Perempuan Tersandera Kapitalisme
Oleh : Emma Lucya Fitrianty*
Penyebab Kemiskinan Perempuan di Dunia Islam dan Seluruh Dunia
Kondisi perempuan dunia saat ini masih jauh dari sejahtera. Di bidang ekonomi, kaum perempuan masih mengalami kemiskinan. Dari 75 negara di dunia, perempuan hidup dalam kemiskinan hampir di 41 negara di dunia (MDGs, 2015). Kondisi buruk ini juga terjadi pada Indonesia, bahkan jauhnya rakyat dari kesejahteraan juga menjadi fenomena jamak yang menimpa perempuan Indonesia. Betapa tidak, meski Allah menganugerahkan SDA berlimpah, saat ini masih terdapat puluhan juta perempuan Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Lebih dari 3 juta perempuan menjadi buruh migran meninggalkan anak dan keluarganya akibat kemiskinan, dan jumlahnya bertambah ribuan setiap tahunnya meski banyak kasus-kasus perkosaan dan kekerasan tidak manusiawi menimpa (migrantcare.net, 18/9/2015).
Data 10 terakhir menunjukkan bahwa penerapan sistem kapitalisme-neoliberal oleh negara-negara adidaya justru mengglobalkan kemiskinan. Hal ini tentu bertolak belakang dengan target berbagai deklarasi internasional semisal Millenium Development Goals (MDGs) / Sustainable Development Goals (SDGs) dan Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) yang digembar-gemborkan negara-negara adidaya melalui badan dunia PBB untuk mengentaskan kemiskinan dunia, termasuk kemiskinan dan peningkatan status perempuan.
Suasana materialistik dan konsumtif yang dipelihara oleh sistem kapitalisme juga telah mengantarkan perbudakan perempuan pada barang dan jasa, serta dorongan bekerja adalah untuk mengakses produk-produk tersebut. Ditambah perbudakan perempuan dalam ranah produksi dan distribusi produk-produk ini (barang dan jasa) di berbagai belahan dunia. Saat ini para perempuan dipaksa bekerja di ruang publik oleh sistem yang ada karena minimnya peluang kerja bagi laki-laki. Muncullah istilah Perempuan Kepala Keluarga. Sungguh ironis!
Kegagalan Dunia Islam (Dibawah Sistem Kapitalisme) Dalam Melindungi Perempuan
Kebijakan pasar bebas yang menjadi senjata andalan sistem kapitalisme yang diterapkan sejak pertemuan Bretton Woods 1944 dan terus dikukuhkan hingga sekarang melalui berbagai perjanjian internasional, nyatanya telah menjadi alat imperialisme baru negara-negara kapitalis. Ironisnya negara-negara inilah yang justru menjadi penggagas dan motor program-program PBB terkait perempuan dan upaya pengentasan kemiskinan dunia ala MDGs. Hasilnya, kekayaan negara-negara dunia ketiga dikuras habis dan kedaulatan mereka dirampas, hingga milyaran rakyatnya, baik laki-laki maupun perempuan, hidup di bawah garis kemiskinan dan di saat sama, mereka berhasil membuat 54% pendapatan dunia justru masuk ke hanya 10% kantung orang-orang terkaya di negara-negara mereka.
Begitupun, jebakan krisis ekonomi yang ‘dikelola’ AS dan resep debt swap/jebakan utang yang mematikan ala IMF juga telah memaksa negara-negara lemah korban krisis itu menanggung beban utang ribawi yang luar biasa besar. Sementara di saat yang sama, sumber-sumber alam dan berbagai asset strategis yang mereka miliki harus rela dikuasai kapitalis asing akibat resep IMF yang mewajibkan pasiennya melakukan program-program anti rakyat semacam privatisasi, pencabutan subsidi, deregulasi dan liberalisasi. Ironisnya, pendonor lembaga rentenir IMF juga adalah negara-negara kapitalis yang menggagas dan menjadi motor program-program PBB semacam MDGs dan pengarusutamaan ide KKG.
Untuk kasus Indonesia, kebijakan ekonomi kapitalistik yang pro neoliberalisme dan di setir kepentingan asing semacam IMF pun jelas tidak bisa diharapkan akan mampu mengentaskan kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan yang digembar-gemborkan PBB melalui program pengarusutamaan KKG dan proyek MDGs.
Bagaimana bisa, kesejahteraan rakyat ditingkatkan dan karenanya kemiskinan –termasuk yang menimpa kaum perempuan-- dihapuskan jika sumber pendapatan negara hanya mengandalkan pajak dari rakyat dan hutang luar negeri sementara kekayaan yang melimpah ruah habis dihadiahkan kepada asing melalui berbagai perjanjian yang dilegalisasi undang-undang? Jika demikian halnya, memberantas kemiskinan dan menciptakan kesejahteraan laki-laki dan perempuan dengan berbagai deklarasi, termasuk melalui program-program KKG dan MDGs, memang cuma mimpi.
Konsep negara-bangsa (nation state) semakin menambah masalah kemiskinan perempuan dan perbudakan melalui pembatasan pembagian kekayaan dan sumber daya alam. Konsep negara-bangsa ini menganggap bahwa kesulitan yang dihadapi perempuan muslim dari bangsa lain bukanlah kesulitannya. Sekat-sekat nasionalisme menjadikan sesama muslim antar negara menjadi abai karena diaggap sebagai entitas yang bukan tanggung jawabnya. Maka tidaklah aneh jika kasus pelecehan seksual terhadap perempuan di Malaysia, misalkan, bukanlah menjadi permasalahan kita yang ada di Indonesia ini. Maka terjadilah dehumanisasi perempuan muslim yang bukan dari bangsa yang sama.
Pandangan Islam Terhadap Perempuan dan Sifat Kodrati Mereka
Sebelum Islam datang, bangsa Arab memperlakukan perempuan sebagai manusia yang bernilai rendah. Kaum perempuan saat itu dianggap sebagai harta benda yang bisa diwarisi. Jika seorang suami meninggal maka walinya berhak terhadap istrinya. Wali tersebut berhak menikahi si istri tanpa mahar, atau menikahkannya dengan lelaki lain dan maharnya diambil oleh si wali, atau bahkan menghalang-halanginya untuk menikah lagi. Bayi perempuan dianggap sebagai aib, sehingga orang Arab Jahiliyyah mengubur hidup-hidup bayi perempuan yang baru lahir.
Namun Rasulullah saw. datang membawa risalah Islam untuk melenyapkan semua bentuk kezaliman tersebut dan mengembalikan hak-hak kaum perempuan. Tindakan yang memeras dan mengebiri hak-hak kaum perempuan, semua dihapus. Islam juga menetapkan bagaimana seorang suami harus memperlakukan istrinya. Penghargaan tinggi atas tugas-tugas perempuan sebagai ibu dan manajer rumah tangga juga diberikan Islam. Perempuan dijamin hak-hak ekonominya dan kebutuhan finansialnya dijamin setiap saat.
Islam mengijinkan kaum perempuan untuk bekerja namun tidak dalam kondisi perbudakan, penghinaan dan penindasan; melainkan dalam kondisi lingkungan yang terjamin keamanannya dan bermartabat, sehingga statusnya di masyarakat selalu terjaga.
Islam (Khilafah) Akan Melindungi dan Menjamin Kebutuhan Finansial Kaum Perempuan
Jika sistem kapitalisme sekuler terbukti gagal menyejahterakan perempuan, sekarang saatnya menguji kemampuan sistem Islam sebagai sistem pengganti kapitalisme. Sistem Islam yang diimplementasikan secara riil oleh institusi negara yaitu Khilafah Islamiyah.
Kesejahteraan diartikan sebagai terpenuhinya seluruh potensi yang dimiliki manusia secara optimal, baik yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan pokok (al-hajat al- asasiyah) seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan termasuk agama sebagai tuntunan hidup, serta pemenuhan kebutuhan pelengkap (al-hajat-al-kamaliyat) baik berupa kebutuhan sekunder maupun tersier.
Terkait kebutuhan pokok berupa barang (pangan, sandang dan papan), Islam (khilafah) telah menjamin dengan mekanisme tidak langsung, yaitu dengan menciptakan kondisi dan menyediakan sarana yang dapat menjamin kebutuhan tersebut. Pangan, sandang dan papan yang dimaksud di sini, tidak berarti sekedar apa adanya, melainkan harus mencakup hal-hal yang berkaitan dengannya. Kebutuhan pangan, misalnya juga termasuk hal-hal yang berkaitan dengannya, seperti peralatan dapur, kayu bakar, minyak tanah atau gas, rak piring, lemari makan, meja makan dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk bagian dari kebutuhan sandang (pakaian) adalah apa-apa yang diperlukan seperti peralatan berhias, bedak, celak, lemari pakaian, cermin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk bagian dari kebutuhan tempat tinggal (papan) adalah apa-apa yang diperlukan untuk tempat tinggal, seperti tempat tidur, perabotan rumah tangga, menurut yang umum diketahui masyarakat seperti meja, kursi, karpet, korden dan lain-lain.
Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok berupa barang (pangan, sandang dan papan) dalam Islam diwujudkan dalam bentuk pengaturan mekanisme yaitu mewajibkan laki-laki memberi nafkah kepada diri dan keluarganya, termasuk dalam hal ini adalah perempuan. Perempuan tidak wajib untuk bekerja. Jika pun dia bekerja maka uang yang dia berikan kepada keluarga atau pun sanak saudaranya terhitung sebagai sedekah yang sifatnya sunah, tidak wajib.
Apabila laki-laki tersebut tidak mampu maka kerabat dekatnya yang harus membantu saudaranya. Jika hal itu pun tidak mampu dilakukan, alias keluarga atau saudara tersebut tergolong miskin maka negara yang wajib mengurus rakyatnya yang miskin tersebut serta kaum muslimin yang lain juga wajib peduli terhadapnya.
Itulah beberapa fakta tentang bagaimana kaum perempuan termiskinkan dan tersandera jika tetap hidup dalam sistem kapitalisme. Sebagai solusinya, khilafahlah yang menjaga peran, status, dan hak-hak perempuan dalam kehidupan dan masyarakat. Khilafah Islamiyah telah terbukti mampu menghantarkan kesejahteraan bagi seluruh warganya, muslim maupun non muslim, perempuan maupun laki-laki, anak-anak maupun orangtua, si miskin maupun si kaya. Khilafahlah yang akan memberantas dan mencegah eksploitasi dan perbudakan kaum perempuan. Khilafahlah yang akan mengentaskan kemiskinan dan menciptakan kesejahteraan ekonomi dan memastikan pemenuhan jaminan keuangan bagi kaum perempuan. Dan yang jelas, secara de facto dan de jure Khilafah Islamiyah telah terbukti berhasil menaungi manusia dengan kesejahteraan termasuk perempuan. [VM]
*) Penulis Buku-buku Islami, Dramaga-Bogor
Posting Komentar untuk "Perempuan Tersandera Kapitalisme"