Kantong Plastik Berbayar Tak Selesaikan Masalah Lingkungan


Kebijakan pemerintah yang menerapkan kantong plastik berbayar sudah diluncurkan pada tanggal 21 Februari 2016, seperti yang diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel (Aprindo), peluncuran penerapan kantong plastik berbayar diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat Car Free Day (CFD) di Bundaran HI pada Minggu pagi. Konsumen nantinya akan dikenakan biaya sebesar Rp. 200 per kantong plastik. Sebanyak 17 kota yang akan diberlakukannya kebijakan kantong plastik berbayar ini. Semangat dan tujuan kebijakan ini adalah kita sama-sama mengurangi sampah plastik kata Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) kota Depok, Wijayanto. Disini timbul pertanyaan besar seperti yang diungkapkan dan dipertanyakan oleh ketua umum Yayasan Peduli Bumi Indonesia (YPBI) Ananda Mustadjab Latif, apakah kebijakan tersebut akan menjadi adil ketika memaksakan masyarakat harus membayar? Padahal retailer yang menerima keuntungan. Kebijakan ini lebih dirasakan sebagai pembebanan bagi masyarakat, apalagi bagi masyarakat menengah ke bawah tanpa memberi solusi alternatif dalam mengurangi sampah plastik ini. Seperti yang diungkapkan salah satu pembeli di minimarket Alfa Midi Makasar, Darwis pun memprotes karena nilai Rp 200 itu dibebankan kepada pembeli dan jika memang ingin menerapkan program itu seharusnya pemerintah menghentikan saja produksi atau pembuatan kantong plastik tersebut.

Belanja dengan plastik berbayar memang diharapkan mengurangi penggunaan plastik, tapi bukan solusi masalah lingkungan. Karena kebijakan ini tidak menyentuh produsen/pabrik plastik sama sekali, artinya produksi plastik jalan terus. Dan berpotensi justru menguntungkan produsen plastik, agen-agennya dan perusahaan retail (minimarket) yang menerima pembayaran dari penjualan plastik. Masyarakatlah  lagi-lagi yang menjadi korban kebijakan pemerintah, karena untuk kantong plastik saja harus bayar. Tetapi walaupun harus bayar apalagi masyarakat yang pragmatis lebih memilih membayar plastik dari pada membawa tas dari rumah, begitu juga dengan masyarakat menengah ke atas. Kemungkinan orang-orang yang tidak mampu saja yang akan membawa plastik dari rumah dikarenakan ingin berhemat. Dan tidak semua masyarakat tahu dan paham kenapa sampah plastik berbahaya untuk lingkungan, dan kenapa kantong plastik sekarang berbayar. Dari sini bisa kita prediksi sampah plastik akan tetap banyak sehingga kebijakan plastik berbayar tidak bisa mengurangi sampah plastik. Alhasil lingkungan tetap tercemar oleh plastik. 

Permasalahan lingkungan harus dituntaskan dari akarnya. Pertama, masyarakat diberikan kesadaran agar tidak melakukan kerusakan lingkungan dengan sampah plastik, karena Allah melarang manusia melakukan kerusakan dibumi. Karena akibatnya akan berdampak buruk bagi manusia itu sendiri disamping juga akan mendapat dosa. Selain itu masyarakat diberikan pendidikan dan pengetahuan untuk menjaga lingkungan yang sehat dan bersih, serta pemahaman akan bahayanya sampah plastik kepada masyarakat. Karena kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap kelestarian lingkunganlah yang harus dibangkitkan agar lingkungan tidak tercemar. Kedua, Konsisten dan keseriusan dalam membuat kebijakan kepada produsen/pabrik plastik, bisa berupa aturan untuk memproduksi kantong plastik yang ramah lingkungan dan mudah terurai, atau bisa juga mengganti produksi kantong plastik dengan dengan kantong kresek yang terbuat dari kertas atau bahan alami lainnya. Jika tidak ada lagi produsen yang memproduksi plastik yang tak ramah lingkungan bisa dipastikan masyarakat juga tidak bisa mencemari lingkungan dengan plastik yang tak ramah tersebut. Karena tak ada lagi pabrik-pabrik yang memproduksi kantong plastik yang tak ramah lingkungan. Selain membuat kebijakan tersebut juga harus memastikan dan mengawasi kebijakan ini berjalan dengan baik agar lingkungan tidak tercemar kembali. Ketiga, Pemeritah juga harus membuat hukuman jika masyarakat atau produsen plastik melanggar aturan pemerintah tersebut. Dalam hal ini pemerintah harus benar-benar bijak dengan aturan. Kebijakan, komitmen dan ketegasan pemerintah yang komprehensif, tidak setengah hati dan tidak melulu membebani konsumen tanpa menganalisa akar masalahnya. 

Tetapi bila kebijakan ini lebih fokus kepada kebijakan kantong plastik berbayar saja, maka kebijakan ini menjadi sarat kepentingan untuk mendulang keuntungan. Jadi, kebijakan ini lebih nampak sebagai kebijakan ala kapitalis yang gemar memalak rakyat disemua kehidupan, untuk mendulang kapital dari dompet rakyat di negeri yang  ratusan juta penduduk ini. Kebijakan plastik berbayar ini menambah bukti bahwa karakter pemerintah demokrasi yang bersikap pragmatis; hanya ikut-ikutan tanpa kejelasan target, mengikuti desakan/tren global untuk membuat program mengurangi dampak plastik terhadap lingkungan dan sebagainya tanpa diikuti kebijakan mendasar mewujudkan kesadaran publik. Tiba saatnya bagi kita untuk menerapkan sistem hukum islam secara kaffah yang mengatur individu, masyarakat dan negara dalam seluruh aspek kehidupan. ini  hanya bisa diterapkan dalam sistem islam yaitu sistem Khilafah Islamiyah. [VM]

Oleh : Oktari Sonata, S.Pd (Tim Media Muslimah HTI Tinggal di Bengkulu)

Posting Komentar untuk "Kantong Plastik Berbayar Tak Selesaikan Masalah Lingkungan"