Perppu Kebiri : Menyelesaikan Masalah dengan Menambah Masalah


Oleh : Ainun Dawaun Nufus 
MHTI Kediri (Pemerhati Sosial dan Pendidikan)

Berdasarkan informasi berbagai media, Presiden Joko Widodo telah menandatangani peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tentang perlindungan anak, Rabu (25/5). Perppu tersebut mengatur pemberatan hukuman dan hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual pada anak. Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan memperberat tuntutan pidana para pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Pemberatan hukuman pidana diterapkan seiring penanganan secara luar biasa kasus kekerasan terhadap anak.

Negara, Rabu (25/5), Presiden menjelaskan, Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tersebut mengatur pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan asusila, yakni penambahan ancaman pidana menjadi paling lama 20 tahun, pidana seumur hidup, dan hukuman mati. Adapun hukuman tambahan lainnya yaitu berupa pengumuman identitas pelaku, kebiri kimia, dan pemasangan alat deteksi elektronik. 

Jokowi menyebut, kehadiran pasal-pasal dalam perppu tersebut akan memberi ruang bagi hakim untuk memberikan hukuman seberat-beratnya bagi pelaku kejahatan seksual pada anak. "Kita berharap dengan hadirnya perppu ini bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku serta dapat menekan angka kejahatan seksual pada anak," ucap Presiden.

Dengan ditandatanganinya Perppu Nomor 1 Tahun 2016 oleh Presiden, aturan tersebut resmi berlaku. Perppu Nomor 1 Tahun 2016 sendiri merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang sebelumnya dianggap tak cukup memberikan efek jera karena ancaman maksimal pidananya hanya 15 tahun.

Rencananya, dalam waktu dekat pemerintah akan mengajukan Perppu itu ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dijadikan Undang Undang (UU). Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menginginkan Perpu yang akan dikirim ke Dewan Perwakilan Rakyat itu bisa segera disahkan. Ia berharap parlemen bisa seirama dengan pemerintah ihwal Perpu yang diterbitkan dan dapat dijadikan undang-undang.

Meluruskan Pandangan

Secara umum metode kebiri secara garis besar ada dua macam, yaitu metode fisik dan metode hormonal (injeksi). Metode fisik dilakukan dengan cara memotong organ yang memproduksi testosteron, yaitu testis. Setelah testis dipotong dan dibuang melalui operasi, sisanya diikat dan kemudian dijahit. Dengan pemotongan testis tersebut, berarti sudah dihilangkan testosteron sebagai hormon pembangkit gairah seks. Akibatnya laki-laki akan kehilangan gairah seks dan sekaligus menjadi mandul permanen.

Islam jelas melarang muslim untuk membuat suatu ketentuan baru apabila sudah ada ketentuan hukum yang tertentu dari Syariah Islam. Maka dari itu haram hukumnya menerapkan hukum kebiri untuk pelaku kriminal kejahatan seksual, karena Syariah Islam sudah menetapkan rincian hukuman tertentu bagi pelaku kejahatan seksual.

Ketentuan Syariah menindak tegas pelaku kejahatan seksual antara lain; (1) jika yang dilakukan pelaku adalah perbuatan zina, hukumannya adalah hukuman untuk pezina (had az zina), yaitu dirajam jika sudah muhshan (menikah) atau dicambuk seratus kali jika bukan muhshan; (2) jika yang dilakukan pelaku adalah liwath (homoseksual), maka hukumannya adalah hukuman mati, bukan yang lain; (3) jika yang dilakukan adalah pelecehan seksual (at taharusy al jinsi) yang tidak sampai pada perbuatan zina atau homoseksual, hukumannya ta’zir. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul ‘Uqubat, hlm. 93).

Semua itu mustahil diterapkan dalam sistem pemerintahan demokrasi sebagaimana saat ini. Karena negara dalam sitem demokrasi justru harus melanggengkan kebebasan, tersandera oleh pebisnis yang berkepentingan ketika akan membuat aturan tegas terhadap bisnis pornografi, pornoaksi dan miras.

Upaya pemerintah untuk menerapkan hukum kebiri bagi laki-laki pedofilia adalah suatu kesesatan dan dosa besar yang sama sekali tidak boleh didukung oleh umat Islam. Siapapun yang terlibat di dalam upaya penerapan hukum kebiri itu, baik itu ahli hukum yang menyusun draft Perpu, Presiden yang menandatangi Perpu, para menteri pengusulnya, hakim dan jaksa yang mengadili pelaku pedofilia, termasuk para dokter atau staf medis yang melaksanakan kebiri di rumah sakit atas perintah pengadilan, semuanya turut memikul dosa besar di hadapan Allah.

Upaya penerapan hukum kebiri tersebut di samping menunjukkan kebodohan terhadap Syariah Islam, juga menunjukkan kegagalan yang total dalam penanggulangan kejahatan seksual terhadap anak. Sesungguhnya penanggulangan kejahatan seksual terhadap anak, bahkan penanggulangan semua penyakit sosial yang ada dalam sistem sekuler-kapitalis saat ini, wajib dikembalikan kepada Syariah Islam yang diterapkan secara kaaffah (menyeluruh) dalam negara Khilafah. Dengan tiga pilar pelaksanaan Syariah Islam, yaitu ketakwaan individu, kontrol sosial, dan penegakan hukum oleh Negara.

Kesimpulannya, penetapan pemberatan hukuman dalam bentuk kebiri kimiawi bukan solusi tuntas menghentikan kekerasan seksual. Saatnya kembali ke fitrah, kembali ke syariah secara kaffah. [VM]

Posting Komentar untuk "Perppu Kebiri : Menyelesaikan Masalah dengan Menambah Masalah"