Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Solusi Islam Dalam Masalah Kemiskinan

Tanggal 17 Oktober diperingati sebagai hari anti kemiskinan sedunia. Peringatan ini untuk menghormati momen bersejarah tanggal 17 Oktober tahun 1987 saat ratusan ribu orang berdemonstrasi di Trocadéro di Kota Paris, Perancis, tepat di tempat penandatanganan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948, untuk mengajak seluruh warga dunia merenungkan kembali nasib para korban kemiskinan ekstrim, kekerasan dan kelaparan di seluruh dunia.

Ilustrasi - Kemiskinan
Faktanya, saat ini hampir satu dari lima orang yang tinggal di negara berkembang masih hidup secara kekurangan, yakni hanya mempunyai USD1,25 per hari atau sekira Rp14.500 per hari jika mengacu kurs Rp11.600 per USD (okezone.com,17/8/2014). Bank Dunia memprediksi sekitar 1,35 miliar penduduk hidup dengan pendapatan kurang dari US$ 1 atau Rp 12.190 per hari. 

Fakta lainnya, sekitar 3,5 miliar orang atau setara setengah populasi dunia merasakan sengsaranya kesenjangan sosial antara golongannya dengan kalangan konglomerat.  Badan amal global, Oxfam melaporkan bahwa 1% populasi terkaya di dunia mengendalikan setengah dari kekayaan manusia di muka bumi ini sekitar US$ 110 triliun. Oxfam bahkan melaporkan, 70% penduduk global tinggal di negara-negara yang tingkat ketidaksetaraan hartanya menanjak terus dalam 30 tahun terakhir.

Kegagalan Kapitalisme

Para politisi, ekonom, dan intelektual di dunia telah yakin bahwa sebab terjadinya krisis ekonomi global tidak lain adalah ideologi kapitalisme yang berpusat pada kepentingan kaum kapitalis (pemilik modal). Ideologi kapitalisme telah membagi dunia menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok yang jumlahnya tidak sampai 5 % dari masyarakat, namun menguasai lebih dari 80 % sumber daya dan kekayaan dunia. Kedua, kelompok lain yaitu 95 % manusia menguasai hanya 20 % kekayaan dunia; bahkan jutaan orang tidak bisa merasakan sesuap kehidupan demi kemakmuran para kapitalis.

Sistem kapitalisme yang melahirkan berbagai paket kebijakan neoliberal dan cenderung imperialistik-eksploitatif bertanggungjawab atas ketimpangan sosial yang terus melebar antara negara kayadan negara miskin dan mendistribusikan kemiskinan hampir ke seluruh negara di dunia.  Kebijakan pasar bebas yang menjadi senjataandalan sistem kapitalisme yang diterapkan sejak pertemuan Bretton Woods 1944 dan terus dikukuhkan hingga sekarang melalui berbagai perjanjian internasional, telah menjadi alat imperialisme baru negara-negara kapitalis atas negara-negara dunia ketiga untuk menguras habis kekayaan mereka dan merampas kedaulatannya.

Sistem ekonomi kapitalis menciptakan struktur ekonomi yang timpang disebabkan faktor kebebasan kepemilikan yang mendorong setiap orang berorientasi profit dan materialistik. Siapa yang kuat, merekalah yang menang yang lemah mati. Di sini berlaku hukum alam. Kapitalisme tidak hanya menciptakan struktur yang menjadikan sejumlah kecil individu menghisap masyarakat, tetapi juga menjadikan negara-negara kapitalis dan korporasinya sebagai “drakula” yang menghisap sumberdaya ekonomi dunia. Untuk itu, dunia harus memformat ulang struktur ekonominya.

Solusi Islam 

Untuk mengentaskan kemiskinan, dunia harus memformat ulang struktur ekonominya dengan berpijak pada syariah Islam.  Struktur pertama yang harus dirombak adalah sistem kepemilikan. Islam membagi kepemilikan menjadi: kepemilikan individu, kepemilikan negara dan kepemilikan umum. Kepemilikan individu diakui karena merupakan bagian dari hak manusia untuk mempertahankan hidupnya. Kepemilikan individu diatur agar tidak menzalimi manusia lainnya. Karena itu, tidak boleh individu menguasai aset dan sumberdaya yang seharusnya masuk dalam kepemilikan negara atau pun kepemilikan umum. 

Struktur kedua yang harus dirombak berkaitan dengan masalah pengembangan kekayaan atau investasi. Sistem ekonomi kapitalis menciptakan kegiatan ekonomi berbasis riba dan judi sehingga perbankan dan bursa saham menjadi poros ekonomi. Akibatnya, ekonomi didominasi sektor keuangan yang mempercepat tingkat ketimpangan ekonomi dunia. Sektor ini pula yang menjadi sumber krisis dunia dan berdampak pada penciptaan kemiskinan.

Dalam Islam semua transaksi ekonomi dan pengembangan kekayaan harus terikat hukum syariah dengan akad-akad yang syar’i dan adil. Wilayah transaksi pun hanya berada di sektor riil pada basis-basis kegiatan ekonomi yang dihalalkan syariah. Sistem moneter hanya berkaitan dengan sistem mata uang emas dan perak; tidak ada riba, judi, dan spekulasi.

Struktur ketiga adalah terciptanya suatu kondisi saat setiap warga negara dapat memenuhi kebutuhan pokoknya. Politik ekonomi Islam harus menjadi basis kebijakan ekonomi. Politik ekonomi Islam adalah menjamin setiap warga negara dapat memenuhi kebutuhan pokok dan mendorong mereka untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya. 

Berkaitan hal ini, Islam mewajibkan laki-laki yang mampu dan membutuhkan nafkah, untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhannya termasuk keluarga yang menjadi tanggung jawabnya. Bekerja dalam pandangan Islam bukanlah anjuran tapi kewajiban. Karena itu Islam sangat menghargai seseorang yang bekerja keras untuk memenuhi nafkahnya.  Kalau juga belum cukup, Islam mewajibkan kepada kerabat dekat yang memiliki hubungan darah, untuk membantu mereka. Kalau ternyata belum terpenuhi juga, baru Negara yang turun tangan menjamin kebutuhan pokoknya. 

Apabila di dalam Baitul Mal tidak ada harta sama sekali, maka kewajiban menafkahi orang miskin beralih ke kaum muslim secara kolektif. Rasulullah saw. juga bersabda: “Siapa saja yang menjadi penduduk suatu daerah, lalu di antara mereka terdapat seseorang yang kelaparan, maka perlindungan Allah Tabaraka Wata’ala terlepas dari mereka” (HR Imam Ahmad). Secara teknis, hal ini dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, kaum muslim secara individu membantu orang-orang yang miskin. Kedua, negara mewajibkan dharibah (pajak) kepada orang-orang kaya hingga mencukupi kebutuhan untuk membantu orang miskin. 

Solusi Islam dalam mengatasi kemiskinan bukanlah dalam tataran konsep semata,tapi terwujud saat kaum muslimin dibawah naungan Khilafah. Tercatat dalam sejarah, Ibnu Abdil Hakam (Sîrah Umar bin Abdul ‘Azîz hlm. 59) meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata, “Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun, saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Akhirnya, saya memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekakannya.” (Al-Qaradhawi, 1995). Wallahu ‘alam. [Bahrul ulum Ilham (Aktifis HTI Sulawesi selatan)]

Posting Komentar untuk "Solusi Islam Dalam Masalah Kemiskinan"

close