#GEOSPARITUAL-02 REFERENCE SYSTEM
Oleh : Prof. Fahmi Amhar
Hal paling pertama yang wajib dipelajari dalam ilmu geospasial, terlebih teknik geodesi, adalah sistem referensi. Referensi itu yang akan memastikan, kita ini ada di mana. Kalau kita bilang berada 100 meter di sebelah timur, maka itu ditentukan dari mana?
Kalau kita hanya bergerak di sebuah desa kecil, sistem referensi ini masih mudah. Kita cukup sebuah patok monumen desa sebagai acuan. Jika mau dilihat dari tempat yang jauh dengan alat ukur sudut (teodolit), kita bisa mengacu pada monumen di atas puncak gunung atau tonggak penangkal petir menara gereja yang kelihatan. Seharusnya kubah atau menara masjid pun dapat dijadikan titik referensi, tetapi masih jarang kubah atau menara masjid yang diberi tonggak penangkal petir.
Hasilnya Adalah Sistem Referensi Lokal
Ketika kita bergerak ke dimensi yang jauh lebih luas, mau tak mau harus diambil benda yang bisa dilihat dari tempat yang sangat jauh. Sebelum ada satelit navigasi, orang akhirnya menggunakan benda langit, yaitu matahari, bulan dan bintang untuk titik referensi. Namun benda-benda langit itu terus bergerak. Maka mereka lalu mempelajari seberapa teratur gerakannya. Dilakukanlah rukyat (observasi) berikut pengukuran matahari, bulan dan sejumlah bintang selama berabad-abad. Hasilnya adalah sebuah tabel almanak. Dari tabel itu kemudian kita bisa bernavigasi, dengan melakukan sejumlah perhitungan (hisab).
Kalau sebuah benda langit teramati dari sebuah lokasi pada sudut azimut sekian dan sudut tinggi sekian pada jam sekian, maka setelah dihitung dengan tabel almanak, kita bisa menyimpulkan lokasi itu ada pada lintang dan bujur sekian di muka bumi.
Dengan cara itulah para pelaut bernavigasi berabad-abad. Meski tabel almanak itu belum sempurna dan terus diperbaiki, demikian juga akurasi teodolit dan jam (kronometernya) terus ditingkatkan, namun toh di abad 16 M orang-orang Eropa sudah berhasil melintasi ujung benua Afrika dan sampai ke Nusantara. Mereka juga berhasil menggambar kepulauan ini, walaupun belum seakurat hari ini, namun dengan itu mereka bisa menjajah negeri ini.
Ketika di pertengahan abad-20 manusia membuat pesawat ruang angkasa, sistem referensi tadi tidak lagi cukup. Pesawat itu akan meninggalkan bumi. Atas dan bawah menjadi relatif. Maka dibutuhkan transformasi ke sistem referensi yang berbeda. Ilmu geodesi menjadi proses tiada henti transformasi berbagai sistem referensi. Di atas permukaan tanah di luasan yang kecil cukuplah sistem referensi topocentris. Ketika kita bekerja global di permukaan bumi, kita menggunakan sistem referensi geocentris. Ketika kita meluncurkan pesawat ruang angkasa, kita menggunakan sistem referensi heliosentris (atau barisentris - titik berat sistem tata surya). Dan ketika pesawat ruang angkasa itu akan meninggalkan tata surya, kita tentu saja harus mentransformasikannya lagi ke sistem referensi berikutnya.
Di muka bumi, atas bawah itu jelas, karena ada gravitasi.
Utara-selatan juga jelas, karena ada kutub, poros rotasi bumi.
Timur-Barat jadi jelas juga, karena ada arah terbit matahari.
Tapi bagaimana dengan di ruang angkasa?
Apa peta yang dipakai oleh Voyager, Apollo, atau Palapa?
Di ruang antar planet tidak ada atas-bawah, karena zero gravitasi.
Utara-selatan? Utara selatan menurut planet yang mana?
Menurut bumi? Padahal bumi sudah entah di mana ...
Tetapi pesawat ruang angkasa itu tetap wajib bernavigasi.
Mereka menggunakan sejumlah titik ikat atau referensi.
Yakni bintang-bintang atau galaksi yang jauh tak terperi.
Tapi relatif mudah untuk dicari dan diidentifikasi.
Dan tidak akan berubah dalam hitungan abad, apalagi hari.
Dengan cara itu, mereka akan tahu, di manakah kini.
Dan dari situ, ke arah mana berada posisi bumi.
Dalam kehidupan, titik ikat itu adalah sesuatu yang pasti.
Sesuatu yang tidak bisa diubah di tengah jalan menjadi nisbi.
Sayang, dalam demokrasi, semua bisa diubah sekehendak hati.
Asalkan mayoritas mendukung, sekalipun via referendum negeri.
Tidak ada yang disakralkan, sekalipun itu namanya konstitusi.
Karena itulah, sudah tepat, bila kita jadikan Qur'an & Sunnah Nabi, menjadi referensi sejati.
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Qs. 2:256).
Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan. (Qs. 31:22). [VM]
Posting Komentar untuk "#GEOSPARITUAL-02 REFERENCE SYSTEM"