Ilusi Kesejahteraan di Rezim Jokowi-JK ?
Pelantikan presiden dan wakil presiden telah dilaksanakan dengan khidmat dan dipenuhi dengan harapan rakyat akan perubahan besar untuk Indonesia. Pesta rakyat “syukuran rakyat” yang digelar untuk menyambut pelantikan tersebut dinilai oleh media asing sebagai pesta rakyat yang meriah, karena melibatkan ribuan warga Indonesia dari penjuru nusantara.
Jokowi-JK |
Dari mulai pembagian nasi bungkus gratis, jajanan gratis, hiburan gratis dari berbagai kalangan sampai pementasan band-band ternama ikut meramaikan suasana monas saat itu. Warga sangat antusias menikmati pesta tersebut dengan berharap sosok Jokowi yang sederhana mampu membawa aspirasi seluruh warga negara.
Pendiri MURI, Jaya Suprana pun ambil bagian, pemberian piagam penghargaan muri kepada presiden Jokowi karena telah menjadi presiden pertama di dunia yang disambut syukuran oleh rakyatnya. Menurut Jaya, hanya Jokowi lah presiden satu-satunya di dunia yang disambut meriah ketika baru dilantik sebagai presiden, dijamin tidak ada lagi.
Penyelenggaraan syukuran rakyat ini tidak lain adalah sebuah bentuk harapan rakyat Indonesia kepada Jokowi-JK. Mereka yakin
Jokowi-JK akan mampu membawa Indonesia kearah yang lebih baik.
Namun Benarkah Jokowi Akan Mampu Memenuhi Harapan Rakyatnya?
Tak hanya sekedar pencitraannya yang sederhana dan juga dekat dengan masyarakat, Jokowi pun dijuluki presiden harapan rakyat karena memang memiliki konsep yang mengesankan,- pro terhadap rakyat. Sebutlah trisaktinya bung karno yang sering digadang-gadangkankan Jokowi sebagai konsep yang brilian. Berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam bidang budaya. Konsep ini akan menjadi landasannya dalam menjalankan tugas kepresidenannya kedepan. bagaimana dengan realitasnya?
Berdaulat dalam Bidang Politik
Secara politik, sesuai dengan pakem demokrasi. Jokowi – JK adalah hasil dari proses demokrasi yang berbiaya tinggi, bahkan banyak kalangan mengatakan pemilu kali ini memakan dana yang paling brutal. Tentunya pembiayaan politik yang bersumber dari para pemilik modal ini adalah salah satu sebab utama lahirnya perilaku politik parpol, politisi dan penguasa yang korup, mengabdi kepada pemilik modal dan menjadikan rakyat sebatas rekan bisnis.
Sebut saja pertemuan Jokowi dengan dubes AS Robert O Blake dirumah pengusaha kaya raya Jacob Soetoyo pada 14 april 2014.
Pertemuan ini mengundang tanda tanya besar, untuk apa Jokowi bertemu dubes AS di rumah pengusaha kaya raya yang sudah dipastikan mempunyai kepentingan bisnis. Menurut sudut pandang diplomatik, Amin Rais menyebut pertemuan tersebut dgn istilah “Indonesia for sale” (suaraislam.com).
Selain itu, setidaknya telah hadir 17 pemimpin dunia dalam proses pelantikan Jokowi, hal ini membuktikan pemerintahan jokowi –JK , tidak akan bisa lepas dari kepentingan asing yang memang sudah bercokol lama di negeri ini. Inilah yang membuktikan bahwa pemerintahan kedepan akan sangat sulit bisa dikatakan, Indonesia berdaulat dalam bidang politik.
Berdikari dalam Bidang Ekonomi
Berdikari artinya berdiri dikaki sendiri, arti akronim tersebut adalah bahwa ekonomi Indonesia harus mandiri, lepas dari ketergantungan negara lain. Bebas dari intervensi negara lain, seluruh kekayaan alam bisa dikelola mandiri untuk kemakmuran rakyat, sehingga kebutuhan rakyat akan sandang, pangan, papan juga jaminan pelayanan kesehatan,pendidikan dan keamanan tepenuhi dengan baik. Namun apa yang terjadi di Indonesia, mampukah pemerintahan yang dinahkodai Jokowi merealisasikannya?
Pasalnya, ekonomi liberal sudah terlanjur dipatenkan di negara ini. Kekuasaan moneter ada ditangan BI, kekuasaan keuangan di tangan OJK, otoritas jasa sosial ditangan BPJS, otoritas fiskal dalam bentuk pajak ditangan badan penerimaan negara. Itu artinya kebijakan makro ekonomi terkait dengan moneter, sektor finansial dan juga jaminan sosial tidak bisa dikendalikan oleh presiden.
Belum lagi sejumlah UU neoliberal , yang semuanya akan membatasi dan mengatur presiden. Diantaranya UU BUMN, UU penanaman modal, UU Migas, UU pendidikan dan masih banyak lagi, UU tersebut lahir dari hasil dikte asing melalui LoI IMF. Karena pembuatan UU tersebut mahal harganya, penyimpanan dan penyusunanya didanai oleh Bank dunia, ADB, USAID dll. Walhasil, sudah bisa didugi hasil perumusan UU sarat akan kepentingan penyandang dana.
Pemerintahan baru pun semakin nyata menyatakan menganut sistem neoliberal, hal itu tampak dari tekad yang sudah diputuskan, -untuk mengurangi subsidi dengan menaikan harga BBM. Dalam satu wawancara Jokowi menyebutkan; mendatang, dirinya akan siap untuk tidak popular jika harus menaikan harga BBM. Hal ini sudah tidak aneh, karena sejalan dengan mandat Washington konsesus, bahwa pemerintahan Indonesia harus memenuhi poin deregulasi, privatisasi dan liberalisasi.
Dari sini bisa kita lihat sistem ekonomi neoliberal akan tetap dilanjutkan oleh pemerintahan Jokowi-JK , yang dengan itu, kesengsaraan rakyat bertambah. Maka berdikari secara ekonomi pun sangat jauh dari realitas.
Berkepribadian dalam Berbudaya
Dalam penjabaran visi Jokowi-JK disebutkan, bahwa yang namanya berkepribadian dalam berbudaya adalah diharapkan Indonesia mempunyai jati diri yang mandiri tidak membebek pada negara lain. kemandirian dan kemajuan juga tercermin dalam kelembagaan, pranata-pranata, dan nilai-nilai yang mendasari kehidupan politik dan sosial masyarakat.
Termasuk di dalamnya harus tercipta generasi yang berbudi luhur. Namun faktanya arus kebebasan berprilaku sulit dibendung jika mindset masyarakat dan penguasanya masih terkukung pada liberalismne. Misalnya ditemukan banyak kondom bekas setelah diselenggarakannya pesta rakyat pelantikan Jokowi. Didugi terjadi maksiat besar-besaran disela-sela acara mewah tersebut.
Baru pelantikan saja sudah diwarnai dengan perjinahan, freesex adalah budaya luar yang masuk tanpa permisi pada tanah air, bukan hanya bertentangan dengan adat ketimuran, lebih jauh banyak budaya asing yang bertolak belakang dengan agama Islam yang notabenenya Indonesia adalah negara dengan 88% warganya muslim.
Media yang semakin tak terkontrol menjadi pemicu mengakarnya budaya barat, industri hiburan yang penuh maksiat di tanah air, baik stasiun televisi tanpa sensor, internet ataupun tempat-tempat hiburan lainnya tealah menjamur. Presiden yang baru pun akan sulit memberantas dikarenakan pemilik industri hiburan pun turut andil dalam pembiayaan pemilu.
Razim dan Sistem
Sudah bisa dipastikan, pergantian presiden dan wakil presiden kali ini pun hanya merubah razim, hanya mengubah nama disusunan pemerintahan juga kabinet. Padahal sejatinya suatu bangsa akan berubah jika bukan hanya orang yang berubah, namun juga sistem dan aturan yang digunakan untuk memerintah dan memimpin pun berubah. Sehebat apapun sosok pemimpin negara jika aturan yang dipakai masih aturan buruk, akan menghasilkan pemerintahan yang buruk, karena sesungguhnya seorang pemimpin akan dibatasi kepemimpinannya dengan aturan dan sistem yang ada.
Eforia rakyat yang berharap akan ada perubahan besar jika mereka menemukan sosok hebat yang mampu memimpin negara, juga kompleksitas problematika sebuah bangsa utamanya akibat dari pemimpin yang buruk adalah hal yang keliru.
Sehebat apapun seorang nahkoda menjalankan kapalnya, jika mesin kapal lautnya rusak dan buruk, tetap saja nahkoda tersebut tidak akan bisa menyelamatkan penumpangnya. Sebuah analogi nahkoda dengan kapalnya cukup menggambarkan pada kita bahwa sistem yang mengatur negara pun harus berubah jika ingin kondisi berubah.
Bagaimana pemerintahan yang baru nanti? sudah dipastikan sistemnya tidak berubah, bagaimana orang-orang nya? yang jelas tidak ada satu pun orang-orang yang akan menggantikan pemerintahan yang baru yang bertekat menerapkan syariat Islam.
Sistem Islam
Jika sudah terbukti sistem demokrasi kapitalis tidak mampu menyelesaikan problematika bangsa, mengapa harus tambal sulam memperbaikinya? demokrasi lahir dari rahim faham sekulerisme yang bertentangan dengan Islam. Sehingga keburukannya merupakan catat bawaan, tidak bisa diperbaiki, pilihanya hanya mengambil atau mencampakannya.
Jika mengambilnya, niscaya problematika akan tak terselesaikan, jika mencampakannya, tentunya harus ada yang menggantikannya. Islam adalah sebuah ideologi yang didalamnya terpancar aturan seluruh kehidupan. Maka dengan keimanan tentunya seorang muslim harus meyakini bahwa islamlah satu-satunya yang layak mengatur kehidupan kita. sesuai dengan firman Allah SWT :
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
“Jika saja penduduk negeri negeri beriman dan bertakwa , pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,” (TQS al A’raf (7):96).
Sudah jelas dari firman Allah diatas, jika ingin mendapatkan kehidupan yang baik, dipenuhi ketenangan, kemakmuran, kebahagiaan dan keberkahan, berjuanglah menerapkan syariat Allah. tentunya syariat Islam hanya bisa diterapkan secara kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Wallahu a’lam bi ash-shwab. [Kanti Rahmillah, S.T.P , M. Si—Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir]
Sumber : islampos/visimuslim.com
Sumber : islampos/visimuslim.com
Posting Komentar untuk "Ilusi Kesejahteraan di Rezim Jokowi-JK ? "