Mengenai Peresmian Demak Sebagai Kesultanan Oleh Khilafah Utsmaniyah

“Turki Utsmani baru menjadi khilafah pada tahun 1517 M setelah Sultan Selim I memaksa Khalifah Al-Mutawakkil III (Bani Abbasiyah) turun tahta.”

ilustrasi
Pidato Sri Sultan Hamengku Buwono X

Dalam pidatonya pada Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-6 di Pagelaran Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan bahwa Sultan Turki Utsmani meresmikan Kesultanan Demak pada tahun 1479 M sebagai perwakilan resmi Khalifah Utsmani di tanah Jawa, ditandai penyerahan bendera hitam dari kiswah ka’bah bertuliskan Laa ilaaha illaa Allaah dan bendera hijau bertuliskan Muhammad rasul Allah. Hingga kini (kedua bendera itu) masih tersimpan baik di Keraton Yogyakarta. Pernyataan ini menjurus pada kesimpulan bahwa dahulu Kesultanan Demak pernah menjalin hubungan diplomatik dengan Turki Utsmani yang dianggapnya sebagai khilafah.

Namun, pernyataan Sri Sultan mengenai Turki Utsmani yang sudah menjadi khilafah pada tahun 1479 M diragukan oleh sejumlah pihak karena pada tahun 1479 M, Turki Utsmani belum menjadi khilafah yang secara otomatis sultan-sultannya pun belum dinobatkan sebagai khalifah. Ditambah lagi, kekuasaan Turki di Asia pada saat itu hanya di wilayah Anatolia saja. Untuk mengekspansi wilayah Timur Tengah pun rasanya sangat sulit karena pada saat itu Syam dan Mesir masih dibawah kekuasaan Mameluk, Irak masih dikuasai Ilkhan Mongol dan Persia dikuasai Dinasti Safawi. Oleh karena itu, pengaruh Turki Utsmani di Timur Tengah masih rendah, apalagi di Asia Tenggara.

Kekuasaan dan Kekuatan Utsmani sebelum dan setelah Tahun 1517 M


Pertengahan abad ke-13, Utsmani dan Emir-emir Seljuk Konya yang lain memerintah secara independen karena pada saat itu Sultan Seljuk masih di bawah kekuasaan Mongol. Lawan terkuat Utsmani saat itu adalah Romawi Timur (Byzantium) dan Utsmani hanya menguasai sebagian kecil wilayah di Anatolia. Fokus Utsmani saat itu hanya merebut wilayah Byzantium di sebelah barat Anatolia. Pada masa pemerintahan Emir Murad I (1362 M – 1389 M), Emir Utsmani kelima, kekuasaan Utsmani saat itu sudah melewati Selat Dardanella dan menguasai wilayah yang sebelumnya dikuasai Byzantium, tetapi tidak ke Asia.

Murad I menguasai Adrianopel di wilayah Eropa dan menjadikannya Ibukota Utsmani yang baru dengan nama baru, Edirne. Penaklukkan ini memancing perang salib untuk mengusir Utsmani dari Eropa, namun pasukan salib berhasil dihabisi Murad I. Atas prestasi ini, Murad I sungkem ke Khalifah Abbasiyah, yang pada saat itu menjadi boneka Mameluk, agar statusnya dinaikkan dari emir menjadi sultan.

Lawan Utsmani di Asia pada masa Murad I adalah Sultan Karaman yang masih menguasai bagian timur Anatolia. Ini terjadi sekitar tahun 1380-an. Suksesor Murad I, Bayezid I (1389 M – 1403 M), melanjutkan serangan ke Eropa dan menghabisi bergelombang-gelombang pasukan salib. Namun, The Lightning Bayezid yang perkasa harus takluk oleh pasukan mengerikan dari timur, Timurlenk. Kekalahan Bayezid I oleh Timurlenk menggiring Utsmani pada kemunduran luar biasa yang disebut periode interregnum (20 Juli 1402 M – 5 Juli 1413 M). Kekuasaan Utsmani dibagi-bagikan kepada anak-anak Bayezid I sehingga terjadi perang saudara bertahun-tahun. Perang saudara diakhiri oleh Mehmet Celebi (Mehmet I, 1413 M – 1421 M) ayah dari Murad II, namun kekuatan militer Utsmani sudah melemah dan loyalitasnya terpecah kepada para pemimpin militer yang juga berkomplot dengan Byzantium. Baru pada masa Murad II (1421 M – 1444 M), Utsmani kembali bangkit, Byzantium, Karaman dan pasukan-pasukan salib berhasil ditaklukkan dan persiapan untuk menyerbu Konstantinopel pun sudah dipersiapkan.

Pada masa Mehmet II (Fetih Sultan Mehmet aka Muhammad Al-Fatih, 1444 M – 1446 M dan 1451 M – 1481 M), serangan demi serangan ke Eropa terus digencarkan termasuk berhasil menaklukkan Konstantinopel bahkan hampir menaklukkan Roma. Baru pada masa Selim I (1512 M – 1520 M), serangan difokuskan ke Asia termasuk mengalahkan Mameluk dan Ilkhan Mongol, memaksa Khalifah Al-Mutawakkil III (1509 M – 1517 M), khalifah terakhir dari Bani Abbasiyah, turun tahta, ekspansi terus berlanjut hingga ke Haramain dan terus ke timur, Dinasti Mughal pun respek pada Utsmani. Pada tahun 1517 M Turki Utsmani menjadi Khilafah Islamiyah dengan Sultan Selim I sebagai khalifahnya. Pada masa Selim I inilah paling logis dapat diakui bahwa Utsmani pernah berhubungan dengan Kesultanan Demak (1475 M – 1548 M) karena kekuasaannya sudah sampai ke Timur Tengah yang menandakan Turki Utsmani memiliki pengaruh politik dan militer sangat kuat di kawasan tersebut, dan pada September 1538 M Suleyman Pasha mengambil alih seluruh wilayah Yaman dan Sa’na yang memungkinkan Turki Utsmani mampu membuka jalur pelayaran di Asia Barat terus bersambung ke India, Aceh, Malaka, Banten, Cirebon dan Demak.

Meskipun dari fakta sejarah pada 1479 M Utsmani masih memfokuskan ekspansi ke Eropa (termasuk upaya penaklukan Roma) dan baru melakukan ekspansi ke Asia pada masa Selim I, tidak mudah juga rasanya menafikkan pernyataan Sri Sultan HB X. Walau bagaimana pun juga, beliau pun memiliki bukti yang mendukung pernyataannya. Namun, kita juga tidak boleh latah dan terlalu mudah menyimpulkan, harus tetap kritis dan logis. Konteks berpikir sejarah seperti ini secara epistemologi memang tidak akan qath’i, derajat kebenarannya paling kuat di atas syak. Benar salahnya dinilai dari batasan maksimal derajat argumen yang dapat dihadirkan.

Wallahu a’lam. [dakwahmedia/visimuslim.com]

Posting Komentar untuk "Mengenai Peresmian Demak Sebagai Kesultanan Oleh Khilafah Utsmaniyah"