Dari Fuad Amin ke La Nyalla, Siapa Selanjutnya? (Bagian-3)
Oleh : Hanif Kristianto
(Analis Politik dan Media)
Karir La Nyalla dalam berbagai organisasi tak terhitung. Jasa-jasa yang telah dibangung memberikan kontribusi besar bagi tumbuh-kembangnya olah raga, bisnis, dan politik Jawa Timur. Karir sebagai:
a) Direktur Utama PT.Airlanggatama Nusantara Sakti,
b) Komisaris Utama PT.Airlangga Media Cakra Nusantara,
c) Komisaris Utama PT.Pelabuhan Jatim Satu
Bidang garapan organisasi La Nyalla menggurita di Jawa Timur, di antaranya:
a. Ketua MPW Pemuda Pancasila Jawa Timur
b. Bendahara GM KOSGORO Jawa Timur
c. Bendahara DPD KNPI Jawa Timur
d. Ketua HIPMI Jawa Timur
e. Wakil Bendahara DPD Golkar Jawa Timur
f. Ketua DPW Partai Patriot Pancasila Jawa Timur
g. Ketua DPW Partai Patriot Jawa Timur
h. Ketua DPW Asosiasi Konsultan Indonesia(ASKONI) Jawa Timur
i. Ketua DPD Gabungan Pengusaha Kontruksi Nasional (GAPEKNAS)
j. Ketua DPD Asosiasi Tenaga Ahli Kontruksi Indonesia (ATAKI)
k. Ketua Umum Kadin Jawa Timur
l. Wakil Ketua KONI Provinsi Jawa Timur
m. Ketua Pengprov PSSI Jawa Timur
n. Anggota Komite Eksekutif PSSI
o. Ketua Umum PSSI versi KPSI (18 Maret 2012)
p. Wakil Ketua Umum PSSI (2013-2015)
q. Ketua Umum PSSI (18 April 2015 – sekarang)
Sisi moncer karir La Nyalla ketika menjadi Ketua KADIN Jawa Timur, Ketua DPW Partai Patriot Jatim, Wakil KONI Jatim, dan Ketua Umum PSSI hasil Munaslub di Surabaya. Masyarakat akhirnya mengenal kiprah La Nyalla baik di tingkat Jatim ataupun nasional. Hal ini dikarenakan kemunculannya di baliho dan berbagai media menjadikannya dikenal. Ketika disebut La Nyalla, rakyat Jawa Timur sudah tidak asing lagi. Dari sini saja, modal bisnis yang dia miliki mampu menggerakan mesin politik sebagai modal untuk menjadi Ketua PSSI dan mengincar kursi Jatim-1. Memang tak banyak yang menjagokannya dalam pertarungan Pilgub Jatim, dikarenakan mesin Partai Patriot belum optimal. Pengalamannya dalam birokrasi masih pada olah raga. Berbeda dengan Pak Dhe Karwo, Gus Ipul, dan Khofifah yang memang telah malang melintang dalam birokrasi pemerintahan. Pak Dhe menjadi Sekdaprov Jatim, sementara Gus Ipul dan Khofifah pernah menjadi Menteri dan didukung kalangan Nahdliyin.
======================
Sepak Bola La Nyalla
Publik masih ingat perseteruan di tubuh PSSI. Sepak bola yang katanya digandrungi rakyat, nyatanya tak mampu memenuhi tuntutan rakyat agar sepak bola Indonesia bisa mendunia. Konflik PSSI sempat melibatkan FIFA, Presiden Jokowi, dan Kemenpora untuk menentukan status PSSI. Buntutnya, PSSI diberikan sanksi dan dibekukan. Praktis, keterpilihan La Nyalla sebagai Ketua Umum PSSI dikudeta begitu saja. Perseteruan kian seru mengerucut pada PSSI vs Kemenpora.
Rakyat akhrinya tahu bahwa event sepak bola merupakan ajang kapitalisasi untuk menyedot uang rakyat. Penyedotan dilakukan dengan beragam cara melalui tiket, penjualan kostum, judi bola, pengaturan skor pertandingan, hingga urusan suap-menyuap. Belum lagi bentrok antar-suporter kerap mewarnai di setiap sesi pertandingan. Bahkan menjadi musuh abadi, meski mereka mengaku sebagai anak bangsa Indonesia. Lantas, siapa yang merugi jika antar anak bangsa bentrok dan bertengkar tiada henti? Apakah demikian tabiat masyarakat Indonesia yang katanya cinta damai? Kondisi seperti itu kian menegaskan bahwa SEPAK BOLA bukan bahasa persatuan bagi rakyat Indonesia. Ikatan yang ada hanya sebatas emosional tanpa disertai akal. Lebih banyak ego dan ‘okol’ untuk eksistensi diri. Serta pengkultusan yang salah pada sepak bola.
La Nyalla pernah lantang menuding Imam Nahrowi sebagai biang dari kasus yang mengenai dirinya. Hal ini bukan isapan jempol, karena bibit perseteruan itu muncul sejak pendukung Persebaya 1927 deal dengan Imam Nahrowi. Sementara La Nyalla menggawangi Persebaya Surabaya. Dualisme kepengurusan Persebaya ini akhirnya membuat pecah BONEK MANIA. Prestasi Persebaya juga anjlok, tidak semoncer di masa Anang Ma’ruf dan Jackson F. Tiago. Presiden Club Persebaya adalah Diar Kusuma Putra, sekaligus wakil La Nyalla di KADIN Jatim. Ketika Diar Kusuma ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Jatim, Persebaya bersikap tenang.
Ketika urusan sepak bola dipolitisasi buntutnya menjadi panjang. Tak ada ujung untuk penyelesaian. Karena ini permainana tak-tik strategi elit untuk menjadikan eksistensi dirinya. Kasus korupsi dan skandal suap-menyuap juga kerap menerpa PSSI dan klub sepak bola. Bahkan penggajian pemain kerap dijadikan persoalan utama, karena keterbatasan dana. Untuk mengurai itu, maka klub sepak bola biasanya menggandeng Pemerintah Daerah atau Kota dalam pendanaan. APBD yang katanya untuk rakyat akhirnya tersedot ke klub sepakbola. Rakyat dihibur sementara dengan permainan bola yang cantik, agar rakyat lupa jika itu dari uangnya. Hampir semua klub sepak bola di tanah air, menjadikan APBD sumber utama. Selain sponsor yang tidak seberapa. Kondisi seperti inilah yang menimbulkan konspirasi, manipulasi, hingga korupsi terjadi. Lantas, siapa yang dirugikan? Rakyat!
Jika La Nyalla berkenan untuk membongkar kebobrokan persepakbolaan dan olah raga Indonesia, inilah saat yang tepat. Mengingat pencekalan La Nyalla bukan semata karena dana hibah dan pembelian IPO Bank Jatim. Lebih dari itu, merembet pada semua terkait kiprahnya dalam pertarungan bintang kelas atas. Publik sebenarnya paham jika semua ini sekadar intrik dan upaya untuk menutup-nutupi kasus besar lainnya. Selain itu, dukungan keluarga La Nyalla dalam hal hukum tidak diragukan lagi untuk melindungi agar dia tidak sekadar jadi korban. Bola ada di kaki La Nyala, tinggal ke mana bola itu akan ditendang dan menjadi viral.
======================
Bisnis dan Politik
Bisnis tak bisa lepas dari politik. Demikian pula politik butuh bisnis sebagai penopangnya. Anda ingin lancar berbisnis, dekatilah politik. Anda ingin duduk dalam perpolitikan, jangan lupakan bisnis. Demikian gambarannya. Koalisi bisnis dan politik inilah yang kerap memunculkan intrik dan sikap koruptif. Beragam cara dan warna intrik koruptif agar tidak diketahui KPK, Kejati, Kepolisian, dan Penegak Hukum lainnya.
Dalam alam liberalisasi politik saat ini, mustahil tidak membutuhkan uang. Bahkan uang dijadikan segala-galanya dan segala-galanya butuh uang. Imanuel Kant pernah menyindir insan politik dengan watak “merpati dan ular”. Berwatak merpati jika politisi berkarakter lembut dan penuh kemuliaan dalam memperjuangkan idealisme. Berwatak ular jika berkarakter licik dan jahat, serta siap memangsa lainnya.
Karir bisnis La Nyalla mendukungnya dalam berpolitik. Partai Patriot di Jawa Timur dan Pemuda Pancasila dapat berkembang pesat saat kepemimpinannya. Aksi bela negara dan konsistensinya Partai Patriot dan Pemuda Pancasila tak diragukan lagi. Partai memang bukan perusahaan, karena itu pendanaan diambil dari anggota dan sumbangan sukarela. Bisa dipastikan semua Partai Politik di Indonesia di belakangnya adalah Pebisnis dan Pengusaha. Baik yang tampak sebagai pengurus atau dewan penasehatnya.
Hal menarik dari kiprah politik La Nyalla adalah pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur. Pada Pilgub 2008, La Nyalla berada di barisan pasangan Khofifah Indarparawansah-Mujiono (KaJi). Baliho dukungan dan iklan kampanye La Nyalla kerap menghiasi media. Pada sesi kampanye, La Nyalla kerap tampil untuk memberikan dukungan politik. Jejaring partai dan ormas yang diikutinya mampu menjadi entry point bagi pasangan KaJi.
Sementara itu pada Pilgub Jatim 2013, La Nyalla mendukung pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa). Menurutnya, lima tahun lalu, ia memang mendukung Khofifah, namun menjelang putaran ketiga pilgub saat itu ia diminta tidak muncul karena dianggap akan merusak dukungan untuk ke Khofifah. http://news.okezone.com/read/2013/09/10/519/863618/alasan-la-nyalla-dukung-penuh-karsa-di-pilgub-jatim. Dukungannya ke KarSa menjadi berkah tersendiri bagi La Nyalla. Begitupula pasangan KarSa yang akhirnya bisa melanjutkan di periode kedua. Dorongan Soekarwo kepada La Nyalla untuk membeli IPO Bank Jatim juga dikarenakan kedekatan keduanya.
Perkara yang menjerat La Nyalla seolah menjadi bandul permainan hukum. Penegakan hukum untuk kasus korupsi di Jawa Timur masih hangat-hangat kuku. Pada 20 Januari 2016, La Nyalla memenuhi panggilan kejaksaan, bersamaan dengan pemeriksaan Sekdaprov Jatim, Sukardi yang juga dipanggil sebagai saksi. Lantas 27 Januari dan 15 Februari 2016, Kejati Jatim mengeluarkan Sprindik umum terkait dugaan korupsi dan TPPU. Masih belum ada penetapan tersangka. Hingga pada 16 Maret 2016, La Nyalla ditetapkan sebagai tersangka penggunaan dana hibah KADIN untuk pembeilan IPO Bank Jatim. La Nyalla lantas mengajukan pra-peradilan. Pada 12 April 2016, Hakim PN Surabaya mengabulkan permohonan pra-peradilan tersebut. Sprindik Kejati dinyatakan tidak sah. Namun, La Nyalla ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dan TPPU dana hibah. Penetapan itu kembali digugat, kali ini oleh keluarga La Nyalla. Selanjutnya, 23 Mei 2016, permohonan pra-peradilan kedua dikabulkan hakim PN Surabaya. Penetapannya sebagai tersangka tidak sah. Akhirnya, 30 Mei 2016, La Nyalla kembali ditetapkan sebagai tersangka untuk kali ketiga oleh penyidik Kejati Jatim.
Mampukah Kejati Jatim mengungkap perkara korupsi dana hibah dan pembelian IPO Bank Jatim ini? Cukupkah Sekdaprov yang diperiksa sebagai saksi? Bagaimana dengan pejabat lainnya yang memiliki kedekatan bisnis dan politik dengan La Nyalla? Keseriusan dan komitmen Kejati Jatim diuji publik dalam kinerjanya untuk menyeimbangkan timbangan hukum dan pemberantasan korupsi di daerah.
Sebenarnya dari peristiwa Fuad Amin dan La Nyalla yang dikaitkan dengan korupsi menjadi cerminan untuk menilai Jawa Timur. Jatim sebagai barometer politik dan birokrasi nyatanya tidak lepas diterpa korupsi. Masih ada pelaku mega-korupsi lainnya jika mau ditelusuri dan bebas dari unsur tekanan politik penguasa daerah. Publik menunggu suara Fuad Amin dan La Nyalla Mattalitti untuk membuka dan membongkar tabir skandal korupsi di Jawa Timur. Mampukah mereka berdua? Kita tunggu nanti! Pasti akan terungkap dan muncul satu-persatu pelaku korupsi. Hingga birokrasi Jatim tergerogoti.
===================
Pelajaran Berharga
Bagi rakyat, siapapun orang yang yang berkuasa ketika tidak memiliki iman dan taqwa. Maka skandal korupsi akan tumbuh subur dari pedesaan hingga perkotaan. Dari kabupaten/kota hingga provinsi. Bahkan menjadi gambaran muram bagi negeri ini. Di sisi lain, liberalisasi politik atas nama DEMOKRATISASI di pusat dan daerah telah membuahkan beragam skandal korupsi dan politik
Tak cukup seorang pemimpin berteriak dengan jargon bebas korupsi. Sementara mereka tidak jujur kepada rakyatnya. Kata KPK: “JUJUR ITU HEBAT’. Lantas mana kejujurannya selama ini kepada rakyat? Tak cukup pula orangnya bersih, sementara sistemnya memberikan peluang korupsi. Sungguh saatnya semua elemen bersama berfikir keluar dari DARURAT KORUPSI. Dengan memanfaatkan momentum Ramadhan untuk TAUBATAN POLITIK. Merujuk kepada hidayah Ilahi dengan kembali kepada aturan Allah Yang Maha Perkasa dan Mulia. Serta bersungguh-sungguh mau mengambil urusan kehidupan dengan garis yang telah ditentukan Sang Maha Pencipta. Bukankah Anda manusia yang telah diciptakan oleh-Nya?. [VM]
SELESAI
Posting Komentar untuk "Dari Fuad Amin ke La Nyalla, Siapa Selanjutnya? (Bagian-3)"