Janganlah Militer Indonesia Sibuk Festival Olahraga, Saat Kapal Induk Negara Penjajah Lalu Lalang di Indonesia
Oleh : Umar Syarifudin
(Lajnah Siyasiyah DPD HTI Kota Kediri)
Tentara Nasional Indonesia (TNI) melalui Komite Olahraga Militer Indonesia (KOMI) dipercaya sebagai tuan rumah penyelenggaraan CISM (Conseil International du Sport Militaire) Asia Meeting ke-4 tahun 2016. Perhelatan CISM Asia Meeting ke-4 ini akan dilaksanakan pada 10-15 April 2016 di Hotel Discovery Kartika Plaza Kuta Bali. Organisasi itu berkedudukan di Brusel, Belgia, dengan visi meningkatkan stabilitas keamanan dan perdamaian dunia melalui olahraga.
Keanggotaan Indonesia dalam forum itu diharapkan mempelopori gerakan perdamaian dan persahabatan negara-negara di kawaaan Oceania. Pada pertemuan tertinggi di Pulau Dewata, dibahas sejumlah hal di antaranya pelaksanaan koordinasi pembuatan perencanaan, pelaporan, dan menyatukan persepsi untuk memperjuangkan kepentingan bersama para anggota Asia pada pertemuan berikutnya. Pada pertemuan kali ini dihadiri perwakilan dari 21 negara di Asia di antaranya Iran, Korea Utara, Korea Selatan, Kuwait, Saudi Arabia, Pakistan, Palestina, Uni Emirate Arab, negara Timor Timur, Qatar, dan Vietnam.
TNI ingin menjadikan organisasi sosial dan olahraga internasional atau Conseil International du Sport Militaire (CISM) sebagai salah satu media meningkatkan diplomasi militer di dunia secara terbuka. Hal ini disampaikan oleh Panglima Komando Daerah Militer IX/Udayana, Mayor Jenderal Setyo Sularso, usai membuka pertemuan CISM Asia IV, di Kuta, Kabupaten Badung, Bali,
Menurut dia, pertemuan tersebut memiliki nilai starategis bagi TNI dan Indonesia selain diplomasi terbuka, juga mempererat hubungan diplomasi di antara negara anggota dan non-anggota di kawasan Asia dan Oseanina. Pertemuan tingkat Asia itu juga berpeluang bagi Indonesia dalam menjalin kerja sama di sektor lain seperti perdagangan, ekonomi kreatif, budaya dan pariwisata. Melaui forum tersebut, TNI juga berharap meningkatkan prestasi nasional bidang olahraga. Indonesia telah menjadi anggota CISM sejak 2010 dengan jumlah anggota mencapai 134 negara.
Jangan sampai kita amnesia historis; di barat, Aceh ribut dengan GAM yang ingin lepas dari Indonesia; di timur, Papua bergejolak dengan OPM yang ingin lepas; di selatan, Timor Leste sudah lepas dari NKRI. Ironis jika TNI sudah puas sekedar sebagai tuan rumah penyelenggaraan CISM.
Seperti Aceh, Papua pun kemudian dibuat skema sebagai daerah yang diberikan Otonomi Khusus. Entah sudah berapa triliun dana yang digelontorkan pemerintah pusat sebagai realisasi pelaksanaan sebagai daerah otonomi khusus. Tetapi tuntutan merdeka dan memisahkan diri dari Idonesia tetap saja lantang disuarakan. Bahkan Gubernur Papua hingga kini masih mengajukan proposal baru terkait pengelolaan Papua sebagai wilayah yang lebih khusus dari sekadar khusus. Kita semua menduga, kekayaan alam yang ada di Papua (dari migas, mineral, emas, tembaga, uranium dll), juga di Aceh (gas alam dan minyak), menjadi motivasi penguasaan asing atas dua wilayah tersebut. Namun tentu saja bukan sekadar itu. Di samping sumber daya alam, Aceh dan Papua sudah menjadi simbol dan representasi dari Indonesia. Disamping mewakili dua karakter masyarakat yang berbeda. Intinya, menurut para pengamat asing, menguasai SDA Indonesia, cukup menguasai dua wilayah ini.
Lemahnya ketahanan politik dan militer Rejim Jokowi salah satunya dibuktikan dengan mengijinkan kapal induk negara penjajah masuk leluasa di Indonesia. Kapal Induk USS Bonhomme Richard (LHD 6) berlabuh di perairan selat Bali, tepatnya di lepas Pantai Benoa, Denpasar, Bali, pada (31/7) tahun lalu. Dalam mainset sederhana masyarakat yang terbentuk dari berita media, kehadiran kapal perang ini hanya untuk port visit menikmati destinasi wisata pulau Dewata. Komandan Kapal Rear Admiral (Laksmana Muda) Hugh D Wetherald saat bertemu Gubernur Bali selain dia mengucapkan terimakasih kepada sambutan Gubernur Bali yang mendukung penuh keberadaan Kapal tersebut Bali. Disebutkannya bahwa Bali adalah Destinasi Wisata paling layak untuk seluruh awak kapal. Tentu saja bagi siapapun yang berfikir waras tidak mau tertipu. Mungkinkah kapal perang negara adidaya yang diawaki sekitar 3.000 personil US Navy termasuk di dalamnya 1.800 personil Manirinir dari USMC hanya untuk menikmati destinasi di Bali?
Dari sini saja terlihat jelas betapa kapal perang tersebut menggambarkan kesiagaan militer Amerika pada skala maksimal menurut standar operasi tempur dalam misi logistik yang cukup penting. Bayangkan saja, sebuah kapal tanker minyak yang dikawal oleh sejumlah pesawat tempur Angkatan Laut Amerika. Ironisnya, sistim pertahanan RI tidak siap sama sekali untuk mengantisipasi pelanggaran kedaulatan wilayah RI seperti yang dilakukan enam kapal perang Amerika di Natuna.
Selain itu, tidak ada kesatupaduan antara angkatan laut dan udara dalam pengamanan laut Indonesia. Bahkan tidak ada semacam komando operasi gabungan yang berada dalam kendali Mabes TNI. Segi lain yang menjadi titik lemah pengamanan laut Indonesia adalah, fokus operasi pengamanan angkatan laut lebih ditekankan pada memantau pergerakan kapal perang di permukaan, selain pesawat udara militer yang melintas di atasnya. Padahal yang tak kalah penting dan strategis, perlu fokus untuk mengamati pergerakan kapal selam di bawah air.
Walhasil, angkatan laut Indonesia belum berhasil memantau semua pergerakan kapal perang di kawasan laut kepulauan Indonesia. Parahnya lagi, menurut beberapa sumber, operasi pengamanan laut hanya dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu dan tidak berkesinambungan. Bahkan seringkali tidak sinkron antara jadwal operasi angkatan laut dan udara kita. Tak heran jika kerap terjadi kegagalan angkatan udara kita, meski dilengkapi dengan pesawat jenis B-37 Patmar AU, tidak bisa berbuat apa-apa ketika berhasil mendeteksi adanya manuver pesawat atau kapal perang asing.
Intervensi AS jalur militer sangat mungkin terjadi, mengingat eskalasi kerusuhan dan konflik di Papua semakin menajam dari waktu ke waktu. Ini memberi dalih bagi angkatan laut Amerika untuk setiap saat bermanuver di lokasi tersebut dengan dalih untuk menyelamatkan warganya yang bekerja di perusahaan tambang Freeport. Atau bisa juga dengan dalih bahwa Indonesia tidak kooperatif terkait pengamanan isu-isu kepentingan nasional yang vital dari Amerika atau China. Atau karena Indonesia dinilai membatasi freedom of navigation mereka.
Faktor geoposisi silang di antara dua samudera dan dua benua, menjadikan Indonesia merupakan kawasan yang diperebutkan oleh Negara-negara kapitalis raksasa, kenapa? Bahwa 80% perdagangan dunia melalui Indonesia dimana 50% adalah tanker-tanker minyak dunia. Maka Indonesia sekarang, sebenarnya adalah proxy war (lapangan tempur) bagi para adidaya baik Barat maupun Timur tetapi dilakukan secara asimetris (non militer) dalam rangka memperebutkan SDA yang super melimpah ruah. dengan kembali kepada sistem Islam serta mengangkat penguasa yang amanah dalam menjaga syariah akan menjadikan negeri ini adidaya baru yang akan menyebarluaskan dakwah ke seluruh penjuru dunia. [VM]
Posting Komentar untuk "Janganlah Militer Indonesia Sibuk Festival Olahraga, Saat Kapal Induk Negara Penjajah Lalu Lalang di Indonesia "