikabarkan rupiah menguat. Media massa yang memang selama
ini dikenal pro Jokowi pun memunculkan opini kuat, Jokowi adalah
pilihan presiden yang terbaik dengan berbagai argumentasi. Tak
ketinggalan media massa luar negeri, menyambut hangat Jokowi.
Memang kemunculan Jokowi–lepas
berbagai tudingan konspirasi dibaliknya—bagi sebagian orang menimbulkan
harapan. Sosok yang kelihatan sederhana, berwajah ‘lugu’ dan dicitrakan
merakyat diharapkan bisa membawa perubahan untuk Indonesia yang karut
marut. Wajar saja, hal ini muncul sebagai reaksi kemuakan terhadap
politisi-politisi stok lama yang sarat masalah. Persoalannya, bisakah
mengandalkan sosok individual Jokowi?
Untuk itu, menjawab apa sebenarnya
persoalan Indonesia sehingga karut-marut seperti sekarang menjadi
penting. Kalau kita memperhatikan secara mendalam, persoalan Indonesia
sesungguhnya adalah persoalan sistem. Memang ada masalah individual,
tetapi yang paling berpengaruh dan menonjol adalah sistem.
Beberapa indikasinya antara lain,
Indonesia bermasalah dalam hampir semua aspek, multidimensional.
Pendidikan, sosial, ekonomi, politik, hukum, keamanan, transportasi
hampir semuanya bermasalah.
Indikasi lain, banyak persoalan muncul
bukan berkaitan masalah impelementasi kebijakan, justru lahir dari UU
yang mengatur kebijakan itu. Perampokan kekayaan alam Indonesia oleh
perusahaan-perusahaan asing dilegitimasi berbagai UU yang pro kapital
seperti UU Migas, UU Penanaman Modal, UU Kelistrikan. Sebagai contoh,
keinginan untuk menjadikan Pertamina sebagai BUMN kuat dan alat
Pemerintah dalam pengelolaan BBM justru terhalang UU Migas No. 22 Tahun
2001. UU ini membatasi kewenangan Pertamina sebagai pemain utama
(single player) di sektor ini. UU ini juga memberikan hak/kewenangan
kepada perusahaan minyak lain, baik domestik maupun asing. Tidak
mengherankan kalau sektor migas kita sebagian besar dikuasai oleh
perusahaan asing.
Persoalan Indonesia bukan sekadar persoalan invidual, tetapi sistemik
juga bisa kita lihat dalam kasus korupsi. Hampir semua aspek di
Indonesia tidak lepas dari korupsi, baik swasta atau negara. Tiga
institusi pilar negara demokrasi (eksekutif, legislatif, maupun
yudikatif) pun tidak lepas dari kasus korupsi. DPR dan Kepolisian kerap
mendapat gelar lembaga terkorup. Bahkan DPR sudah 4 tahun
berturut-turut, menurut KPK, menduduki posisi nomor wahid dalam kasus
korupsi. Menurut petinggi KPK Busyro Muqaddas. hampir semua sistem DPR
rawan korupsi; baik fungsi legislasi, anggaran maupun pengawasan.
Menurut staf Mendagri sejak Pemilu Pilkada 2004, sudah ada 3000 anggota
DPRD yang terjerat kasus hukum, lebih dari 80% adalah kasus korupsi.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang salah satu tugas pentingnya menilai
UU, juga terjerat korupsi.
Mengingat persoalan Indonesia adalah
persoalan sistem, ‘Jokowi effect’ yang tidak menyentuh perubahan sistem
dipastikan 100% tidak akan membawa perubahan yang mendasar. Jokowi pasti
akan gagal. Pasalnya, pangkal persoalan Indonesia dan negeri-negeri
Islam lainnya adalah penerapan sistem kapitalisme yang berasas
sekularisme berikut pemikiran pokoknya seperti demokrasi, pluralisme,
dan liberalisme.
Dari berbagai transisi politik di
Indonesia, pada mulanya para pemimpin tiap orde itu pun banjir pujian.
Namun tidak lama berlangsung, mereka juga gagal. Sebabnya, yang terjadi
hanya berganti orang/rezim, bukan sistem. Kegagalan mereka diperparah
dengan ketundukan mereka kepada Barat. Sikap pemimpin seperti inilah
yang melestarikan penjajahan kapitalisme.
Perlu kita catat, yang diinginkan
Barat dari pemimpin Indonesia ke depan adalah tetap tunduk kepada
mereka. Tentu mereka akan memuji calon pemimpin yang siap melestarikan
sistem penjajahan mereka. Tidak mengherankan kalau petinggi Bank Dunia
sudah mewanti-wanti kepada presiden baru ke depan untuk menaikkan harga
BBM atau mengurangi subsidi. Ini sesungguhnya pesan arogansi dari
Barat, bahwa siapapun pemimpin Indonesia harus tunduk kepada mereka.
Di sinilah letak penting peran
partai-partai Islam. Seharusnya mereka menyerukan perubahan sistem
dengan tawaran ideologi yang jelas. Tentu ideologi yang harus
berseberangan dengan kapitalisme, tidak ada lain kecuali Islam; bukan
malah menyerukan demokrasi dan liberalisme, apalagi menikmatinya;
apalagi kemudian menjilat Barat untuk mendapatkan keridhaannya.
Partai Islam harus menyerukan
pergantian sistem kapitalisme sekular menjadi Islam; mengganti negara
sekular yang menerapkan sistem kapitalisme menjadi negara Khilafah yang
menerapkan syariah Islam secara kaffah. Seruan ini harus jelas, gamblang
dan terbuka agar umat bisa paham sehingga mendukung dan
memperjuangkannya.
Tugas penting ini diperintahkan Allah
SWT (QS Ali Imran [3]: 104) yang menjadi dasar dari kewajiban keberadaan
gerakan, kelompok, atau partai politik yang berdasarkan Islam. Kelompok
atau partai politik Islam ini wajib menyerukan al-Khair (Islam) serta
melakukan amar makruf nahi mungkar. Imam ath-Thabari dalam tafsirnya
Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an menjelaskan pengertian yad’una ila
al-khair adalah yad’una ila al-Islam wa syarai’ihi allati syara’a
Allahu li ‘ibadihi (menyerukan Islam dan syariah-Nya yang disyariatkan
Allah SWT kepada hamba-Nya).
Tugas ini memang berat dan bisa jadi
belum diterima sepenuhnya oleh rakyat. Namun insya Allah, dengan
perjuangan yang tidak kenal lelah, rakyat akan makin paham dan
mendukung, bahwa syariah Islam wajib diterapkan secara kaffah di
tengah-tengah kehidupan mereka dalam institusi pemerintahan Islam yang
bernama Khilafah.
Apalagi mereka melihat di depan mata, bagaimana fakta kerusakan
akibat sistem kapitalisme. Rakyat juga merasakan langsung penderitaan
itu. Insya Allah dengan sikap istiqamah berpegang teguh pada Islam,
bekerja keras berdasarkan manhaj Rasulullah saw., dan berharap pada
pertolongan Allah SWT, kemenangan itu akan semakin dekat. Bukankah Allah
yang memiliki kekuasaan dan Allah pula yang menggilirkan kekuasaan
kepada siapa yang dia kehendaki? [Farid Wadjdi]
Posting Komentar untuk "Pemilu 2014 : Butuh Perubahan Sistem"