Waspadai Upaya Pendiskreditan Umat Islam Terhadap Bentrokan di Aceh Singkil


Bentrokan berdarah antara massa Islam dan Nasrani kembali meletus. Setelah beberapa waktu yang lalu  terjadi pembakaran masjid di Tolikara Papua, kini giliran undung-undung liar milik orang-orang nasrani yang dibakar di Aceh Singkil.  Ada upaya untuk mendiskreditkan umat Islam atas kasus ini. Pasca bentrokan berdarah pada Selasa (13/10) lalu, santer dikesankan oleh berbagai media bahwa umat Islam di wilayah kabupaten Aceh Singkil tidak toleran. Padahal kesepakatan damai tahun 1979 dan musyawarah pada tahun 2001 menunjukkan bahwa umat Islam Aceh Singkil sangat toleran.

Seperti diketahui, pada tahun 1978 terjadi kerusuhan antara umat Islam dengan kelompok Nasrani di wilayah Aceh Singkil (dulunya kabupaten Aceh Selatan) yang dipicu oleh pendirian rumah ibadah yang tak memiliki izin. Pasca bentrok massal, tepatnya 1979 dilakukan perjanjian damai dengan melarang Nasrani mendirikan gereja dan undung-undung liar. Namun perjanjian tetap dilanggar. Maka pada tahun 2001, kesepakatan yang tertuang pada perjanjian sebelumnya dikuatkan kembali dengan ketentuan kelompok Nasrani diperkenankan memiliki satu gereja di Desa Kuta Kerangan dan empat undung-undung (sejenis rumah ibadah kecil) masing-masing di Desa Keras, Desa Tuhtuhan, Desa Suka Makmur dan Desa Lae Gecih. 

Namun dalam perjalanannya, selama beberapa tahun selanjutnya, kelompok Nasrani tidak melaksanakan butir-butir perjanjian damai yang telah ditandatangani oleh Muspika, aparat keamanan dan tokoh agama masing-masing pihak. Kelompok Nasrani tidak juga membongkar sendiri rumah ibadah mereka yang tidak memiliki izin yang tersebar di beberapa kecamatan, yaitu Kecamatan Simpang Kanan, Kecamatan Gunung Meriah dan Kecamatan Danau Paris. Bahkan hingga kini, sedikitnya terdapat 23 gereja dan undung-undung di wilayah kabupaten Aceh Singkil. (hizbut-tahrir.or.id, 17/10)

Banyaknya rumah kebaktian liar inilah yang  membuat umat Islam di Aceh Singkil resah. Sebenarnya masyarakat dan ormas sudah mendesak pemerintah untuk membongkar gereja-gereja ilegal, namun pihak pemerintah lambat menyikapi desakan masyarakat dan ormas tersebut.  Pada puncaknya, meletuslah bentrokan fisik dan mengakibatkan terbakarnya sebuah undung-undung liar di Desa Suka Makmur serta jatuhnya 1 korban jiwa dari kalangan Muslim dan 4 korban lainnya luka-luka pada Selasa (13/10) lalu.

Realita ini kian menunjukkan bahwa tidak ada satupun negeri yang umatnya menduduki posisi mayoritas tetapi selalu didikte secara politis selain umat Islam di Indonesia. Kelompok minoritas, khususnya umat Kristiani dibantu oleh berbagai LSM liberal dan media massa sekuler selalu memainkan isu toleransi antarumat beragama untuk mendudukkan umat muslim yang mayoritas di kursi tertuduh.

Modus yang lazim digunakan oleh umat Kristiani dalam persoalan konflik antar umat beragama adalah persoalan izin pendirian rumah ibadah. Mereka memainkan opini sebagai kelompok minoritas yang tertindas. Dibantu oleh jaringan LSM liberal dan media massa sekuler kasus ini di-blow up untuk mengundang simpati dari berbagai lapisan masyarakat hingga dunia internasional.

Modus ini digunakan untuk mewujudkan dua ambisi mereka; pertama, menggugat Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri yang mengatur pendirian rumah ibadah. Sudah sejak lama kalangan gereja keberatan dengan surat keputusan bersama yang mereka anggap menghambat misi penyebaran  Kristen di tengah-tengah masyarakat. Kedua, modus ini bila berhasil, akan memudahkan mereka dalam mendirikan gereja dimanapun dan selanjutnya memuluskan upaya penyebaran misi zending mereka kepada siapa saja termasuk kepada umat Islam. Karena spirit mereka untuk melakukan penyebaran agama Kristen  memang sudah menjadi tugas yang mutlak harus dilakukan.

Permainan opini toleransi beragama oleh kelompok liberal dan kristen adalah sesuatu yang berbahaya. Selain rendahnya pemahaman umat akan syariat islam dalam hal toleransi umat beragama, kesadaran politik umat hari ini amat rendah. Umumnya umat tidak paham bahwa isu kerukunan umat beragama telah menjadi permainan culas kaum liberal dan Kristen. Wajar karena umat hari ini masih berada di titik terendah kesadaran politik islam.

Banyak di antara mereka masih terbuai istilah ‘kerukunan umat beragama’ tanpa mereka menyadari realitasnya. Bak seekor katak yang berada di dalam panci yang dipanaskan bertahap yang tanpa disadarinya mematikannya secara pelan-pelan. Umat tidak sadar bahwa akidah mereka akan tergerus melalui slogan ‘kerukunan umat beragama’. Kaum muslimin pada akhirnya terperangkap pada sikap inklusif dan tidak lagi menjaga akidah Islam mereka.

Beginilah kondisi umat Islam saat ini dikarenakan tidak adanya institusi yang menaungi yakni Daulah Khilafah Islamiyah. Umat Islam menjadi mayoritas namun tidak memiliki kekuatan. Akibatnya, umat Islam menjadi kaum yang rendah, terinjak-injak tanpa tahu lagi hendak meminta pertolongan kepada siapa. [Sri Indrianti, Tulungagung Jatim] [www.visimuslim.com

Posting Komentar untuk "Waspadai Upaya Pendiskreditan Umat Islam Terhadap Bentrokan di Aceh Singkil"