Islam Berikan Perlindungan Terbaik Bagi Anak


Meningkatnya Kasus Kekerasan Terhadap Anak

Setelah menjalani proses pemeriksaan panjang, Agus Darmawan akhirnya mengakui sebagai pelaku pembunuhan dan pemerkosaan PNF, anak perempuan berusia 9 tahun yang jasadnya ditemukan terbungkus kardus di Kalideres, Jakarta Barat, pada Jumat malam, 2 Oktober 2015. Bersamaan dengan pengakuan Agus, polisi mendapati sejumlah barang bukti baru yang dipastikan dapat menetapkan Agus sebagai tersangka pembunuhan. (vivanews.com, 10/10/2015)

Apa yang dialami PNF semakin menambah panjang kasus kekerasan yang terjadi pada anak. Tren kekerasan tersebut meningkat tajam dari tahun ke tahun. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) per April 2015, mencatat, terjadi 6006 kasus kekerasan anak di Indonesia. Angka ini meningkat signifikan dari tahun 2010 yang hanya 171 kasus. Sementara pada tahun 2011, tercatat sebanyak 2179 kasus, 2012 sebanyak 3512 kasus, 2013 sebanyak 4311, dan 2014 sebanyak 5066 kasus. 

Dari 6006 kasus, sebanyak 3160 kasus kekerasan terhadap anak terkait pengasuhan, 1764 kasus terkait pendidikan, 1366 kasus terkait kesehatan dan NAPZA, dan 1032 kasus disebabkan oleh cyber crime dan pornografi. (vivanews.com, 30/07/2015)


Akar Masalah

Menurut Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait pencetus terjadinya kekerasan terhadap anak, termasuk di dalamnya adalah kekerasan seksual, bisa berasal dari pihak korban, pelaku dan juga dari kurangnya pengawasan atau perlindungan.

Dari  pihak korban misalnya, ada anak yang berpotensi menjadi korban sehingga rentan terhadap kekerasan. Seperti anak nakal, bandel, tidak bisa diam, tidak menurut, cengeng, pemalas, penakut, apalagi bila ditambah faktor ketidaktahuan orangtua dan guru sebagi pendidik. Anak ke toilet sendiri dan berpakaian seksi juga bisa mencetuskan kekerasan seksual.

Dari pihak pelaku misalnya, disebabkan oleh beberapa hal yakni meniru siaran televisi, video game, dan film. Selain itu, pernah mengalami sebagai korban kekerasan dari orang dewasa, problem seksual dalam diri atau dalam keluarga, dan pengaruh pornografi maupun miras.

Yang ketiga, karena minimnya pengawasan atau perlindungan. Biasanya, hal tersebut sering dialami oleh anak-anak yang tinggal dengan pembantu, ayah atau ibu tiri, maupun paman atau saudaranya. Karena tidak ada pengajaran potensi bahaya, anak dibiarkan bermain dengan orang dewasa tanpa diawasi sehingga mereka dengan bebas bisa dipeluk, dipangku oleh siapa saja dan lain-lain.

Semua itu hanyalah merupakan faktor pemicu akibat dari penerapan sistem sekuler kapitalisme liberal di segala sisi kehidupan. Ini membuat masyarakat menjadi rusak dan bebas berbuat sekehendak hati.

Gagalnya Negara Memberi Perlindungan

Meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak menguatkan bukti bahwa sistem dan negara gagal melindungi anak. Semua itu dapat dilihat dari :

Pertama, kasus kematian PNF merupakan kasus keempat yang terjadi dalam waktu berdekatan di tahun ini dengan kasus-kasus lainnya. Pertama, Engeline di Bali. Kedua, 2 anak yang di Mutilasi dengan lokasi Teluk Bintuni Jayapura. Ketiga, Arif yang dicukur hingga botak kemudian dibunuh di Wonogiri. Keempat, Putri Nur Fauziah atau PNF dengan sekujur tubuhnya dipenuhi lakban. Sebagian hingga kini belum menemukan titik terang. Sekalipun sudah ada yang masuk ke ranah hukum, akan tetapi belum dituntaskan.

Kedua, Negara telah mengeluarkan kebijakan setelah maraknya kasus kekerasan anak yaitu dengan membentuk Gerakan Nasional Anti Kejahataan Seksual Terhadap Anak di tahun 2014. Hanya saja dampak dikeluarkannya Keppres ini masih jauh dari harapan, dengan terus bermunculan berbagai kasus kejahatan seksual terhadap anak. 

Ketiga, Negara menilai keluarga sebagai pelindung utama anak. Namun, bukannya menguatkan, pemerintah justru menghancurkan keluarga melalui ide gender. Negara juga tidak memiliki kurikulum yang bertujuan menghasilkan individu calon orangtua yang mampu mendidik dan melindungi anak.

Semua kegagalan itu karena upaya yang dilakukan tidak pernah menyentuh faktor penyebab apalagi akar masalahnya. Negara hanya mengambil tindakan jika sudah ada kasus yang terjadi. Padahal, masalah tidak akan selesai begitu saja ketika pelakunya ditangkap. Apalagi, sanksi yang diberikan juga tidak menjerakan. 

Dalam menangani ini  pemerintah mengandalkan keluarga sebagai pemeran penting dalam pendidikan dan perlindungan anak. Padahal, pemerintah sendiri membuat program-program yang bertabrakan dengan peran keluraga. Seperti mendorong wanita untuk  eksis dan bekerja di luar rumah, isu kesetaraan gender, feminisme dan lain sebaginya. Bagaimana keluarga bisa melindungi anak-anak mereka jika peranannya digerus sedikit demi sedikit dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah? 

Islam Memberikan Perlindungan

Selama sistem sekular kapitalis liberal itu terus dipertahankan maka ia akan terus menjadi biang kerok bertambah panjangnya kasus kekerasan terhadap anak. 

Islam sebagai agama sekaligus sistem yang begitu lengkap dan sempurna akan mampu menyelesaikan problem ini dalam tiga pilar yakni, ketakwaan individu, kontrol masyarakat serta penerapan sistem dan hukum islam oleh negara.

Di dalam aturan Islam, Negara diwajibkan untuk membina ketakwaan individu rakyatnya. Tujuannya adalah untuk membangun tatanan masyarakat islam yang menjadikan aqidah islam sebagai landasan, sehingga ketika seseorang berperilaku ia akan menyesuaikannya dengan aturan islam.

Masyarakat bertakwa juga akan selalu mengontrol agar individu masyarakat tidak melakukan kekerasan terhadap anak. Masyarakat juga akan mengontrol negara atas berbagai kebijakan negara dan pelaksanaan hukum-hukum islam.

Negara sebagai kekuatan terbesar akan menghancurkan faktor-faktor yang bisa memicu kasus pelanggaran dan kekerasan terhadap anak. Jika masih ada yang melakukan itu, maka sanksi islam akan diterapkan untuk melindungi masyarakat. Pelaku kekerasan yang menyebabkan kematian anak, tanpa kekerasan seksual, akan dijatuhi hukuman qishâsh. Pelaku pedofilia dalam bentuk sodomi, meski korban tidak sampai meninggal, akan dijatuhi hukuman mati. Rasul saw bersabda: “Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual) maka bunuhlah pelaku (yang menyodomi) dan pasangannya (yang disodomi).” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad, al-Hakim dan al-Baihaqi).

Tentu anak sebagai korban tidak akan dikenai sanksi itu. Sebaliknya, ia akan dijaga kehormatan dan martabatnya.

Jika kekerasan seksual terhadap anak itu dalam bentuk perkosaan dan pelaku sudah pernah menikah, maka pelaku akan dirajam hingga mati. Ssedangkan jika pelaku belum pernah menikah, akan dicambuk seratus kali. Jika pelecehan seksual tidak sampai tingkat itu maka pelakunya akan dijatuhi sanksi yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada ijtihad khalifah dan qadhi (hakim). Pelaksanaan semua sanksi itu dilakukan secara terbuka, dilihat oleh masyarakat dan segera dilaksanakan.

Dengan itu pelaku kekerasan terhadap anak akan jera. Anggota masyarakat lainnya juga tidak akan berani melaukan tindakan kejahatan serupa, mengingat kerasnya sanksi yang diberikan.

Sikap Kaum Muslim:

Semua solusi yang telah dipaparkan hanya dapat dilakukan manakala ada penerapan syariah islam di bawah sistem Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Itulah yang semestinya sesegera mungkin diwujudkan oleh seluruh kaum muslim sehingga anak-anak akan mendapat perlindungan terbaik. Wallahu a'lam bishawab. [Hanum Hanindita (Guru SD Khoiru Ummah 25 Bekasi)] [www.visimuslim.com]

Posting Komentar untuk "Islam Berikan Perlindungan Terbaik Bagi Anak"