Kau Kira Khilafah Akan Tegak Dengan Konferensi?
Kau Kira Khilafah Akan Tegak dengan Konferensi?
Di tengah agenda da’wah yang kian padat, yang di antaranya adalah agenda da’wah kolosal dengan ribuan hingga ratusan ribu peserta sebagain orang melihat pekerjaan sebagian pengemban da’wah hanyalah menggelar konferensi demi konferensi. Hingga tidak jarang menimbulkan komentar seperti judul tulisan ini atau yang semakna.
Muktamar Khilafah Hizbut Tahrir Indonesia |
Ada pula yang dengan tegas menyatakan “Khilafah TIDAK akan tegak dengan konferensi!”. Betul, saya setuju dengan pernyataan tersebut. Khilafah memang tidak akan tegak dengan konferensi, berapa kali pun konferensi digelar, sebanyak apa pun jumlah pesertanya serta sepanjang apa pun durasi pelaksanaannya. Memang konferensi tidak dilakukan untuk menegakkan Khilafah. Khilafah tegak dengan dibaiatnya seorang laki–laki Muslim yang memenuhi syarat–syarat tertentu oleh ummat untuk menjadi Khalifah. Bukan dengan konferensi. Eh, memangnya ada yang mengira bahwa konferensi itu digelar dalam rangka menegakkan Khilafah ya? Siapa?
“Kalau kalian sadar bahwa Khilafah tidak akan tegak dengan konferensi, lantas kenapa kerjaan kaliantidak jauh–jauh minal konferensi ila konferensi? Bukankah itu pekerjaan yang sia–sia karena tidak sesuai dengan tujuan?”
Konferensi memang tidak bertujuan untuk menegakkan Khilafah tetapi bukan berarti konferensi digelar tanpa tujuan. Bodoh sekali jika kita menggelontorkan puluhan hingga ratusan juta plus waktu dan tenaga yang tak sedikit hanya untuk melakukan kegiatan yang tak ada tujuannya. Konferensi memiliki beberapa tujuan, di antaranya:
Pertama, Khilafah adalah salah satu cara yang ditempuh—di samping berbagai cara lainnya—untuk membangun opini umum tentang pentingnya penegakkan syariat Islam secara menyeluruh dalam kehidupan negara dengan bingkai Khilafah.Dengan digelarnya agenda da’wah kolosal semacam konferensi, seminar, kongres atau lainnya, penyelenggara bermaksud memantik, sekali lagi HANYA MEMANTIK kesadaran sejumlah besar orang (utamanya peserta) dalam waktu bersamaan tentang pentingnya penegagakan syariat dalam bingkai Khilafah.
Kedua, dengan berkumpulnya sejumlah besar orang dalam satu tempat dan waktu yang sama tentum akan menarik perhatian masyarakat dan media, kemudian bertanya “ada apa?”. Jika kemudian media meliputnya, tentu saja akan semakin banyak orang yang terpantik kesadarannya tentang syariat dalam bingkai Khilafah meskipun mereka tidak berkesempatan hadir menjadi peserta. Hasil akhirnya, tentu saja diharapkan akan semakin mudah membentuk opini umum tentang pentingnya penerapan syariat dalam bingkai Khilafah.
Ketiga, agenda–agenda da’wah kolosal tersebut diharapkan dapat menumbuhkan kepercayaan diri dan keberanian sebagian orang yang menginginkan penerapan syariat Islam dalam Khilafah tetapi selama ini bungkam karena merasa “sendirian”.Sudah menjadi tabiat manusia bahwa dia akan merasa lebih percaya diri danberani jika merasa memiliki banyak teman yang sependapat. Sebaliknya, menjadi takut, minder dan memilih diam saja jika merasa tidak memiliki teman yang mendukung pendapatnya.
Hhhmmm…, izinkan saya berbagi kisah tentang pembatalan shahifah (nota perjanjian) pemboikotan atas Bani Hasyim yang terekam rapi dalam Shirah Ibn Hisyam. Ketika membaca kisah tersebut dalam shirah, dapat kita rasakan bahwa sebenarnya banyak orang yang ingin mengingkari shahifah kejam tersebut tetapi semua orang memilih diam karena merasa sendirian. Tidak berani melawan arus keputusan Quraysy karena merasa sendirian. Namun ketika telah mengetahui bahwa mereka tidak sendirian, ada sejumlah orang lain yang siap mendukungnya,maka mereka akan menjadi berani untuk menyuarakan pendapatnya dan berupaya merealisasikan pendapatnya. Simaklah bagaimana jawaban yang diberika oleh Zuhair bin Abu Umayyah ketika diajak untuk membatalkan shahifah tersebut oleh Hisyam bin Amr “Celakalah Engkau, Hisyam! Apa yang bisa saya kerjakan? SAYA HANYA SEORANG DIRI. Demi ALLAH, jika sayadi dukung orang lain, saya pasti membatalkan shahifahtersebut”. Jawaban senada juga diberikan oleh Al–Muth’im bin Adi,Abu Al Bakhtari bin Hisyam dan Zam’ah bin Al Aswad bin Al Muthalib atas ajakanyang sama oleh orang yang sama. Baru setelah masing–masing dari mereka mengetahui bahwa ada sejumlah orang yang sependapat dengannya, mereka beranibertindak untuk mewujudkan pendapatnya. Kisah selengkapnya silakan baca di AsSirah An Nabawiyah li ibni Hisyam, kalau di edisi berhabasa Indonesia terbitanDarul Falah bisa dibaca di Bab 69: Pembatalan Shahifah (Nota Perjanjian).
Demikianlah, agenda da’wah kolosal bertujuan untuk menyadarkan mereka yang mendukung tapi masih malu–malu atau takut–takut karena merasa “sendirian”, sedikit temannya bahwa mereka sama sekali tidak sendirian,banyak yang sepemikiran dengan mereka. Menyadarkan mereka bahwa jika mereka bergerak bersama–sama secara terkordinasi mereka mempunyai kekuatan yang besar yang dengan izin ALLAH dapat mewujudkan keinginan mereka menerepkan syariat Islam dalam bingkai negara.
Oiya, tentang kami yang seolah – olah hanya berputar minal konferensi ila konferensi. Betul,kami memang sibuk mengurus minal konferensi ila konferensi. Itu yang tertangkap kamera, tersiarkan media dan oleh karenanya diketahui publik. Tetapi karena sejak awal kami menyadari bahwaa genda da’wah kolosal hanya berfungsi untuk memantik, maka tentu saja baynal konferensi ila konferensi kami juga melakukan serangkaian kegiatan untuk menjaga agar percik kesadaran yang telah terpantik tidak mudah padam tetapi terus berkobar membesar dengan fondasi pemahaman yang benar dan kokoh. Tentu saja serangkaian kegiatan tersebut tidak terekam oleh kamera, tak tertulis oleh jurnalis sehingga tidak banyak yang tahu dibanding agenda–agenda kolosal tersebut. Padahal, sejatinya kegiatan tersebut justru lebih banyak, lebih sering dilakukan dan mungkin secara kumulatif melibatkan banyak orang, hanya saja karena dilakukan dalam skala kecil–kecil sehingga tidak menarik dan memamng tidak perlu diberitakan. Lagi–lagi, karena kami sadar agenda kolosal hanyalah pemantik, maka setiap peserta agenda kolosal akan kami ajak mengikuti serangkaian kegiatan tersebut untuk menjaga nyala api kesadarannya. Kami tidak akan membiarkan para peserta agenda da'wah kolosal pulang begitu saja tanpa mengikuti pembinaan lebih lanjut.
“Jamaah da’wah koq bertindak seperti Event Organizer (EO)yang kerjaanyajadi panitia agenda – agenda kolosal. Sayang tenaga, waktu, dan sumber dayanya!”
Sudah saya paparkan pentingnya melakukan agenda da’wah kolosal. Betul agenda da’wah kolosal memang membutuhkan waktu, tenaga, dan sumber daya yang tidak sedikit tetapi karena penting, ya tetap dilakukan. Betul memang secara teoritis untuk urusan teknis kepanitian seharusnya bisa saja diserahkan ke EO professional sehingga para pengemban da’wah bisa memfokuskan waktu, energi, dan pikirannya untuk membina ummat dalamp embinaan yang tak disorot media, yang menurutmu lebih penting itu. Tapi bukankah kita tahu bahwa ini agenda da’wah yang hanya bisa sempurna diselenggarakan jika setiap penyelenggaranya (termasuk panitia teknisnya)adalah mereka yang memahami betul tujuan penyelenggaraannya dan detil–detil hukum syara’ yang berkaitan dengannya? Pertanyaannya siapakah yang paling memahami tentangnya selain para pengemban da’wah? Ndak apaa pa lah jadi EO selama event yang diselenggarakan itu masih serangkaian dengan thariqah da’wah yang harus dijalani….
Yogyakarta, 19 Dzul Hijjah 1435 H
Monday, October 13, 2014
1.40 p.m.
Haafizhah Kurniasih
[al-khilafah/visimuslim.com]
Posting Komentar untuk "Kau Kira Khilafah Akan Tegak Dengan Konferensi?"