Menyikapi Peningkatan HIV-AIDS di Kalangan Remaja Akibat Pengaruh LGBT
Oleh : Arin RM (Aktivis MHTI)
Belakangan ini terungkap, ternyata penyakit hilangnya kekebalan tubuh HIV/AIDS awalnya bernama Gay-Related Immune Deficiency (GRID) (http://www.visimuslim.net). Pernyataan itu menunjukkan adanya keterkaitan jelas antara peningkatan HIV/AIDS dengan semakin maraknya LGBT, termasuk di kalangan remaja . UNICEF pernah merilis tulisan bahwa jumlah kematian HIV/AIDS di kalangan remaja di seluruh dunia yang meningkat sebesar 50 persen antara tahun 2005 dan 2012 menunjukkan tren mengkhawatirkan (http://www.dw.com, 1/12/2013). Di awal tahun 2015, BKKBN memberitakan bahwa berdasarkan data resmi Kementerian Kesehatan (Laporan Perkembangan HIV dan AIDS di Indonesia per Triwulan oleh Kementerian Kesehatan RI) sampai dengan Bulan September 2014 terdapat 150.296 orang HIV/AIDS positif dan 55.799 orang pengidap AIDS dimana 64,5% adalah generasi muda usia produktif yakni usia 15 – 39 tahun (http://www.bkkbn.go.id, 11/02/2015). Dan di pertengahan Agustus 2015 sebuah media online menuliskan headline “Remaja Ungguli Penularan HIV-AIDS” (baca di news.merahputih, 15/08/2015). Dengan menyimak deretan fakta memilukan ini, sekiranya tak berlebihan bila dilaman web BKKBN dituliskan bahwa Indonesia merupakan negara dengan penularan HIV/AIDS tercepat di Asia Tenggara.
Mengenai makin banyaknya remaja LGBT, berdasarkan catatan Komisi Pemerhati Anak dan Remaja (KPAR) Tasikmalaya, sudah ada warga yang terindikasi suka sesama jenis di Kota Santri pada 2014 sebanyak 1.578 orang. Jumlah ini sangat mungkin menjadi semakin banyak, mengingat penularan LGBT masih massif dilakukan. Apalagi dengan kucuran dana Rp 108 Milyar, kampanye sesat ini semakin merajalela, termasuk di kalangan remaja. Salah satu bukti nyata di lapangan adalah temuan dari Menteri Sosial, Khofifah Indarparawansa yang mengungkapkan gerakan propaganda LGBT sudah menyasar pada kaum remaja dan anak-anak dari kalangan kurang mampu di Lombok (http://www.dakta.com, 12/02/2016), sedangkan di dunia maya jumlah remaja penyuka LGBT sudah sangat banyak, salah satunya di twitter dengan akun @gayremajaindo yang sudah mencapai 17,5K followers. Remaja dan anak-anak cenderung menjadi korban, sebagaimana contoh terhangat dari kasus dugaan pencabulan remaja pria oleh pedangdut laki-laki berinisial SJ.
Melihat Akar Persoalan
Tingginya angka penderita HIV/AIDS di kalangan remaja sejatinya diakibatkan oleh maraknya pergaulan yang cenderung bebas, termasuk bebas untuk menjadi bagian LGBT. Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), bila tahun-tahun sebelumnya penyebab utama HIV/AIDS adalah narkoba suntik, sekarang ini telah bergeser ke perilaku pergaulan bebas dengan proporsi sekitar 55 persen. Padahal, diketahui bahwa pelaku pergaulan bebas sebagiannya adalah remaja (muda-mudi). Survey yang pernah dilakukan menyebutkan separuh gadis di Jabodetabek tak perawan lagi. Sedangkan di Surabaya, remaja perempuan lajang yang kegadisannya sudah hilang mencapai 54 persen, di Medan 52 persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37 persen (BKKBN.go.id, 2010). Pergaulan bebas dan LGBT ini sebenarnya adalah buah dari adanya kebebasan berperilaku.
Dalam alam yang serba demokratis seperti saat ini, kebebasan berperilaku harus diakomodir dengan dalih agar tidak mematikan hak asasi. Akan tetapi, tatkala kebebasan berperilaku tersebut tidak terkendali, dapat berakibat fatal. Mengapa? Atas nama kebebasan bertingkah laku, aktivitas saling menasehati dianggap sebagai bagian dari ikut campur privasi orang lain, sehingga konsep benar dan salah menjadi kabur, halal dan haram tidak lagi dapat dibedakan dengan jelas. Dengan adanya kebebasan berperilaku ini pula, kawula muda di Jember yang mayoritas muslim ini perlahan tapi pasti digiring untuk bebas mengekspresikan dirinya, termasuk mengenal dunia pacaran sebagai pintu awal kemaksiyatan. Mau tidak mau dalam sistem yang seperti ini kebaikan pun sering kalah dengan kemaksiyatan, hingga akhirnya tidak jarang dampak dari kemaksiyatan tersebut bermunculan di sekitar kita, sebagaimana kasus pemberitaan mengenai HIV AIDS di atas. Ditambah dengan gaya pemikiran sebagian kalangan yang masih bernuansa kapitalis, maka kebebasan bertingkah laku inipun bisa juga dijadikan sebagai ajang bisnis menjajikan untuk mendatangkan pundi-pundi rupiah. Berbagai iklan dan sarana yang memicu rangsangan seksual biasa membombardir dunia remaja. Mulai dari iklan di berbagai media, hingga adanya ajakan berpacaran sehat yang pernah masuk dalam buku pendidikan formal.
Padahal pacaran merupakan awal pembuka dari adanya aktivitas pergaulan bebas. Tidak jarang aktivitas ini membawa dampak negative turunan berupa maraknya video mesum, kehamilan di luar nikah yang tidak diinginkan, kasus aborsi, pembunuhan bayi yang telah dilahirkan, hingga kasus penyebaran penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS. Dari sinilah pergaulan bebas ini kemudian disikapi sebagai sebuah permasalahan yang pelik, khususnya bagi remaja. Sebagai bentuk kepedulian akan fenomena ini, bertepatan dengan momen hari anak nasional tahun 2011, Menteri Kesehatan pernah mengusulkan adanya konsep pacaran “sehat”. Konsep itu lalu diadopsi oleh Kementerian Pendidikan dengan memasukkan materi “pacaran sehat” di dalam Buku Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) Kelas XI terbitan Kemendikbud, 2014.
Hingga secara tidak sadar, remaja merasakan biasa-biasa saja tatkala melakukan pelanggaran pergaulan dengan menyelam kea rah pergaulan bebas. Terlebih di negeri ini kerap dirayakan momen tahunan bertajuk kasih saying, namun sejatinya adalah hari gaul bebas. Karena, pada kenyataannya tradisi pergaulan bebas tahunanlah yang justru berkembang saat ini di Indonesia. Padahal di Eropa sendiri tradisi ini mulai ditinggalkan.
Jika budaya pergaulan bebas dipasarkan di negeri-negeri Muslim, maka yang menjalankan dan tejerumus pada perilaku pergaulan bebas nantinya tentu juga anak-anak kaum muslim. Mereka akan dipropaganda secara kontinyu dengan kebiasaan yang sama sekali tidak pernah diajarkan dalam keyakinannya. Maka tidaklah berlebihan jika semua ini dikatakan sebagai virus pergaulan bebas yang berujung pada pendangkalan akidah generasi muda Islam. Karena pada akhirnya ini akan mempersiapkan generasi baru yang jauh dari Islam, generasi yang sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi malas yang hanya mengejar kepuasan hawa nafsu. Dan ujungnya akan menyisakan generasi muda yang terjangkit LGBT maupun HIV-AIDS.
Bentengi Remaja dari LGBT dan HIV-AIDS Sejak Dini
Remaja menghabiskan masa tumbuh kembangnya dari bayi hingga bisa dikatakan ABG dalam buaian keluarganya. Di dalam institusi keluargalah remaja akan mendapatkan pendidikan yang utama dan pertama dari kedua orang tuanya. Maka, sejatinya adalah hal yang wajar jika keluarga bisa memainkan peran utama untuk membentengi remajanya dari kerusakan. Di dalam keluraga dapat dikokohkan aqidah. Baik itu ditanamkan ketauhidan, pengajaran ritual, sekaligus pengetahuan tentang mana-mana saja budaya asing yang sejalan dengan keyakinannya dan mana-mana yang tidak. Pengokohan aqidah seperti ini akan menjadikan remaja punya prinsip, tidak serta merta menolak apapun yang dari asing, tetapi juga tidak sembarangan mengambil apapun dari budaya asing ketika hal tersebut dibalut dengan istilah “tren”.
Di samping itu, serangan budaya hakikatnya adalah serangan terhadap akidah, karena budaya pasti lahir dari akidah tertentu. Akidah Islam yang kuat akan menjadi benteng dari semua bentuk serangan budaya kufur. Virus pergaulan bebas dengan sendirinya akan mati oleh sikap berpegang teguhnya Muslim terhadap akidah Islam. Terlebih, Islam melarang umatnya untuk merayakan tradisi agama tertentu dan budaya kufur (lihat QS al-Kafirun: 6, QS al-Furqan: 72). Dan Allah SWT juga memerintahkan kaum Muslim untuk hanya menetapi agama Islam dan tidak mencampuradukkan dengan agama lain (lihat QS Ali Imran: 85).
Ketika aqidah kuat, maka benteng akan jauh lebih hebat jika disertai dengan kekukuhan memegang syariat Islam. keterikatan terhadap syariat akan menjadikan Muslim senantiasa menyelaraskan tindakannya dengan keridlaan Allah, kendati dalam urusan rasa cinta sekalipun. Hal ini sangat wajar, mengingat apapun yang dikerjakan di dunia ini nantinya akan dimintai pertanggungjawaban (lihat QS al-Mudatstsir: 38). Islam mengajarkan agar pemenuhan semua kebutuhan dan naluri yang muncul mengikuti aturan Allah SWT. Oleh karenanya, seorang Muslim ketika hendak berbuat apapun perlu mengetahui status hukum atas perbuatanya tersebut. Hal ini berfungsi agar setiap Muslim tidak terjerumus pada perilaku yang diharamkan Allah SWT (Lihat QS al-Isra’: 36). Baik- buruk suatu perbuatan haruslah ditimbang dengan timbangan syariah, bukan karena suka atau tak suka mengikuti hawa nafsunya. Sebab, hanya Allah sebagai Pembuat Syariah yang mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk bagi manusia (Lihat QS al-Baqarah: 216).
Hanya saja kekuatan benteng dari keluarga dan ketaqwaan individu muslim dalam menjalankan syariat agamanya ini akan tertatih-tatih tatkala mereka dibiarkan hidup di lingkungan yang justru menyemarakkan liberalisme. Oleh karena itu, diperlukan sinergi dari segenap masyarakat dan juga institusi yang lebih besar guna mengawal perlindungan masa depan remaja ini. Lingkungan tempat hidup remaja haruslah kondusif ke arah kebaikan. Warga saling proaktif, saling peduli untuk mengingatkan dan mencegah dari keburukan. Tanpa kepedulian dari masyarakat, upaya keluarga bisa jadi sia-sia belaka, apalagi jika sistemnya cenderung jauh dari Islam. Harus ada aktivitas di tengah masyarakat untuk mengawal lingkungan Islami bagi generasinya, langkah awal yang bisa ditempuh adalah dengan membiasan para remaja mengikuti pembinaan kepribadian intensif dalam kajian mingguan yang terarah dan terencana. Jika selama ini memang belum ditemukan lingkungan ideal untuk membentengi remaja, maka itulah yang harus diperjuangkan dengan serius dan sungguh-sungguh. Jika masyarakat mampu beramar makruf nahi munkar, tidak memberikan fasilitas dan menjauhi sikap permisif terhadap semua bentuk kemunkaran, pornoaksi dan pornografi, niscaya rangsangan dapat diminimalisir.
Memang pada akhirnya, peran negara lebih signifikan dalam membentuk sistem dan tata aturan dalam masyarakat untuk mengendalikan rangsangan ini. Tanpa kesatuan aturan dari negara, masyarakat kita terpecah menjadi kelompok yang menolak segala bentuk gaul bebas dan kelompok penikmat gaul bebas dari sisi pelakunya sendiri ataupun di industry yang memunculkan rangsangan gaul bebas itu sendiri. Seks bebas dibenci, namun video porno tetap diproduksi dan masih ada yang mencari. Di sinilah pentingnya negara bertanggung jawab membuat formula yang mempu menangkal semua bentuk serangan yang bisa memunculkan rangsangan seksual.
Dalam Islam, negara berkewajiban mengawal penerapkan hukum-hukum pergaulan yang disyariatkan Allah SWT. seperti: perintah baik kepada laki-laki maupun perempuan agar menundukkan pandangannya serta memelihara kemaluannya (QS an-Nûr [24]: 30-31); perintah agar memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan serta mencegah ikhtilat (campur baur); mendorong yang mampu untuk segera menikah, bagi yang belum mampu menikah, maka agar mereka memiliki sifat ‘iffah (senantiasa menjaga kehormatan) dan mampu mengendalikan diri (nafsu); larangan bagi kaum perempuan untuk ber-tabarruj (QS an-Nûr [24]: 60); larangan bagi laki-laki dan perempuan untuk saling berpegangan tangan atau berciuman karena bisa membangkitkan naluri seksual dan mendekati zina (QS. Al Isra [17] : 32); memberi sanksi kepada semua pelaku yang terbukti merusak tatanan pergaulan baik dengan tindakan maupun dengan memunculkan berbagai media dan sarana kepornoan.
Dari paparan di atas, nampaklah bahwa Islam memiliki standar larangan dalam mengatur hubungan khusus antara laki-laki dan perempuan (yang biasa disebut pacaran), meskipun dilakukan secara ‘sehat’ (tidak berorientasi pada hubungan seksual). Sebab, hubungan khusus antara laki-laki dan perempuan sehat hanya akan terjadi dalam pernikahan, bukan dalam pergaulan bebas. Dengan demikian, solusi bagi pencegahan pergaulan bebas adalah dengan menerapkan hukum-hukum pergaulan Islam dan menjaganya dengan penerapan sistem Islam yang bisa dilakukan oleh negara.[VM]
Posting Komentar untuk "Menyikapi Peningkatan HIV-AIDS di Kalangan Remaja Akibat Pengaruh LGBT"