Khilafah: Ajaran Islam, Bukan Kejahatan
Perbincangan tentang ISIS dan Khilafah menghangat di media massa dan
di masyarakat akhir-akhir ini. Di antara pemicunya adalah peredaran
salah satu video yang diunggah di Youtube. Video tersebut berisi seruan
anggota ISIS dari Indonesia kepada umat Islam di Indonesia agar
bergabung dengan organisasi itu.
Isu ISIS dan Khilafah pun
bergulir. Banyak pihak berkomentar. Pemerintah meminta masyarakat
mewaspadai dan mencegah organisasi itu berkembang. Kelompok sekular
memanfaatkan isu itu untuk memukul apa yang mereka katakan sebagai paham
radikal.
Sikap Proporsional
Bagi pihak yang tidak suka
terhadap Islam, isu ISIS dijadikan sebagai kesempatan untuk menjauhkan
masyarakat dari idekhilafah. Mereka kemudian menyimpangkan konsep
khilafah dan melakukan ‘monsterisasi’ khilafah. Mereka berupaya
menanamkan ketakutan atau paling tidak keengganan terhadap ide khilafah.
Caranya dengan mengaitkan isu tersebut dengan terorisme, aksi kekerasan
dan kejahatan. Mereka pun melekatkan keburukan pada ide khilafah. Isu
ISIS di Indonesia dan ide khilafah yang terus diulang-ulang tanpa
disertai penjelasan memadai tentu bisa menjadi bagian dari upaya
‘monsterisasi’ itu.
Semua pihak, khususnya Pemerintah, seharusnya
menyikapi isu ISIS secara proporsional. Penolakan terhadap organisasi
yang mengklaim telah mendeklarasikan Khilafah itu berikut berbagai
tindakan kekerasan yang mereka lakukan jangan sampai diperalat oleh
pihak-pihak tertentu, khususnya yang tidak suka terhadap Islam, untuk
melakukan ‘monsterisasi’ syariah dan khilafah sehingga menjadi penolakan
terhadap syariah dan khilafah. Upaya ‘monsterisasi’ itu malah dapat
menimbulkan masalah baru karena bisa mengkriminalisasi ide khilafah yang
bersumber dari ajaran Islam.
Khilafah: Ajaran Islam
Khilafah adalah ide Islam. Karena itu Khilafah harus didukung oleh umat.
Khilafah bersumber dari al-Quran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas.
Dalam Islam, Khilafah atau al-Imamah al-‘Uzhma merupakan perkara
ma’lûmun min ad-dîn bi adh-dharûrah (telah dimaklumi sebagai bagian
penting dari ajaran Islam).
Khilafah adalah kepemimpinan umum
atas seluruh kaum Muslim di dunia guna menerapkan syariah Islam dan
mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Pengertian ini sekaligus
menjelaskan muatan dari Khilafah yakni: ukhuwah, syariah dan dakwah.
Ukhuwah artinya persatuan umat Islam seluruh dunia. Syariah artinya
penerapan syariah Islam secarakaffah (menyeluruh). Dakwah artinya
penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia. Tiga muatan inilah yang
terangkum dalam kata khilafah. Karena itu Khilafah sebagai ajaran Islam
harus didukung oleh umat Islam.
Secara historis pun, Khilafah
telah membawa rahmat dan pengaruh besar bagi umat Islam di dunia,
termasuk bagi negeri ini dan penduduknya. Perlu diingat, Khilafah
berperan besar bagi penyebaran Islam di negeri ini sehingga penduduk
negeri ini mendapat rahmat dari Allah SWT dengan mendapatkan petunjuk
kepada Islam. Di antara para wali dan ulama yang menyebarkan Islam di
negeri ini sebagiannya diutus dan difasilitasi oleh Khilafah pada masa
itu, termasuk sebagian dari wali songo. Kesultanan-kesultanan Islam yang
dulu memerintah dan memakmurkan negeri ini pun berhubungan erat dengan
Khilafah pada masa masing-masing. Bahkan Khilafah pernah turut membantu
perjuangan rakyat negeri ini melawan penjajah. Kesultanan Aceh,
misalnya, pernah dibantu oleh Khilafah Utsmaniyah dengan senjata modern
kala itu dan pasukan yang dipimpin oleh panglima Hizir Reis dalam
menghadapi penjajah.
Kewajiban Menegakkan Khilafah
Kita
telah diperintah untuk taat kepada Allah SWT dan melaksanakan
syariah-Nya secara keseluruhan tanpa pilih-pilih. Kewajiban melaksanakan
seluruh syariah itu memastikan kewajiban kaum Muslim untuk mengangkat
imam (khalifah) dan menegakkan Khilafah. Allah SWT, misalnya, berfirman:
﴿وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا﴾
Terhadap pencuri laki-laki dan pencuri perempuan, potonglah tangan keduanya… (TQS al-Maidah [5]: 38).
Imam Fakhrudin ar-Razi asy-Syafi’i menafsirkan ayat ini dalam
tafsirnya, Mafâtih al-Ghayb: “Para mutakallimin ber-hujjahdengan ayat
ini bahwa umat wajib mengangkat untuk diri mereka seorang imam
(khalifah). Dalilnya, melalui ayat ini Allah SWT telah mewajibkan
penegakan had (hukuman) atas pencuri dan pelaku kriminal. Tentu harus
ada pihak yang diseru dengan seruan ini. Umat sepakat bahwa tidak ada
seorang pun dari kalangan rakyat yang berhak menegakkanhudud terhadap
para pelaku kriminal. Bahkan umat sepakat bahwa tidak boleh (haram)
penegakan hudud atas orang merdeka pelaku kriminal kecuali oleh imam
(khalifah). Taklif ini merupakan taklif jazim (tegas). Tak mungkin
keluar dari ikatan taklif ini kecuali ketika ada imam (khalifah). Saat
kewajiban itu tidak tertunaikan kecuali dengan keberadaan seorang imam
(khalifah)—padahal itu masih dalam batas kemampuan mukallaf—maka
keberadaan imam (khalifah) adalah wajib. Karena itu perkara ini
memastikan kewajiban untuk mengangkat seorang imam (khalifah).”
Imam ‘Alauddin al-Kasani al-Hanafi dalam Badâ’iu ash-Shanâ’i (xiv/406)
juga menyatakan: “Mengangkat Al-Imam al-A’zham (khalifah) adalah fardhu
tanpa ada perbedaan di antara ahlul-haq. Dalam hal ini, perbedaan
sebagian kalangan Qadariyah tidak ada nilainya. Pasalnya, Sahabat
radhiyalLah ‘anhum telah berijmak atas (kewajiban penegakan, red.)
Khilafah…”
Imam an-Nawawi di dalam Syarhu Shahîh Muslim (vi/291)
pun menegaskan: “Para ulama sepakat bahwa wajib atas kaum Muslim untuk
mengangkat khalifah. Kewajiban mengangkat khalifah itu berdasarkan
syariah, bukan berdasarkan akal. Adapun yang diceritakan dari al-‘Asham
bahwa dia mengatakan Khilafah tidak wajib, juga dari selain dia bahwa
Khilafah itu wajib menurut akal dan bukan syariah, maka kedua perkataan
ini adalah batil.”
Syaikh Manshur al-Buhuti al-Hanbali dalam
Kasysyaf al-Qinâ’ ‘an Matn al-Iqnâ’ (xxi/61) juga menegaskan:
“Mengangkat Al-Imam al-A’zham (khalifah) bagi kaum Muslim adalah fardhu
kifayah. Pasalnya, manusia memerlukan itu untuk menjaga kesucian dan
mempertahankan wilayah, menegakkan hudud, menunaikan hak-hak,
memerintahkan kemakrufan dan melarang kemungkaran.”
Bahkan Imam
Ibn Hajar al-Haytsami di dalam Ash-Shawâ’iq al-Muhriqah (i/25)
menegaskan: “Ketahuilah juga bahwa sesungguhnya para Sahabat radhiyalLah
‘anhum telah berijmak bahwa mengangkat imam (khalifah) setelah lewatnya
zaman kenabian adalah wajib. Mereka bahkan menjadikan kewajiban ini
sebagai salah satu kewajiban yang paling penting (min ahammi
al-wâjibât). Buktinya, mereka lebih menyibukkan diri untuk memilih dan
mengangkat khalifah daripada menguburkan jenazah Rasulullah saw.
Perbedaan mereka dalam menentukan (siapa yang menjadi khalifah) tidak
menodai ijmak yang telah disebutkan itu.”
Harus Mengikuti Manhaj Kenabian
Khilafah yang dikehendaki oleh syariah itu adalah Khilafah yang
mengikuti manhaj kenabian. Islam telah menjelaskan metode pelaksanaan
berbagai kewajiban, termasuk kewajiban menegakkan Khilafah ini. Karena
itu menegakkan Khilafah‘ala minhaj an-Nubuwwah juga harus terikat dengan
metode yang telah dijelaskan oleh Rasul saw. dalam sirah beliau. Metode
ini merupakan hukum syariah yang wajib diikuti.
Di antara ketentuan metode itu adalah bahwa negeri tempat Khilafah ditegakkan haruslah memenuhi empat kriteria:
1. kekuasaan di wilayah itu haruslah otonom bersandar kepada kaum Muslim.
2. Keamanannya harus terjamin dengan keamanan kaum Muslim. Perlindungan di dalam dan luar negeri harus pula dengan perlindungan Islam, berasal dari kekuatan kaum Muslim sebagai kekuatan Islam saja.
3. Orang yang dibaiat menjadi khalifah harus memenuhi syarat in’iqad (legal).
4. Segera secara langsung menerapkan syariah Islam secara keseluruhan dan mengemban dakwah Islam. Artinya, Khalifah yang dibaiat itu harus berada di tengah-tengah rakyat (tidak terus bersembunyi); memelihara urusan mereka, menyelesaikan problem mereka serta melaksanakan tugas pemerintahan dan ri’ayah seluruhnya sebagaimana yang disyariatkan.
2. Keamanannya harus terjamin dengan keamanan kaum Muslim. Perlindungan di dalam dan luar negeri harus pula dengan perlindungan Islam, berasal dari kekuatan kaum Muslim sebagai kekuatan Islam saja.
3. Orang yang dibaiat menjadi khalifah harus memenuhi syarat in’iqad (legal).
4. Segera secara langsung menerapkan syariah Islam secara keseluruhan dan mengemban dakwah Islam. Artinya, Khalifah yang dibaiat itu harus berada di tengah-tengah rakyat (tidak terus bersembunyi); memelihara urusan mereka, menyelesaikan problem mereka serta melaksanakan tugas pemerintahan dan ri’ayah seluruhnya sebagaimana yang disyariatkan.
Keempat kriteria itu belum terpenuhi pada khilafah yang telah diklaim
deklarasinya oleh ISIS. Karena itu khilafah ala ISIS tidak bisa dianggap
sebagai khilafah yang syar’i. Konsekuensinya, semua hak dan kewajiban
syar’i terkait khilafah itu juga belum bisa direalisasi. Dengan kata
lain, Khilafah yang syar’i belum terwujud.
Khilafah adalah
kewajiban terpenting. Karena itu kaum Muslim wajib turut serta aktif
dalam menegakkan Khilafah. Mereka tidak boleh menjauhi, menolak apalagi
sampai menghalangi upaya penegakan Khilafah. Tindak demikian merupakan
dosa besar.
Hanya saja, upaya penegakan Khilafah tetap harus
mengikuti metode yang telah digariskan oleh Rasulullah saw. untuk kita,
yakni melalui dakwah fikriyah wa siyasiyah (pemikiran dan politik) tanpa
kekerasan. Caranya adalah melalui aktivitas pembinaan dan pengkaderan,
berinteraksi bersama umat dan thalab an-nushrah (menggalang dukungan
para pemilik kekuasaan). Perjuangan itu pasti berhasil pada saatnya
karena itu merupakan janji Allah. Allah SWT berfirman:
﴿وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ…﴾
Allah telah berjanji kepada orang-orang beriman dan beramal salih di
antara kalian bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa
di muka bumi… (TQS an-Nur [24]: 55).
Ketika kekuasaan Islam
terwujud, ia akan menebarkan rahmat. Sayyid Quthub di dalam Fî Zhilâl
al-Qur’ân menjelaskan: “Sesungguhnya dijadikan berkuasa di muka bumi itu
adalah kemampuan untuk membangun dan memperbaiki, bukan menghancurkan
dan merusak; kemampuan mewujudkan keadilan dan ketententeraman, bukan
kezaliman dan penindasan; kemampuan meninggikan jiwa manusiawi dan
sistem manusiawi, bukan untuk membenamkan individu dan komunitas pada
derajat hewan…” WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [Al-Islam edisi 717, 19 Syawal 1435 H-15 Agustus 2014 M]
Posting Komentar untuk "Khilafah: Ajaran Islam, Bukan Kejahatan"