Memahami Hadits Terbaginya Kaum Muslimin Menjadi 73 Golongan
Hadits-hadits yang memberitakan tentang akan terpecahnya umat Islam menjadi lebih dari 70 kelompok
adalah tergolong hadits yang cukup sensitif untuk dibicarakan. Karena
pemahaman yang keliru terhadapnya akan memicu klaim kebenaran oleh
masing-masing kelompok dan klaim sesat terhadap kelompok-kelompok lain, dan pada akhirnya akan berbuntut perpecahan.
Untuk mengawalinya, alangkah baiknya kita perhatikan dulu hadits-hadits tersebut.
عن
عائشة ابنة سعد عن أبيها قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : افترقت
بنو إسرائيل على إحدى وسبعين ملة ، ولن تذهب الليالي والأيام حتى تفترق
أمتي على مثلها ( رواه البزار )
Dari 'Aisyah binti Sa'ad, dari ayahnya berkata, Rasulullah saw bersabda: “Bani Israil telah terpecah menjadi tujuh puluh satu agama, dan tidak akan berlalu malam-malam dan hari-hari (terjadi kiamat) hingga umatku juga terpecah sejumlah itu.” (HR. Al-Bazzar)
عن
أنس قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : إن بنى إسرائيل افترقت على إحدى
وسبعين فرقة وإن أمتى ستفترق على ثنتين وسبعين فرقة كلها فى النار إلا
واحدة وهى الجماعة ( رواه ابن ماجه ، وابن جرير ) قال البوصيرى هذا إسناد
صحيح رجاله ثقات
Dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda: “Sungguh Bani Israil telah terpecah menjadi tujuh puluh satu kelompok, dan sungguh umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh dua kelompok, semuanya masuk neraka kecuali satu, yaitu (yang berpegangteguh pada) jama'ah.” (HR. Ibn Majah dan Ibn Jarir), berkata Al-Bushiri: sanad riwayat ini shahih dengan para periwayat terpercaya.
عن
عوف بن مالك قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : افترقت بنو إسرائيل على
إحدى وسبعين فرقة وتزيد أمتى عليها فرقة ليس فيها فرقة أضر على أمتى من قوم
يقيمون الدين برأيهم فيحلون ما حرم الله ويحرمون ما أحل الله ( رواه
الطبرانى وابن عدي والخطيب وابن عساكر عن عوف بن مالك ) . قال الهيثمى :
رجاله رجال الصحيح
Dari 'Auf bin Malik berkata: Rasulullah saw bersabda: “Bani Israil telah terpecah menjadi tujuh puluh satu kelompok, dan umatku menambahi (jumlah tersebut) satu (menjadi tujuh puluh dua),
tidak ada diantaranya suatu kelompok pun yang lebih berbahaya dari
umatku daripada kaum yang menegakkan agama berdasarkan pendapat mereka,
maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah swt, dan mengharamkan
apa yang dihalalkan Allah swt.” (HR. Thobroni, Ibn 'Adi, Al-Khothib, dan Ibn 'Asakir). Al-Haitsami berkata: para perowinya para perowi hadits shahih.
عن
أنس قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إن بنى إسرائيل تفرقت على إحدى
وسبعين فرقة فهلكت سبعون فرقة وخلصت فرقة واحدة وإن أمتى ستفترق على اثنتين
وسبعين فرقة وتخلص فرقة قيل يا رسول الله من تلك الفرقة قال الجماعة
الجماعة ( رواه أحمد ) قال المناوى : بإسناد حسن
Dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah saw bersabda: “Sungguh
Bani Israil telah terpecah menjadi tujuh puluh satu kelompok, kamudian
tujuh puluh kelompok diantaranya binasa, dan satu kelompok yang selamat,
dan sungguh umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh dua kelompok, hanya satu kelompok yang selamat.” dikatakan: wahai Rasulullah saw, siapa kelompok (yang selamat) tersebut?, beliau menjawab: “(yang berpegangteguh pada) jama'ah jama'ah.” (HR. Ahmad). Berkata Al-Munawi: sanadnya hasan
عن
معاوية قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : إن أهل الكتابين افترقوا فى
دينهم على ثنتين وسبعين ملة وإن هذه الأمة ستفترق على ثلاث وسبعين ملة
وكلها فى النار إلا واحدة وهى الجماعة ( رواه أحمد والطبرانى والحاكم ) قال
المناوى : وإسناد أحمد جيد
Dari Mu'awiyah, Rasulullah saw bersabda:
“Ahli Kitab yang dua (Yahudi dan Nasrani) telah terpecah dalam agama
mereka menjadi tujuh puluh dua agama (aliran). dan sungguh umat ini akan
terpecah menjadi tujuh puluh tiga agama, semuanya masuk neraka kecuali satu, yaitu (yang berpegangteguh pada) jama'ah.” (HR. Ahmad, Ath-Thobaroni, dan Al-Hakim) Al-Munawi berkata: sanad milik Ahmad kuat
عن
معاوية قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ألا إن من قبلكم من أهل
الكتاب افترقوا على ثنتين وسبعين ملة وإن هذه الملة ستفترق على ثلاث وسبعين
ثنتان وسبعون فى النار وواحدة فى الجنة وهى الجماعة ( أخرجه أبو داود
والدارمي )
Dari Mu'awiyah berkata, Rasulullah saw bersabda: “Ketahuilah
siapa-siapa dari Ahli Kitab sebelum kalian telah terpecah menjadi tujuh
puluh dua agama (aliran), dan sungguh millah ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga
kelompok, tujuh puluh dua diantaranya masuk neraka, sedangkan satu
kelompok masuk surga, mereka itu (yang berpegangteguh pada) jama'ah.” (HR. Abu Dawud dan Ad-Darimi)
عن
عبد الله بن عمرو قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ليأتين على أمتي
ما أتى على بني إسرائيل حذو النعل بالنعل حتى إن كان منهم من أتى أمه
علانية لكان في أمتي من يصنع ذلك وإن بني إسرائيل تفرقت على ثنتين وسبعين
ملة وتفترق أمتي على ثلاث وسبعين ملة كلهم في النار إلا ملة واحدة قالوا
ومن هي يا رسول الله قال ما أنا عليه وأصحابي ( رواه الترمذى ) . قال أبو
عيسى هذا حديث حسن غريب
Dari Abdullah bin Amru berkata, Rasulullah saw bersabda: “Akan
datang atas umatku apa yang telah datang atas Bani Israil sejengkal
demi sejengkal, hingga jika diantara mereka ada yang menzinahi ibunya
secara terang-terangan maka di umatku juga akan ada yang melakukannya,
dan sungguh Bani Israil itu telah terpecah menjadi tujuh puluh dua agama
(aliran), dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga agama, semuanya masuk neraka kecuali satu agama.” Para sahabat bertanya: agama apa itu wahai Rasulullah?, Beliau menjawab: “Apa yang aku dan para sahabatku berpijak di atasnya.” (HR. At-Tirmidzi) berkata Abu 'Isa: hadits ini hasan ghorib
عن
أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال تفرقت اليهود على إحدى
وسبعين أو اثنتين وسبعين فرقة والنصارى مثل ذلك وتفترق أمتي على ثلاث
وسبعين فرقة . ( رواه الترمذى ) قال أبو عيسى حديث أبي هريرة حديث حسن صحيح
Dari
Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Umat Yahudi telah
terpecah menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua kelompok, umat
Nasrani telah terpecah sejumlah itu, dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok.” (HR. At-Tirmidzi) berkata Abu ‘Isa: hadits Abu Hurairah ini adalah hadits Hasan Shahih
عن
عوف بن مالك رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
ستفترق أمتي على بضع وسبعين فرقة أعظمها فرقة قوم يقيسون الأمور برأيهم
فيحرمون الحلال ويحللون الحرام . ( رواه الحاكم ) وقال : هذا حديث صحيح على
شرط الشيخين ولم يخرجاه
Dari Auf bin Malik ra berkata, Rasulullah saw bersabda: “Umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh sekian
kelompok, kelompok yang paling besar diantaranya kaum yang mengukur
segala perkara dengan akal mereka, maka mereka mengharamkan yang halal
dan menghalalkan yang haram.” (HR. Al-Hakim). Al-Hakim berkata: hadits ini shahih berdasarkan syarat Bukhori dan Muslim meski keduanya tidak mengeluarkannya.
Berikut point-point yang bisa dipahami dari hadits-hadits di atas:
- Hadits-hadits tersebut berbicara tentang perpecahan yang telah terjadi pada tubuh umat Yahudi dan Nasrani, dan perpecahan yang akan terjadi pada tubuh umat Islam.
Sebagian orang ada yang beranggapan bahwa yang dimaksud ummatiy (ummatku) atau haadzihi-l-ummah (ummat
ini) adalah seluruh manusia sejak kerasulan Nabi Muhammad saw hingga
hari kiamat, dengan asumsi bahwa Beliau adalah Nabi dan Rasul untuk
seluruh umat manusia. Sehingga 70 sekian kelompok yang masuk neraka
adalah umat-umat non muslim yang tidak menerima risalah beliau, sedangkan satu kelompok yang selamat adalah umat Islam. Penafsiran ini kurang tepat dari beberapa aspek:
a. Dalam hadits-hadits tersebut Rasulullah saw kadang kala menggunakan lafazh ummatiy (ummatku) dan kadang kala menggunakan lafazh haadzihi-l-ummah (ummat ini). Yaitu lafazh yang lazim Beliau gunakan untuk menyebut umat Islam, sebagaimana pada riwayat-riwayat berikut.
عن
أبي هريرة قال إني سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول : إن أمتي يدعون
يوم القيامة غرا محجلين من آثار الوضوء فمن استطاع منكم أن يطيل غرته
فليفعل . ( رواه البخاري )
Dari Abi Hurairah berkata, aku mendengar Nabi saw bersabda: Sesungguhnya umatku
dipanggil di hari kiamat kelak dalam keadaan belang bercahaya karena
bekas wudhu’, barang siapa diantara kalian yang bisa memperpanjang
belangnya, maka hendaknya dia melakukannya. (HR. Al-Bukhari)
عن
عبد الله بن بريدة عن أبيه ان النبي صلى الله عليه و سلم قال : أهل الجنة
عشرون ومائة صف وهذه الأمة من ذلك ثمانون صفا . ( رواه أحمد بن حنبل ) .
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح
Dari Abdullah bin Buraidah, dari Bapaknya, bahwa Nabi saw bersabda: Penghuni surga terdiri dari seratus dua puluh shaff, dan umat ini menempati delapan puluh shaff diantaranya. (HR. Ahmad) Syu’aib Al-Arna’uth: sanadnya Shahih
b. Dalam riwayat lainnya Rasulullah saw menggunakan lafazh haadzihi-l-millah, sedangkan lafazh al-millah itu sendiri artinya adalah agama atau syari’atnya (Lihat Ibnu Manzhur, Lisaan Al-‘Arab, 11/628). Maka tentu jelas yang dimaksud adalah al-millah al-islamiyyah (agama Islam) bukan yang lainnya. Diperkuat hadits Nabi saw:
عن
أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ما من مولود يولد الا
على هذه الملة حتى يبين عنه لسانه فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو يشركانه (
رواه مسلم وأحمد )
Dari Abu Hurairah ra beliau berkata, Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah
seorang anak yang terlahir kecuali ia berada di atas millah (agama)
ini, hingga lisannya bisa menjelaskan agamanya sendiri. Maka kedua orang
tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Musyrik.” (HR. Muslim dan Ahmad). Riwayat lain menyebutkan al-fithrah, yaitu Islam.
c.
Jika memang yang maksud umat Muhammad saw di hadits-hadits tersebut
adalah semua manusia, tentu termasuk juga di dalamnya adalah kaum Yahudi
dan Nasrani yang masih terus ada hingga saat ini. Sedangkan menurut
pemberitaan Nabi saw sendiri, bahwa masing-masing dari keduanya sudah
terpecah menjadi 70 kelompok lebih, sehingga jika digabungkan maka perpecahan sudah mencapai 140 kelompok lebih, sedangkan umat Beliau dikatakan akan terpecah menjadi 70 sekian kelompok saja.
- Perbedaan antara kelompok yang akan masuk neraka dan kelompok yang akan masuk surga adalah perbedaan dalam perkara pokok (ushuul), baik di bidang Akidah maupun Syari’ah, bukan perbedaan dalam perkara cabang (furuu’). Hal itu ditandai dengan adanya redaksi-redaksi yang artinya:
“… dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga millah (agama), semuanya masuk neraka kecuali satu millah (agama). …”
“… tidak ada diantaranya suatu kelompok pun yang lebih berbahaya dari umatku daripada kaum yang menegakkan agama berdasarkan akal mereka, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah swt, dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah swt.”
“…kelompok yang paling besar diantaranya kaum yang mengukur segala perkara dengan akal mereka, maka mereka mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram.”
“…
hingga jika diantara mereka (Bani Israil) ada yang menzinahi ibunya
secara terang-terangan maka di umatku juga akan ada yang melakukannya.”
Artinya,
kelompok-kelompok yang tidak selamat adalah mereka yang berbeda dalam
perkara akidah dan perkara syari’ah yang bersifat pokok, yaitu apa-apa
yang telah ditetapkan berdasarkan nash-nash qoth’iy (pasti) secara
tsubuut (sumber) (Al-Qur’an dan Hadits-hadits Mutawatir), dan qoth’iy
secara dilaalah (penunjukan). Siapa-siapa yang berbeda dalam
perkara-perkara semacam ini bisa terancam kafir atau terbilang keluar
dari millah islamiyyah (agama Islam) dan dianggap sebagai millah
tersendiri, sebagaimana di atas disebutkan:
“… dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga millah (agama), semuanya masuk neraka kecuali satu millah (agama). …”
Misalnya
di bidang akidah, mengingkari sebagian dari ayat-ayat Al-Qur’an,
menyekutukan Allah swt atau menjadikan tandingan bagi-Nya, mengingkari
nabi Muhammad saw sebagai nabi terakhir, mengingkari keberadaan
malaikat, mengingkari peristiwa isro’ mi’roj, dll. Sedangkan di bidang
syari’ah, misalnya mengingkari kewajiban Shalat, Zakat, Puasa, Haji,
Jihad, hukum Qishash, Hudud, dll., atau mengingkari keharaman Riba,
Zina, Liwath, Khamr, Daging Babi, dll.
Adapun
perbedaan-perbedaan cabang (furuu’), baik dalam perkara akidah maupun
dalam perkara syari’ah, yang terjadi karena landasan dalil yang bersifat
zhanni (dugaan), baik secara tsubuut maupun dilaalah, maka tidak
termasuk yang disinggung oleh hadits-hadits perpecahan umat Islam di
atas. Hadits-hadits tersebut tidak bisa diterapkan pada perbedaan dalam
perkara-perkara akidah cabang seperti perbedaan dalam hal apakah
Rasulullah saw melakukan isra’-mi’raj bersama jasadnya atau ruhnya saja,
apakah saat mi’raj beliau melihat Dzat Allah swt atau tidak, apakah
saat mi’raj beliau menjumpai nabi Ibrahim di langit
ke-enam atau di langit ke-tujuh, dll., dan perbedaan dalam
perkara-perkara fiqhiyyah cabang atau perkara-perkara ijtihadiyyah,
seperti batasan aurat untuk wanita apakah seluruh badan atau
terkecualikan darinya wajah dan telapak tangan, apakah boleh atau tidak
bersalaman dengan lawan jenis selain mahram, apakah suara perempuan
termasuk aurat atau bukan, dll.
Hadits-hadits
tersebut juga tidak bisa diterapkan pada organisasi-organisasi
masyarakat (apapun namanya) yang pendapat-pendapatnya masih menginduk
kepada madzhab-madzhab fiqhiyyah yang sudah ada, atau dalam berkeyakinan
dan berhukum masih berdasarkan wahyu Allah swt, baik Al-Qur’an maupun
Al-Hadits, atau yang ditunjukkan oleh keduanya berupa Ijma’ Sahabat dan
Qiyas.
Adapun mereka yang
meninggalkan perkara-perkara wajib atau melakukan perkara-perkara haram,
tanpa disertai keyakinan bahwa perilaku tersebut adalah halal, maka
mereka jatuh kepada kemaksiatan bukan kepada kekafiran, selama pelaku
tidak berbuat syirik. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi saw:
عن
المعرور قال سمعت أبا ذر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال أتاني جبريل
فبشرني أنه من مات لا يشرك بالله شيئا دخل الجنة قلت وإن سرق وإن زنى قال
وإن سرق وإن زنى . ( رواه البخاري )
Dari Al-Ma’rur berkata, aku
pernah mendengar Abu Dzar Al-Ghifari dari Nabi saw, Beliau bersabda:
“Telah datang kepadaku Jibril lalu memberiku kabar gembira, bahwa
siapa-siapa yang mati dengan tidak menyekutukan Allah swt dengan suatu
apapun, maka ia masuk surga, Aku bertanya: Meskipun ia mencuri dan
berzina?, Beliau menjawab: Meskipun ia mencuri dan berzina.” (HR. Al-Bukhari)
إِنَّهُ
مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ [المائدة/72]
“…
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka
pasti Allah mengharamkan baginya surga, dan tempatnya ialah neraka,
tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al-Maidah [5]: 72)
- Hadits-hadits tersebut menunjukkan haramnya perpecahan dan wajibnya persatuan.
Penyebutkan
angka 70 sekian (terlepas dari adanya selisih yang terjadi antara
sebagian hadits dengan sebagian lainnya), bukan dalam rangka membatasi
perpecahan yang akan terjadi, melainkan sebagai bentuk mubaalaghah (penekanan
akan banyaknya jumlah). Artinya, hadits-hadits tersebut memberitakan
bahwa umat Islam akan terpecah menjadi sangat banyak kelompok.
Hal ini berdasarkan bahwa tidak mungkin menentukan kelompok-kelompok
tersebut di suatu masa tertentu, karena kemungkinan terjadi perpecahan
lebih banyak lagi di waktu berikutnya sangat terbuka lebar, yaitu hingga
hari kiamat tiba. Sebagaimana di dalam riwayat Al-Bazzar:
“… tidak akan berlalu malam-malam dan hari-hari (terjadi kiamat) hingga umatku juga terpecah sejumlah itu.”
Ada
dari kalangan ulama dahulu yang telah berusaha menetapkan siapa saja
kelompok-kelompok penghuni neraka tersebut dengan menyebutkan namanya
satu-persatu secara rinci, sebagaimana dicantumkan oleh Imam Ibnu
Al-Jauziy dalam kitab beliau Talbiis Ibliis (tipu daya Iblis) halaman 36 dan seterusnya.
وقد
ظهر لنا من أصول الفرق الحرورية والقدرية والجهمية والمرجئة والرافضة
والجبرية . وقد قال بعض أهل العلم أصل الفرق الضالة هذه الفرق الستة وقد
انقسمت كل فرقة منها على اثنتي عشرة فرقة فصارت اثنتين وسبعين فرقة .
Sungguh
telah jelas bagi kami bahwa asal kelompok-kelompok tersebut adalah:
Al-Haruriyyah, Al-Qodariyyah, Al-Jahmiyyah, Al-Murji'ah, Ar-Rofidhoh,
dan Al-Jabariyyah. Telah berkata sebagian ulama, asal kelompok-kelompok
sesat itu adalah enam kelompok ini, sunggung masing-masing dari kelompok
tersebut telah terbagi lagi menjadi dua belas kelompok, maka kemudian
jadilah tujuh puluh dua kelompok. (kemudian beliau sebutkan
satu-persatu). Untuk lebih lengkapnya silahkan merujuk ke kitab
tersebut, tepatnya di Bab Dua, untuk versi cetak terbitan Darul Kutub
Al-‘Ilmiyyah, tahun 2006, halaman 36.
Rincian
tersebut bisa jadi sangat relevan di masa ulama yang mencetuskannya.
Namun secara faktual sebagian kelompok yang saat itu ada, di masa-masa
berikutnya sudah tidak ada lagi eksistensinya sebagai kelompok. Bahkan
muncul kelompok-kelompok baru dalam jumlah lebih banyak dan belum pernah
ada sebelumnya, baik skala internasional seperti Ahmadiyyah maupun
skala lokal Indonesia semisal aliran Salamullah, aliran Islam Liberal,
dll.
Bentuk mubaalaghah semacam itu juga ditemukan dalam Al-qur’an, yaitu surat At-Taubah ayat 80, disebutkan:
اسْتَغْفِرْ
لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ
مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
(التوبة/80)
Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu
mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu
memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, Namun Allah
sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. yang demikian itu
adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS. At-Taubah [9]: 80)
Penyebutan
angka 70 dalam ayat tersebut bukan berarti pembatasan, melainkan
mengisyaratkan jumlah yang sangat banyak. Artinya, meskipun Rasulullah
memintakan ampunan dalam jumlah yang sangat banyak, tetap Allah swt
tidak akan mengampuni orang yang mati dalam keadaan kafir. Imam Ibn
Katsir memberikan keterangan dalam kitab tafsirnya:
إن
السبعين إنما ذكرت حسما لمادة الاستغفار لهم ، لأن العرب في أساليب كلامها
تذكر السبعين في مبالغة كلامها ، ولا تريد التحديد بها، ولا أن يكون ما
زاد عليها بخلافها .
Sesungguhnya jumlah tujuh puluh itu
disebutkan semata-mata untuk memutus (kebolehan) memintakan ampunan
untuk mereka, karena orang Arab dalam gaya bicaranya menyebutkan
bilangan tujuh puluh untuk tujuan mubaalaghah (penekanan yang
menunjukkan sangat banyak) dari pembicaraan mereka, dan bukan
dimaksudkan pembatasan, sehingga tidak berarti jika lebih dari itu maka
yang berlaku adalah sebliknya. (Tafsir Ibn Katsir: 4/188)
Demikian pula penyebutan angka pada hadits terpecahnya umat Islam menjadi 70 kelompok lebih. Bukan dalam rangka membatasi, melainkan sebagai mubaalaghah
atas sangat banyaknya perpecahan yang telah terjadi pada umat Yahudi
dan Nashrani, dan yang akan terjadi pada umat Islam, dengan urutan
terbanyak dari masing-masing agama berdasarkan selisihnya.
Gambaran akan banyaknya perpecahan secara mutlak juga tergambar pada riwayat berikut:
عن
أبي نجيح العرباض بن سارية رضي الله تعالى عنه قال : وعظنا رسول الله صلى
الله عليه وآله وسلم موعظة وجلت منها القلوب وذرفت منها العيون فقلنا : يا
رسول الله كأنها موعظة مودع فأوصنا قال أوصيكم بتقوى الله عز وجل والسمع
والطاعة وإن تأمر عليكم عبد فإنه من يعش منكم فسيري اختلافا كثيرا فعليكم
بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ وإياكم ومحدثات
الأمور فإن كل بدعة ضلالة ] رواه أبو داود والترمذي وقال : حديث حسن صحيح
Dari
Abu Najih Al-‘Irbadh bin Sariyah ra beliau berkata, Rasulullah saw
menasehati kami dengan nasihat yang membuat hati bergetar dan mata
menangis. Maka kami berkata: Wahai Rasulullah saw, sepertinya ini adalah
nasihat yang terakhir, maka berwasiatlah kepada kami, Beliau berkata:
“Aku berwasiat kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah swt, serta
patuh dan ta’at (terhadap Khalifah), sekalipun yang menjadi amir atas
kalian adalah seorang hamba sahaya. Sesungguhnya siapa saja di
antara kalian (kaum muslim) yang hidup (sepeninggalku kelak) akan
menjumpai pertentangan yang begitu banyak. Maka hendaklah kalian
berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah Khulafa Rasyidun, gigitlah
dengan gigi geraham kalian (peganglah dengan kuat), dan jauhilah oleh
kalian perkara-perkara baru (dalam agama), karena setiap kebid’ahan
adalah sesat.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi) beliau berkata: hadits Hasan Shahih
Di lain sisi, penyebutan tujuh puluh sekian kelompok sebagai penghuni neraka menunjukkan bentuk dzamm (celaan) terhadap perpecahan, yang itu berfaedah keharaman. Sedangkan disebutnya satu kelompok sebagai penghuni surga menunjukkan bentuk madh
(pujian) terhadap persatuan umat, yang itu berfaedah kewajiban. Jadi,
hadits tersebut sekaligus menunjukkan hukum haramnya perpecahan dan
wajibnya persatuan.
- Ciri kelompok yang selamat, ada dua macam: Berpegang teguh pada jama’ah kaum muslim dan Berpegang teguh pada ajaran Rasulullah saw dan para sahabat.
Pertama, Berpegang teguh pada jama’ah kaum muslim, berdasarkan redaksi:
“… dikatakan: wahai Rasulullah saw, siapa kelompok (yang selamat) tersebut?, beliau menjawab: al-jama'ah al-jama'ah.”
Jama’ah
yang dimaksud di situ adalah Jama’ah kaum muslim di bawah kepemimpinan
satu Imam atau Khalifah. Sebagaimana pula tergambar pada hadits berikut.
عن
حذيفة بن اليمان يقول كان الناس يسألون رسول الله صلى الله عليه وسلم عن
الخير وكنت أسأله عن الشر مخافة أن يدركني فقلت يا رسول الله إنا كنا في
جاهلية وشر فجاءنا الله بهذا الخير فهل بعد هذا الخير من شر قال نعم قلت
وهل بعد ذلك الشر من خير قال نعم وفيه دخن قلت وما دخنه قال قوم يهدون بغير
هديي تعرف منهم وتنكر قلت فهل بعد ذلك الخير من شر قال نعم دعاة على أبواب
جهنم من أجابهم إليها قذفوه فيها قلت يا رسول الله صفهم لنا قال هم من
جلدتنا ويتكلمون بألسنتنا قلت فما تأمرني إن أدركني ذلك قال تلزم جماعة
المسلمين وإمامهم قلت فإن لم يكن لهم جماعة ولا إمام قال فاعتزل تلك الفرق
كلها ولو أن تعض بأصل شجرة حتى يدركك الموت وأنت على ذلك . ( رواه البخاري )
Dari
Hudzaifah bin Yaman berkata, orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw
tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada Beliau tentang
keburukan karena khawatir akan menimpaku, maka aku katakan: wahai
Rasulullah saw, kami dahulu berada dalam masa jahiliyyah dan keburukan,
kemudian Allah swt datangkan kebaikan ini (Islam), lalu apakah setelah
kebaikan ini ada keburukan? Beliau berkata: “Ya”. aku berkata: dan apakah setelah keburukan tesebut ada kebaikan lagi? Beliau berkata: “Ya, dan di masa itu ada asap (bertanda disertai keburukan)”. Aku bertanya: apa asapnya? Beliau menjawab: “Kaum yang memberi petunjuk dengan selain petunjukku, kamu mengenali di antara mereka dan mengingkarinya.” Aku bertanya: Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan? Beliau menjawab: “Ya,
para juru dakwah di depan pintu-pintu neraka jahannam, siapa yang
memenuhi seruan mereka maka mereka akan melemparkan orang tersebut
kedalamnya.” Aku bertanya: Gambarkanlah (tentang mereka) kepada kami wahai Rasulullah saw. Beliau berkata: “Mereka adalah dari kalangan bangsa kita (Arab), dan berkata-kata dengan bahasa kita pula (bahasa Arab). Aku bertanya: Lalu apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku (hidup) di masa itu? Beliau bersabda: “Berpegang teguhlah terhadap jama'ah kaum muslimin dan imam mereka.” aku berkata: bagaimana jika mereka tidak lagi memiliki jama'ah dan imam? beliau berkata: “Maka
jauhilah kelompok-kelompok tersebut (yang menyeru kepada neraka
Jahannam) seluruhnya, sekalipun kamu harus menggigit akar pohon hingga
kematian menjumpaimu sedangkan kamu dalam kondisi seperti itu.” (HR. Al-Bukhori)
Dalam
penjelasannya, ada perbedaan pendapat dalam mengartikan jama’ah. Ada
yang mengartikan ajaran-ajaran yang telah disepakati kaum muslim secara
umum yang tidak boleh ada perbedaan di dalamnya, ada yang mengartikan
kumpulan para sahabat Nabi saw, ada yang mengartikan jama’ah kaum muslim
di bawah kepemimpinan satu imam (khalifah), dsb. Imam Ibnu Baththal
mengutip pendapat Ath-Thabari sebagai penpadat yang terkuat:
قال
الطبرى : والصواب فى ذلك أنه أمر منه ( صلى الله عليه وسلم ) بلزوم إمام
جماعة المسلمين ونهى عن فراقهم فيما هم عليه مجتمعون من تأميرهم إياه فمن
خرج من ذلك فقد نكث بيعته ونقض عهده بعد وجوبه .
Berkata
Ath-Thabari: Pendapat yang benar dalam perkara tersebut adalah, bahwa ia
(hadits tersebut) merupakan perintah dari Rasulullah saw untuk
berpegang teguh terhadap Imam kaum muslim (khalifah), dan larangan
memisahkan diri dari siapa yang mereka (kaum muslim) sepakati untuk
dijadikan Amir. Siapa saja yang keluar dari hal tersebut, maka telah
batal bai’atnya dan telah gugur janji (setia) nya padahal telah
diketahui itu wajib. (Ibn Baththal, Syarh Shahih Al-Bukhari, 10/35)
Kedua, Berpegang teguh pada ajaran Rasulullah saw dan para sahabat. Berdasarkan redaksi:
“… Para sahabat bertanya: agama apa itu wahai Rasulullah?, Beliau menjawab: “Apa yang aku dan sahabatku berpijak di atasnya.”
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw yang lain:
عن
أبي نجيح العرباض بن سارية رضي الله تعالى عنه قال : وعظنا رسول الله صلى
الله عليه وآله وسلم موعظة وجلت منها القلوب وذرفت منها العيون فقلنا : يا
رسول الله كأنها موعظة مودع فأوصنا قال أوصيكم بتقوى الله عز وجل والسمع
والطاعة وإن تأمر عليكم عبد فإنه من يعش منكم فسيري اختلافا كثيرا فعليكم
بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ وإياكم ومحدثات
الأمور فإن كل بدعة ضلالة ( رواه أبو داود والترمذي ) وقال : حديث حسن صحيح
Dari
Abu Najih Al-‘Irbadh bin Sariyah ra beliau berkata, Rasulullah saw
menasehati kami dengan nasihat yang membuat hati bergetar dan mata
menangis. Maka kami berkata: Wahai Rasulullah saw, sepertinya ini adalah
nasihat yang terakhir, maka berwasiatlah kepada kami, Beliau berkata:
“Aku berwasiat kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah swt, serta
patuh dan ta’at (terhadap Khalifah), sekalipun yang menjadi amir atas
kalian adalah seorang hamba sahaya. Sesungguhnya siapa saja diantara
kalian yang hidup (sepeninggalku kelak) akan menjumpai pertentangan yang
begitu banyak. Maka hendaklah kalian berpegang teguh pada
sunnahku dan sunnah Khulafa Rasyidun, gigitlah dengan gigi geraham
kalian (peganglah dengan kuat), dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara
baru (dalam agama), karena setiap kebid’ahan adalah sesat.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi) beliau berkata: hadits Hasan Shahih
Sunnah
di situ adalah perilaku atau metode dalam menerapkan Islam, baik dalam
skala individu, keluarga, maupun negara. Bukan sunnah yang berarti
hadits, dan bukan pula yang berarti an-nadb (lawan dari makruh).
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa hendaknya setiap muslim selalu
bersikap waspada terhadap perpecahan dan kebercerai-beraian dengan
sesamanya. Memahami wilayah mana saja yang boleh berbeda dan wilayah
mana saja yang tidak boleh, serta tetap memperhatikan perkara-perkara
yang harus selalu dipegang-teguh, yaitu: tetap bersama jama’ah kaum
muslim yang berada di bawah kepemimpinan seorang Imam (Khalifah) dengan
memberikan ketaatan kepadanya. Jika di suatu masa jama’ah kaum muslim
dan Imam mereka tidak ada, sebagaimana terjadi saat ini, maka dengan
mewaspadai serta menghindari kelompok-kelompok yang menyeru kepada
neraka Jahannam (menyeru kepada kesesatan). Serta menerapkan seluruh
ajaran Islam sebagaimana dilakukan Rasulullah saw dan sahabat beliau
(khususnya para Khulafa Rasyidun) secara sempurna pada seluruh aspek
kehidupan, baik skala individu, keluarga, maupun pemerintahan, tanpa ada
penambahan dan pengurangan. Wallaahu Ta’aalaa A'lam [Ust. Azizi Fathoni]
Posting Komentar untuk "Memahami Hadits Terbaginya Kaum Muslimin Menjadi 73 Golongan"