Berikut Tanda-Tanda Orang Yang Meraih Keberuntungan Di Akhirat
Tentunya anda ingin menjadi orang yang beruntung di akhirat. Orang yang mendapat ridha Allah Swt, orang yang mendapat  rahmat dan surga Allah Swt. Sesungguhnya tempat kembali manusia kelak hanya ada dua tempat, surga dan neraka. Surga adalah hadiah Allah Swt. bagi  orang-orang yang beruntung dan neraka adalah hadiah Allah bagi orang-orang yang celaka. Dan sesungguhnya orang-orang yang beruntung itu memiliki tanda-tanda di dunia ini. Siapakah mereka. Simak ulasan Ust. Rochmat S Labib berikut :
Tafsir QS al-Insyiqaq [84]: 7-9
فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ، فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا، وَيَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُورًا،
Adapun orang yang diberi kitabnya 
dari sebelah kanannya akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah dan 
akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira (QS al-Insyiqaq [84]: 7-9).
Dalam ayat sebelumnya diberitakan 
tentang beberapa peristiwa yang terjadi pada Hari Kiamat. Langit 
terbelah. Bumi diratakan dan diluaskan. Semua makhluk mendengar dan 
tunduk terhadap perintah Allah SWT, Tuhan dan Pencipta mereka.
Kemudian diterangkan pula bahwa manusia 
yang bekerja keras dalam hidupnya akan menjumpai Tuhannya. Ini adalah 
kejadian yang tidak bisa dielakkan oleh manusia. Ketika itu manusia akan
 diberi balasan atas perbuatan yang dilakukan di dunia.
Inilah yang diberitakan dalam ayat ini. 
Ada sebagian yang mendapatkan keberuntungan dan kebahagiaan. Sebagian 
lainnya sengsara dan celaka. Ayat-ayat yang akan dikupas di bawah ini 
adalah golongan manusia yang mendapatkan keberuntungan dan kebahagiaan.
Allah SWT berfirman: Fa ammâ man ûtiya kitâbahu bi yamînihi (Adapun
 orang yang diberi kitabnya dari sebelah kanannya). Di antara peristiwa 
penting pada Hari Kiamat adalah pemberian kitab amal kepada seluruh 
manusia. Ini diberitakan dalam beberapa ayat. Dalam QS al-Jatsiyah [45]:
 28, misalnya. Inilah kitâb yang dimaksud ayat ini. Dikatakan 
al-Biqa’i, kitab tersebut merupakan lembaran perhitungan yang dicatat 
malaikat.1 Di dalamnya berisi catatan seluruh amal manusia, baik yang 
besar maupun yang kecil. Tidak ditambah ataupun dikurangi.
Dalam ayat lainnya (QS al-Kahfi [18]: 
49), Allah SWT memberitakan tentang nasib orang yang diberikan kitab 
amalnya dari sebelah kanan. Mereka adalah orang-orang Mukmin. Demikian 
menurut al-Qurthubi, asy-Syaukani, al-Qinuji, Ibnu Athiyah dan 
as-Samarqandi.2 Atau seperti dikatakan al-Biqa’i, mereka adalah 
orang-orang Mukmin yang taat.3 Dikatakan al-Qurthubi, pemberian catatan 
amal dari sebelah kanan ini merupakan pertanda kesuksesan.4
Kemudian diberitakan: Fasawfa yuhâsabu hisâb[an] yasîr[an](dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah). Menurut ar-Razi, kata sawfa yang
 berasal dari Allah merupakan sesuatu yang wajib.5Oleh karena itu, 
setelah mendapatkan kitab atau catatan amal dari sebelah kanan, dia 
dipastikan akan diperiksa dengan hisâb yasîr (perhitungan atau pemeriksaan yang ringan).
Dijelaskan al-Qurthubi, yang dimaksud dengan hisâb yasîr adalah lâ munâqasyah fîh (tidak ada perdebatan di dalamnya).6 Ibnu Katsir memaknai kata ini sebagai sahl[an] bi lâ ta’sîr (mudah
 tanpa ada kesulitan). Tidak ada pemeriksaan terhadap amalnya secara 
mendetail pada seluruh amalnya. Sebab, orang yang dihisab seperti itu 
(yakni dengan mendetail), dia celaka.7
Al-Qinuji juga menafsirkan kata ini dengan sahl[an] hayyin[an] lâ munâqasyah fîh (mudah, ringan, tanpa ada perdebatan). Mufassir tersebut lantas mengutip perkataan Muqatil, “Karena diampuni dosa-dosanya dan tidak dihisab atasnya.”8
Penjelasan senada, dengan sedikit 
perbedaan redaksional, juga dinyatakan oleh an-Nasafi, al-Baidhawi, 
asy-Syaukani dan as-Samarqandi.9
Tentang hisab yang ringan, Ibnu Jarir ath-Thabari menafsirkan, “Dengan dilihat amal-amalnya, lalu diampuni keburukannya dan diberi balasan atas kebaikannya.”10
Diterangkan pula oleh ar-Razi dan al-Khazin, hisâb yasîr
 adalah diperlihatkan kepada dia amal-amalnya sehingga dia mengetahui 
ketaatan dan kemaksiatan. Kemudian dia diberi pahala atas ketaatan dan 
diampuni kemaksiatannya. Menurut ar-Razi, inilah yang dimaksud dengan 
hisab yang ringan. Sebab, tidak ada kesulitan di dalamnya bagi 
pelakunya. Tidak ada perdebatan. Tidak pula dikatakan kepada dia, “Mengapa kamu tidak mengerjakan ini?” Tidak
 dituntut ada alasan dan argumentasi atas dirinya. Pasalnya, 
sesungguhnya ketika hal itu dituntut, niscaya tidak akan ada alasan dan 
argumen sehingga terbuka aibnya.11
Penjelasan para mufassir tersebut berdasarkan beberapa hadis. Aisyah ra. berkata: Aku mendengar Nabi saw. berdoa dalam sebagian shalatnya:
اللَّهُمَّ حَاسِبْنِي حِسَابًا يَسِيرًا 
فَلَمَّا انْصَرَفَ، قُلْتُ : يَا نَبِيَّ اللهِ، مَا الْحِسَابُ 
الْيَسِيرُ؟ قَالَ: أَنْ يَنْظُرَ فِي كِتَابِهِ فَيَتَجَاوَزَ عَنْهُ، 
إِنَّهُ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَوْمَئِذٍ يَا عَائِشَة هَلَكَ، وَكُلُّ 
مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ، يُكَفِّرُ الله عَزَّ وَجَلَّ بِهِ عَنْهُ، 
حَتَّى الشَّوْكَة تَشُوْكُهُ
“Ya Allah, hisablah aku dengan 
hisab yang mudah.” Ketika beliau selesai shalat, aku bertanya, “Ya 
NabiyyalLah, apakah yang dimaksud dengan hisab yang mudah itu?” Beliau 
menjawab, “Dia melihat catatan amal hamba-Nya lalu memaafkannya. 
Sesungguh-nya orang yang dipertanyakan hisabnya pada saat itu wahai 
‘Aisyah, pasti celaka. Apa pun yang menimpa seorang Mukmin, Allah 
menghapus kesalahan darinya (karena musibah itu) meskipun hanya duri 
yang melukai dirinya.” (HR Ahmad).
Aisyah ra. juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ قَالَتْ عَائِشَة 
فَقُلْتُ أَوَلَيْسَ يَقُولُ اللهُ تَعَالَى فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا 
يَسِيرًا قَالَتْ فَقَالَ إِنَّمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ
 الْحِسَابَ يَهْلِكْ
Siapa saja yang dihisab, ia akan 
diazab.” Aku lalu bertanya, “Bukankah Allah SWT berfirman: Dia akan 
dihisab dengan hisab yang mudah?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya itu 
hanyalah dibeberkan (amalnya, dimaafkan). Namun, siapa saja yang 
dipertanyakan dalam hisabnya, ia akan celaka.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Rasulullah saw. juga bersabda:
إِنَّ الله يُدْنِى الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ 
عَلَيْهِ كَنَفَهُ، وَيَسْتُرُه فَيَقُولُ: أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ 
أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ فَيَقُولُ: نَعَمْ أَىْ رَبِّ. حَتَّى إِذَا 
قَرَّرَهُ بِذُنُوبِهِ وَرَأَى فِى نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ قَالَ: 
سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِى الدُّنْيَا، وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ.
 فَيُعْطَى كِتَابَ حَسَنَاتِهِ، وَأَمَّا الْكَافِرُ وَالْمُنَافِقُونَ 
فَيَقُولُ الأَشْهَادُ هَؤُلاَءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى رَبّهِمْ ، 
أَلاَ لَعْنَة الله عَلَى الظَّالِمِينَ
Sesungguhnya Allah akan mendekatkan 
orang Mukmin, lalu Dia meletakkan tirai-Nya dan menutupinya, dan 
bertanya, “Apakah kamu mengetahui dosa ini? Apakah kamu mengetahui dosa 
ini?” Orang yang ditanya menjawab, “Ya, wahai Tuhanku.” Ketika ia telah 
mengakui dosa-dosanya dan merasakan bahwa dirinya akan binasa, Allah 
berfirman, “Aku telah menutupi dosamu di dunia dan Aku akan 
mengampuninya pada hari ini.” Lalu ia diberi catatan amal kebaikannya. 
Adapun orang-orang kafir dan munafik, maka para saksi berkata (di 
hadapan seluruh manusia), “Merekalah orang-orang yang mendustakan Tuhan 
mereka.” Ingatlah! Sesungguhnya laknat Allah ditimpakan kepada 
orang-orang yang zalim (HR al-Bukhari dan Muslim).
Allah SWT berfirman: wa yanqalibu ilâ ahli masrûr[an] (dan
 dia akan kembali kepada kaumnya [yang sama-sama beriman] dengan 
gembira). Setelah hisab yang ringan, dia kembali kepada keluarganya di 
surga dalam keadaan gembira.
Ada beberapa penjelasan tentang makna al-ahl (keluarga) di sini. Menurut al-Qurthubi, ahlihi (keluarganya)
 adalah istri-istrinya di surga dari kalangan bidadari.12 Qatadah juga 
mengatakan bahwa itu adalah keluarganya yang disiapkan Allah bagi 
dirinya di surga.13
Dikatakan Ibnu Juzyi al-Kalbi, pengertian al-ahl (keluarga)
 adalah istri-istrinya di surga, baik istrinya semasa di dunia maupun 
para bidadari.14 Penjelasan senada juga dikemuka-kan Ibnu Athiyah.15
Menurut al-Jazairi, di samping para 
bidadari dan wanita Mukminah, termasuk pula anak-cucunya yang salih. 
Mereka semua dikumpulkan oleh Allah SWT karena kemuliaan mereka QS 
al-Thur [52]: 21.16
Bahkan selain istri, bidadari, keluarga yang Mukmin, menurut Abu Hayyan juga kaum Mukmin. Sebab, mereka semua adalah ahlu îmân.17
 Mereka kembali kepada keluarganya di surga dalam keadaan senang dan 
gembira. Mereka bergembira lantaran selamat dari siksa dan memperoleh 
kemenangan dan pahala.18
Kitab Amal dan Balasan kepada Pelakunya
Terdapat banyak pelajaran penting yang terkandung dalam ayat ini. Pertama:
 adanya kitab yang berisi catatan amal manusia selama hidup di dunia. 
Ini merupakan perkara cabang dari iman kepada Hari Kiamat yang wajib 
diyakini. Dalam ayat ini terang disebutkan: Faman ûtiya kitâbahu (siapa
 saja yang diberi kitabnya). Selain ayat ini, adanya kitab yang berisi 
catatan amal perbuatan manusia disebutkan dalam banyak ayat seperti QS 
al-Isra’ [17]: 13-14 dan 71, al-Kahfi [18]: 49, al-Jatsiyah [45]: 28, 
al-Haqqah [69]: 19 dan 25, al-Muthaffifin [83]: 7 dan 18, dan lain-lain.
Dalam al-Quran diberitakan, kadang 
pencatatan amal itu dinisbahkan kepada Allah SWT, seperti disebutkan 
dalam QS Ali Imran [3]: 181, Maryam [19]: 79, al-Anbiya [21]: 94, dan 
Yasin [36]: 21; kadang dinisbahkan kepada malaikat, seperti dalam QS Qaf
 [50]: 17-18. Di dalam QS al-Infithar [82]: 12 juga disebutkan tentang 
adanya para malaikat yang mulia yang bertugas sebagai pencatat: kirâm[an] kâtibîn.
Selain itu, banyak hadis yang 
memberitakan adanya malaikat yang mencatat amal perbuatan manusia. Para 
malaikat yang ditugaskan untuk mencatat itu mengerjakan tugasnya dengan 
amanah, amat teliti, dan detail. Sebagaimana diberitakan dalam QS 
al-Kahfi [18]: 49, semua amal yang telah diperbuat manusia tercatat di 
situ, baik yang besar maupun yang kecil. Tidak ada yang ditinggalkan 
(Lihat: QS al-Qamar [54]: 52-53)
Kedua: kitab yang berisi 
catatan amal tersebut akan diserahkan kepada manusia pada Hari Kiamat. 
Di dalam ayat ini diberitakan bahwa pemberian kitab tersebut setelah 
peristiwa terbelahnya langit dan diratakan serta diluaskan bumi. Dengan 
kata lain, peristiwa itu terjadi pada Hari Kiamat. Selain ayat ini, juga
 diberitakan dalam ayat lain (Lihat, misalnya: QS az-Zumar [39]: 69).
Ketiga: cara penyerahan kitab catatan amal itu menjadi pertanda nasib penerimanya. Firman Allah SWT: fasawfa yuhâsabu hisâb[an] yasîr[an] jelas
 menunjukkan kesimpulan tersebut.Orang yang diberi kitab catatan amal 
dari sebelah kanan akan dihisab dengan hisab yang ringan lagi mudah. 
Sebagaimana telah dipaparkan, hisâb yasîr adalah hisab yang 
mudah lagi ringan, tidak diperiksa dan dipertanyakan secara mendetail, 
namun hanya diperlihatkan semua catatan amalnya, kemudian dosa-dosanya 
dimaafkan dan kebaikannya diterima. Menurut Ibnu Zaid, keadaan mereka 
itu sebagaimana diberitakan Allah SWT dalam ayat QS al-Ahqaf [46]: 16).
Setelah mendapatkan kemudahan dalam 
hisab, mereka kemudian dimasukkan ke dalam surga; dipertemukan dengan 
keluarganya di surga. Dalam ayat ini disebutkan: Wa yanqalibu ilâ ahlihi masrûr[an]. Seperti
 yang diterangkan para mufassir, keluarga yang dimaksud bisa para 
bidadari yang disediakan Allah SWT di surga, bisa pula istri mereka di 
dunia yang nasibnya sama-sama masuk surga, dan juga sesama orang-orang 
Mukmin.
Mengenai berbahagianya orang yang diberi
 catatan amal di Hari Kiamat, juga diberitakan dalam QS al-Haqqah [69]: 
19-24. Mereka diberitakan berada dalam kehidupan yang diridhai di dalam 
surga yang tinggi. Di sana terdapat buah-buahan, dan dipersilakan makan 
dengan nikmat.
Semoga kita termasuk dalam golongan orang yang diberikan catatan amal dari sebelah kanan.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb.[Ust. Rokhmat S. Labib, M.E.I.]
Catatan Kaki:
- Al-Biqa’i, Nazhm ad-Durar, vol. 21, 341.
 - Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur‘ân, vol. 19 (Kairo: Dar al-Kutub al-Mshriyyah, 1964), 271; asy-Syaukani, Fat-h al-Qadîr, vol. 5 (Damaskus: Dar Ibnu Katsir, 1994), 493; al-Qinuji, Fat-h al-Bayân, vol. 15 (Beirut: Maktabah al-‘Ashriyyah, 1992), 146; Ibnu Athiyah, Al-Muharrar al-Wajîz, vol. 5 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2001), 457; as-Samarqandi, Bahr al-‘Ulûm, vol. 3 (Beirut: tp.,tt.), 560.
 - Al-Biqa’i, Nazhm ad-Durar, vol. 21 (Kairo: Dar al-Kitab al-Islami, tt.), 341.
 - Lihat: Ash-Shabuni, Shafwat ath-Tafâsîr, vol. 3 (Kairo: Dar ash-Shabuni, 1997), 511.
 - Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, vol. 31 (Beirut: Dar Ihya‘ at-Turats al-‘Arabi, 1420 H), 98.
 - Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur‘ân, vol.
 - Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân, vol. 8 (tt: Dar Thayyibah, 1999), 356.
 - Al-Qinuji, Fat-h al-Bayân, vol. 15, 146
 - An-Nasafi, Madârik at-Tanzîl wa Haqâiq at-Ta‘wîl, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kalim ath-Thayyib, 1998), 620; al-Baidhawi, Anwâr at-Tanzîl wa Asrâr at-Ta‘wîl, vol. 5 (Beirut: Dar Ihya‘ at-Turats al-‘Arabi, 1998), 297; asy-Syaukani, Fat-h al-Qadîr, vol. 5, 493; as-Samarqandi, Bahr al-‘Ulûm, vol. 3, 560.
 - Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, vol. 24 (tt: Muassasah al-Risalah, 2000), 313.
 - Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, vol. 31, 98; al-Khazin, Lubâb at-Ta‘wîl, vol. 4, 408.
 - Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur‘ân, vol. 19, 272.
 - Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur‘ân, vol. 19, 272.
 - Ibnu Juzyi al-Kalbi, At-Tasyhîl li ‘Ulûm at-Tanzîl, vol. 2 (Beirut: Dar al-Arqam bin al-Arqam, 1996), 465.
 - Ibnu Athiyah, Al-Muharrar al-Wajîz, vol. 5, 457.
 - Al-Jazairi, Aysar at-Tafâsîr, vol. 5 (Madinah: Maktabah al-‘Ulum al-Hikam, 2003), 54. Ini juga dikemukakan ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, vol. 31, 98.
 - Abu Hayyan al-Andalusi, Al-Bahr al-Muhîth, vol. 10 (Beirut: Dar al-Fikr, 1420 H), 437.
 - As-Sa’di, Taysîr al-Karîm ar-Rahmân (tt: Muassasah al-Risalah,2000), 917.
 

Posting Komentar untuk "Berikut Tanda-Tanda Orang Yang Meraih Keberuntungan Di Akhirat"