Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perceraiaan Itu Indah

Pembahasan tentang haramnya pacaran, tata cara taaruf, khitbah, hingga indahnya pernikahan dengan mudah bisa kita temukan dalam berbagai buku populer. Bahkan bertebaran pula (mungkin setiap hari muncul) adanya status FB sampai kultwit yang membahasnya. Alhamdulillah, ini menjadi penyejuk bagi masyarakat kita yang sekarang memang sakit.

Tapi sayangnya, pembahasan tentang berpisahnya suami istri (termasuk perceraian) masih sangat sedikit. Jarang kita temukan adanya buku populer, status FB, ataupun kultwit yang secara khusus membahas tentang perpisahan suami istri. Lebih dari itu, semacam ada kesan yang kuat di masyarakat bahwa perceraian adalah sesuatu yang buruk. Perceraian adalah sesuatu yang tidak boleh terjadi. Perceraian seolah-olah dianggap sebagai suatu hal yang melanggar syariah Islam.

Padahal, berpisahnya suami istri itu juga ada aturannya di dalam Islam. Ia bukan aib, ia bukan sesuatu yang haram. Lebih dari itu, berpisahnya suami istri juga bisa menjadi solusi yang indah dari suatu rumah tangga yang bermasalah.

Pembahasan tentang perceraian juga penting sekali mengingat banyak sekali praktik yang salah di tengah-tengah masyarakat. Misalnya; sudah jatuh talak tiga tapi masih hidup serumah. Menjatuhkan talak tanpa memahami konsekuensi dari penjatuhan talak. Istri yang dianiaya habis-habisan oleh suaminya, tetapi tidak berani mengajukan perpisahan karena khawatir jika berpisah dengan suaminya hidupnya akan lebih menderita. Padahal, seorang istri yang berpisah dengan suaminya, baik karena ditalak atau karena khulu’, itu bukan berarti akan hidup sebatang kara. Ada wali yang mengurusnya. Begitu juga kekhawatiran tentang nasib anaknya. Siapa yang akan membiayai kebutuhan hidup anak-anak jika orang tuanya berpisah, kemudian anak-anak ikut ibunya? Suatu anggapan yang salah jika dipahami bahwa ibunya yang harus menafkahinya (sementara bapaknya santai hidup keenakan dengan istri barunya). Tidak begitu. Anak-anak itu tetap anak dari bapaknya. Tetap wajib bagi bapaknya untuk menafkahi anak-anaknya, walaupun anak-anaknya ikut ibunya. Bahkan, jika anaknya perempuan, wali nikahnya juga tetap bapaknya.

Ilustrasi
Seorang istri juga bisa mengajukan fasakh (pembatalan pernikahan) karena berbagai hal. Misalnya, setelah pernikahan bertahun-tahun, ternyata tidak juga dikaruniai anak. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, ternyata suaminya yang mandul. Pengajuan fasakh ini bisa jadi menjadi solusi yang lebih baik dan syar’I daripada opsi mengadopsi anak (yang bukan mahram bagi bapaknya atau ibunya) yang jika tidak hati-hati, bisa jadi akan menimbulkan persoalan yang baru. Misalnya : anak menjadi tidak tahu siapa saja mahramnya.

Istri juga boleh mengadu kepada hakim ketika si suami nyata-nyata tidak menafkahinya (padahal suami mampu), sementara istri terhalang untuk mengambil harta suaminya. Dalam kondisi ini, istri berhak menuntut perceraian, dan hakim wajib menceraikannya tanpa menundanya. Solusi ini bisa jadi lebih baik dan syar’I daripada si istri yang memaksakan diri bekerja keluar rumah dengan pekerjaan yang belum tentu syar’i. Juga ada konsekuensi meninggalkan anak-anak tanpa pengasuhan yang semestinya. Contoh pelanggaran syariah yang sering terjadi adalah : istri bekerja menjadi TKW di luar negeri tanpa didampingi suami/mahramnya.

Dan masih banyak sekali persoalan lain yang alternatif solusinya adalah berpisahnya suami istri, baik dengan talak ataupun fasakh.

Oleh karena itu, mari kita juga belajar hukum-hukum Islam yang terkait dengan perceraian. Ada pernikahan, juga ada perpisahan. Jangan sampai kita semangat membahas pernikahan, tapi merasa tabu ketika membahas perceraian. Padahal keduanya sama-sama diatur dalam syariah Islam. [Ust. Farid Ma'ruf]

Posting Komentar untuk "Perceraiaan Itu Indah"

close