Melek Khilafah
Janganlah habiskan energi bicara
tentang ISIS karena tidak mustahil masalah ini diangkat supaya kita lupa
dan tidak lagi peduli terhadap masalah Pilpres yang banyak mengandung
masalah dan ketidakadilan.”
Itu bunyi SMS yang saya peroleh
akhir-akhir Juli 2014 dari Bendahara PP Muhammadiyah, Anwar Abbas. Saya
pikir pernyataan tersebut bukan tanpa alasan. Betapa tidak, isu ini
terus-menerus didengungkan lewat media massa. Berbagai organisasi
mengeluarkan pernyataan sikap. Sayang, secara umum pernyataan tersebut
tidak spesifik; dimaknai sesuai kepentingan masing-masing. Sekadar
contoh, pernyataan ‘paham ISIS haram’ dan ‘ideologi ISIS berbahaya’;
tanpa dijelaskan apa yang dimaksud dengan ‘paham’ dan ‘ideologi’
tersebut.
Opini pun berkembang liar. Salah seorang
saudara saya bahkan merasa khawatir karena anaknya mengenakan jilbab
berwarna hitam. “Takut kena paham ISIS,” katanya.
Di antara dampak opini tersebut adalah
upaya ‘meng-ISIS-kan’ kelompok yang menyuarakan Islam. Untungnya, banyak
pihak yang justru melakukan klarifikasi dan tidak mudah menelan opini.
Pada saat menghadiri milad MUI pada 29 Ramadhan 1435H lalu, saya
mendapat pertanyaan bernada serupa dari beberapa tokoh. “Bagaimana nih dengan khalifah barunya?” Tanya Amin Lubis, Ketua Perti, kepada saya.
Ketua Persatuan Umat Islam (PUI), Iing
Sholihin, berkata dengan sedikit canda, “Saya kira sudah ke Irak dan
Syam. Ternyata, masih di sini.”
Pada saat ada pertemuan Forum Ukhuwah
Islamiyah di kantor MUI (7/8/2014) tentang ISIS saya diguyoni oleh
Djauhari Syamsuddin. Ketua Umum Sarikat Islam itu berkata, “Nah, ini
adalah gawe beliau.” (sambil menepuk-nepuk pundak saya).
Ketua PBNU Slamet Effendi Yusuf pernah
juga menanyakan sikap Hizbut Tahrir Indonesia terhadap ISIS ini. “Sejak
hari-hari pertama Hizbut Tahrir telah mengeluarkan sikap resmi. Dapat
dibaca di website resminya.” Itu jawaban awal yang bisa saya katakan.
Saya juga berupaya untuk menjelaskan
bagaimana sikap Hizbut Tahrir dan menegaskan bahwa itulah yang
semestinya dijadikan pegangan sikap umat Islam. Jawaban saya kepada
beberapa pimpinan organisasi Islam tersebut saya sampaikan juga dalam
Forum Ukhuwah Islamiyah di kantor MUI. “Pasca meninggalnya Osama bin
Laden yang dianggap teroris oleh Barat, isu terorisme memudar. Tidak
laku. Jangan sampai kasus ISIS ditarik ke sana ke mari sehingga semua
hal berbau Islam dengan mudah diberi stigma sebagai paham ISIS. Orang
yang pro syariah dituding berpaham ISIS. Pihak yang setuju dengan perda
syariah dengan mudah dituduh menyebarkan paham ISIS. Jangan sampai isu
ISIS dijadikan alat untuk menjauhkan Islam dari umat Islam,” ungkap
saya.
Jadi, hal pertama yang harus menjadi sikap dasar kita adalah proporsional, waspada dan hati-hati.
Di hadapan para pimpinan ormas Islam
saya sampaikan, “Jangan sampai pula penolakan terhadap ISIS yang
mendeklarasikan Khilafah dengan cara kekerasan menjadikan kita menolak
hadis-hadis Nabi Muhammad saw. tentang Khilafah. Tidak kurang dari 39
hadis Rasulullah saw. berbicara tentang Khilafah. Perlu dibedakan antara
tindak kekerasan ISIS dengan ide khilafah sebagai gagasan yang berasal
dari Islam yang disampaikan oleh Rasulullah Muhammad saw. Penting
hati-hati, jangan sampai isu ISIS dijadikan sebagai alat monsterisasi
syariah dan Khilafah.”
Untuk menegaskan sikap HTI saya menyampaikan, “HTI memandang Khilafah yang diproklamirkan oleh ISIS tidak sah secara syar’i. Alasannya, metode yang digunakan bukan metode Rasulullah saw. dalam mendirikan negara (dawlah).
Rasulullah saw. tidak menempuh jalan kekerasan, apalagi menghancurkan
masjid, melakukan pembunuhan, dsb. Selain itu, wilayah dan kekuasaan
yang nyata (sulthan dzatiyan) tidak ada karena ada dalam
wilayah konflik. Keamanan dalam dan luar negeri pun tidak berada di
tangan kaum Muslim. Bahkan ‘Khalifah’ ISIS dibaiat hanya oleh anggota
milisinya, bukan penduduk sekitar. Padahal dulu Rasulullah saw. dibaiat
oleh kalangan Anshar tempat beliau berhijrah. Jadi, ISIS tetap sebagai
milisi bersenjata dan bukan Khilafah.”
Namun, tetap saja upaya memelintir terjadi. Pada running text
sebuah TV Swasta dituliskan bahwa Ketua MUI Anwar Abbas mengatakan
“ISIS yang mendeklarasikan Khilafah sebagaimana yang diperjuangkan oleh
Hizbut Tahrir harus dilarang.”
Saya pun segera menelepon beliau tentang hal tersebut. “Cobalah lihat dulu di Youtube. Nanti setelah melihat baru telepon lagi,” ujar Pak Anwar.
Saya segera mencari rekamannya di Youtube. Ternyata, pernyataan Bendahara PP Muhammadiyah tersebut berbunyi: “Hizbut
Tahrir Indonesia yang paling getol menyuarakan Khilafah menolak
Khilafah ISIS karena cara yang ditempuhnya kekerasan, pembunuhan,
penghancuran masjid, dsb.” (7/8/2014).
Tampak, upaya penyimpangan informasi terus terjadi.
Bandul politik pun terus berubah.
Sebelumnya Ketua MUI Jawa Tengah mengeluarkan fatwa “Paham ISIS haram”
tanpa ada batasan apa yang dimaksud olehnya. Namun kemudian, tokoh NU
sekaligus Wakil Ketua Umum MUI, KH Ma’ruf Amin justru mengatakan
(7/8/2014), “Khilafah masih dalam perdebatan sebab dapat diartikan
secara institusi maupun dimaknai dari semangatnya. Artinya, semangat
Khilafah yang ingin menciptakan kepemimpinan yang ikhlas dan jujur
adalah sebuah tujuan yang mulia.”
Pada seminar di Kementrian Agama
(14/8/2014), Wakil Menteri Agama Prof. Dr. Nazaruddin Umar menyatakan,
“Jangan karena ISIS membawa gagasan syariah Islam lalu semua yang
membawa gagasan syariah Islam dianggap sebagai ISIS. Begitu juga
simbol-simbol Islam yang lain, seperti bendera dll. Jangan sembarangan
meng-ISIS-kan yang bukan ISIS karena bisa merugikan kita sendiri.”
Pada kesempatan tersebut, delegasi dari
Lajnah Fa’aliyah DPP HTI menyatakan jangan sampai isu ini dijadikan oleh
pihak tertentu untuk monsterisasi dan kriminalisasi syariah dan
Khilafah. Merespon hal itu, Kepala BNPT Drs. Ansyaad Mbai menyatakan,
“Kita tidak memusuhi Khilafah yang diusung HTI. Khilafah itu milik kita
juga. Sama dengan Sultan, Khalifah, Amir dll itu milik kita dan kita
tidak memusuhinya. Yang kita musuhi itu para pelaku teror yang
melanggar hukum.”
Persoalan berikutnya adalah apa dan bagaimana Khilafah itu. Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin, sebagaimana dikutip Detik.com
(9/8/2014), menyatakan, “Terkait dengan konsep Khilafah, perlu kita
pahami secara lebih utuh. Oleh karenanya MUI, punya tanggung jawab yang
sama, bagaimana dalam konsep Khilafah ini, bagaimana relevansi dan
urgensinya dalam ke-Indonesia-an kita yang majemuk dan beragam.”
Jadi, perkara yang sejatinya
diperbincangkan bukanlah ISIS, melainkan apa Khilafah itu, metode yang
diajarkan oleh Rasulullah saw. untuk mewujudkannya dan bagaimana
Khilafah memberikan solusi bagi permasalahan lokal maupun internasional
yang dihadapi oleh umat Islam. Dengan penjelasan yang tegas dan syar’i, insya Allah umat akan memahami apa itu Khilafah sesuai ajaran Islam. Umat akan melek Khilafah. [Muhammad Rahmat Kurnia; DPP Hizbut Tahrir Indonesia]
Posting Komentar untuk "Melek Khilafah"