Refleksi Akhir Tahun 2014 Indonesia Semakin Liberal Dan Terjajah
Indonesia adalah negeri kaya di Khatulistiwa, tetapi rakyatnya hidup tak pernah lepas dari duka dan derita. Dinamika politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan selama 2014 menunjukkan betapa negeri ini masih terjajah dan kian jauh dari harapan.
Refleksi Akhir Tahun 2014 - Indonesia Makin Liberal dan Terjajah |
Bidang Politik
Tahun 2014 disebut tahun politik. Ini ditandai dengan penyelenggaraan Pemilu. Beberapa pihak banyak berharap, Pemilu akan membawa hal yang lebih baik untuk rakyat. Apalagi Jokowi dicitrakan sebagai presiden yang merakyat. Namun, rakyat kembali harus kecewa. Pertama: Yang berubah hanya sebagian orangnya saja. Banyak di antaranya masih orang lama. Orang baru pun adalah hasil dari sistem dan parpol yang sama dengan orang lama. Kedua: Sistemnya masih sistem lama, yakni kapitalisme-sekular, yang menjadi pangkal problem negeri ini. Ketiga: Selama ini tidak ada tawaran perubahan sistem. Yang ada hanya tawaran pergantian orang.
Hal itu sudah terlihat pada awal pemerintahan rezim baru ini. Janji-janji Jokowi tak terealisasi. Pada awal pemerintahannya saja, tiga janji terkait pembentukan kabinet tidak terpenuhi. Masyarakat juga harus hidup makin susah dengan kebijakan kenaikan harga BBM, gas, air dan listrik. Kebijakan ini membuat liberalisasi makin total. Itu menunjukkan bahwa watak rezim baru—yang katanya mengusung Tri Sakti—sama dengan rezim-rezim sebelumnya, yakni rezim kapitalisme-liberal.
Korupsi pada tahun 2014 makin merajalela. Koruptor makin beragam berasal dari hampir semua kalangan: DPR, DPRD, menteri, kepala daerah dan wakilnya, pejabat tinggi hingga rendah, kepolisian, kehakiman dan swasta. Koruptor juga beregenerasi, yakni cenderung berusia makin muda. Maraknya korupsi itu berpangkal pada sistem ideologi dan sistem politik yang diterapkan di negeri ini.
Masih dalam bidang politik, Densus 88 masih menebar kebiadaban. Detasemen yang pembentukannya disponsori oleh Amerika Serikat dan Australia ini belum banyak berubah dan tak menggubris rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komnas HAM tahun 2013.
Indonesia pun masih dalam bayang-bayang ancaman disintegrasi (perpecahan). Benih-benih disintegrasi justru kian menguat pada tahun 2014. Muncul semangat disintegrasi di berbagai daerah. Ini tak lepas dari sistem politik demokrasi yang memberikan jaminan kepada semua warganya untuk menyatakan pendapat, berserikat dan berkumpul, bahkan melepaskan diri dari sebuah wilayah (hak menentukan nasibnya sendiri). Di sisi lain, sistem kapitalisme-liberal memunculkan kesenjangan yang kian menganga antara di kaya dan si miskin. Hal ini dimanfaatkan oleh pihak asing dan kalangan tertentu untuk mendorong disintegrasi.
Bidang Sosial
Sepanjang tahun 2014, peristiwa yang paling menonjol adalah kejahatan terhadap wanita dan anak-anak yang mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Makin maraknya kasus HIV/AIDS dan narkoba, termasuk miras oplosan yang telah memakan ratusan korban di sejumlah daerah.
Bidang Politik Luar Negeri
Umat Islam masih menjadi korban penjajahan negara-negara kafir penjajah yang bekerjasama dengan para penguasa negeri Islam yang menjadi boneka mereka. Penguasa negeri Islam malah memberikan jalan mulus bagi penjajahan yang membunuh rakyat mereka sendiri. Kejahatan lain dari penguasa negeri Islam—termasuk penguasa negeri ini—adalah diam terhadap penindasan yang terjadi di Dunia Islam. Inilah yang dialami umat Islam di Gaza Palestina, Suriah, Pakistan, Rohingya di Myanmar, Pattani di Thailand, atau di Filipina Selatan, Turkistan Timur (Xianjiang, China) dan lain-lain.
Bidang Ekonomi
Terkait ekonomi, yang menonjol selama 2014 adalah pemberlakuan BPJS untuk PNS, TNI dan karyawan swasta. Korban-korban pemalakan BPJS pun mulai berjatuhan.
Pemerintah juga ngotot memberikan hadiah bagi rakyat Indonesia yang baru ikut Pemilu dengan menaikkan harga BBM. Ironisnya. Kenaikan harga BBM itu dilakukan hanya 27 hari setelah rezim dilantik. Itu adalah tindakan yang mungkar, zalim, mengandung kebohongan dan berkhianat kepada rakyat. Belum lagi rencana rezim Jokowi untuk menaikan harga gas dan listrik.
Di sisi lain, sumberdaya alam kita dirampok secara bebas oleh negara-negara penjajah di bawah payung hukum legal yang sangat liberal. “Konsensus Washington” seperti privatisasi BUMN, pengurangan subsidi dan perdagangan bebas menjadi pintu legal perampokan ini.
Solusi Syar’i
Menilik berbagai persoalan yang timbul di sepanjang tahun 2014 sebagaimana diuraikan di atas, bisa disimpulkan beberapa poin penting: Pertama, setiap penerapan sistem sekular, yakni sistem yang tidak bersumber dari Allah SWT pasti akan menimbulkan kerusakan dan kerugian bagi umat manusia. Kerusakan dan kerugian itu antara lain: penguasaan sumberdaya kekayaan alam oleh kekuatan asing; peningkatan jumlah orang miskin akibat kenaikan harga barang dan jasa setelah kenaikan harga BBM, gas dan listrik; maraknya korupsi di seluruh sendi di seantero negeri; disintegrasi; kekerasan yang menimpa anak, remaja dan perempuan; kasus HIV/AIDS, narkoba dan miras oplosan; dll. Hal itu ditambah dengan kezaliman yang diderita umat di berbagai negara.
Semestinya semua ini menyadarkan kita semua untuk bersegera kembali ke jalan yang benar, yakni jalan yang diridhai oleh Allah SWT, dan meninggalkan semua bentuk sistem dan ideologi kufur, terutama kapitalisme-liberal yang nyata-nyata sangat merusak dan merugikan umat manusia. Allah SWT telah memperingatkan:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا
Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, sesungguhnya bagi dia penghidupan yang sempit (TQS Thaha [20]: 124).
Kedua, demokrasi dalam teorinya adalah sistem yang memberikan ruang kepada kehendak rakyat. Namun, dalam kenyataannya negara-negara Barat tidak pernah membiarkan rakyat di negeri-negeri Muslim membawa negaranya ke arah Islam. Mereka selalu berusaha agar sistem yang diterapkan tetaplah sistem sekular meski dibolehkan dengan selubung Islam. Penguasanya pun tetap yang mau berkompromi dengan kepentingan Barat. Itulah yang terjadi saat ini, di negeri ini. Ini sebagaimana tampak dari proses pembuatan undang-undang di parlemen dan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pemerintah, khususnya di bidang ekonomi dan politik, yang sangat pro terhadap kepentingan Barat. Cengkeraman Barat juga tampak di negeri-negeri Muslim yang tengah bergolak seperti di Palestina dan Suriah, serta negara-negara lain di kawasan Timur Tengah.
Kenyataan ini juga semestinya memberikan peringatan umat Islam untuk tidak mudah terperangkap oleh kepentingan negara penjajah. Ini juga merupakan peringatan kepada penguasa dimana pun untuk menjalankan kekuasaannya dengan benar, penuh amanah, demi tegaknya kebenaran Islam; bukan demi memperturutkan nafsu serakah kekuasaan dan kesetiaan pada negara penjajah.
Ketiga, bila kita ingin sungguh-sungguh lepas dari berbagai persoalan yang tengah membelit negeri ini, maka kita harus memilih sistem yang baik dan pemimpin yang baik. Sistem yang baik hanya mungkin datang dari Zat Yang Mahabaik. Itulah syariah Islam dan pemimpin yang amanah. Pemimpin yang baik adalah yang mau tunduk pada sistem yang baik itu. Di sinilah esensi seruan “Selamatkan Indonesia dengan Syariah” yang gencar diserukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat karena perbuatan tangan manusi supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka itu, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (TQS ar-Rum [30]: 41).
Berbagai kesempitan hidup yang dirasakan oleh manusia tidak lain akibat dari berpaling dari petunjuk dan syariah Allah SWT. Itu merupakan bentuk fasad, yakni berbagai kemaksiatan. Sebagian akibat dari fasad itu ditimpakan oleh Allah kepada manusia agar manusia merasakan sendiri akibat dari kemaksiatannya itu. Dengan itu ia akan lebih menyadari kesalahannya dan memiliki dorongan untuk meninggalkan kemaksiatannya serta kembali ke jalan yang benar, kembali pada petunjuk dan hukum Allah SWT.
Karena itu, jalan satu-satunya untuk menghentikan berbagai kerusakan itu dan menyelesaikan berbagai problem yang ada hanyalah dengan kembali pada petunjuk dan aturan dari Allah SWT. Hal itu hanya dengan menerapkan syariah Islam secara total di tengah kehidupan kita. Ketika itu terealisasi maka semua keberkahan akan dibukakan oleh Allah dari langit dan bumi, sebagaimana janji-Nya:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنا عَلَيْهِمْ بَرَكاتٍ مِنَ السَّماءِ وَالْأَرْضِ وَلكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْناهُمْ بِما كانُوا يَكْسِبُونَ
Andai penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari angit dan bumi. Namun, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu. Karena itu Kami menyiksa mereka karena perbuatan mereka itu (TQS al-A’raf [7]: 96).
Dalam ayat ini Allah SWT menggunakan ungkapan “lafatahna” untuk menunjukkan bahwa sebenarnya amat mudah bagi Allah SWT menurunkan keberkahan-Nya; ibarat tinggal membuka pintu, keberkahan itu akan langsung menggelontor deras. Namun, syaratnya adalah penduduk negeri harus beriman dan bertakwa. Wujudnya adalah dengan menerapkan syariah Islam secara total di bawah sistem yang telah diberikan oleh Islam, yaitu Khilafah ar-Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah.
Maka dari itu, harus ada usaha sungguh-sungguh dengan penuh keikhlasan dan kesabaran serta kerjasama dari seluruh komponen umat Islam di negeri ini untuk menghentikan sekularisme, liberalisme dan neo-imperialisme, sekaligus menegakkan syariah dan Khilafah. Hanya dengan sistem berdasar syariah yang dipimpin oleh seorang khalifah, Indonesia dan juga dunia, benar-benar bisa menjadi baik dan diliputi keberkahan, jauh dari aneka kezaliman dan penjajahan.
WalLahu a’lam bi ash-shawab. [Al-Islam edisi 736, 4 Rabiul Awal 1436 H-26 Desember 2014 M] [www.visimuslim.com]
Posting Komentar untuk "Refleksi Akhir Tahun 2014 Indonesia Semakin Liberal Dan Terjajah"