Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Media Sahabat Keluarga


Oleh : Maya Ummu Azka - Aktivis MHTI Salatiga

Di era teknologi maju saat ini, keberadaan media massa terasa begitu penting, baik itu surat kabar, majalah, radio, televisi,  film dan internet . Kini manusia bercengkrama melalui media, belajar dari media, mencari informasi pun lewat media. Peran media menjadi sangat besar dalam mewarnai masyarakat. Apa yang dipropagandakan secara massif, itulah yang akan menjadi opini umum dalam masyarakat.

Media massa pun kini berada pada posisi yang sangat dekat dengan keluarga, memasuki rumah dan bahkan kamar pribadi melalui ponsel pintar yang terhubung dengan internet. Saking dekatnya, media seakan mampu menempati posisi sebagai sahabat.  Sebagai sosok sahabat, media haruslah berperan positif bagi keluarga. Bahkan mampu menjadi partner orang tua dalam menunjang pendidikan dan pembinaan anak menuju generasi bertakwa. 

Namun jika kita menilik wajah media saat ini, masih sangat jauh dari kesan bersahabat. Pornografi-pornoaksi masih menjadi 'bumbu penyedap' program-programnya. Tanpa aksi kekerasan dan eksploitasi  seakan media 'mati gaya'. Begitupun media telah banyak menjadi corong kaum liberal dan sekuler untuk mempropagandakan ide-ide rusak mereka, seperti LGBT, nikah beda agama, pluralisme, dsb. Dari sisi perpolitikan, masyarakat dijejali aksi busuk para politisi dalam mempertahankan kekuasaan. 

Di Balik Media

Menurut McQuails (2000), isi media selalu merefleksikan kepentingan pihak yang membiayai mereka (https://koranpembebasan.wordpress.com/2013/11/13/relasi-kapitalisme-dengan-organisasi-media). Saat ini, penguasaan media masih di bawah kendali kaum Yahudi. 

Penguasaan Yahudi terhadap media massa bisa terlihat dari fakta banyaknya kantor-kantor berita yang dikuasai atau menjadi corong mereka. Misalnya: Reuters (Inggris) yang dibentuk Julius Powell (Yahudi), AFP (Perancis) dan AP (AS), ABC yang  Dirut Pelaksananya Leonard Goldenson dan Direktur Entertainmennya Stuart Bloomberg (Yahudi), CBS yang oleh didirikan William S. Paley (Yahudi Rusia), Fox News yang didirikan Rupert Murdoch (Yahudi Australia) pada 1996.      

Rupert Murdoch  menguasai 300 saluran televisi, 3 penerbit buku (HarperCollins, ReagenBooks, dan Zondervan Christian Publisher). Seluruh perusahaan Murdoch melayani 3/4 penduduk bumi. Murdoch punya kuku di ratusan suratkabar di Australia, Fiji, Papua New Guinea, Inggris, dan AS. Murdoch menguasai jaringan BSkyB di Inggris, Sky Italia, Sky Amerika Latin, Foxtel Australia, DirectTV Group Amerika Utara dan Latin, serta Star TV untuk wilayah Asia.    
   
Industri film pun tidak luput dari kekuasaan Yahudi, yang arus utamanya dipegang Hollywood. Di sana bercokol perusahaan film besar dunia sekelas 20th Century Fox, Walt Disney, dan Paramount Picture.

Dan dalam sistem kapitalisme ini, misi media adalah sebagai sarana hiburan dan bisnis. Bagi mereka materi adalah segalanya, ratting dan oplah menjadi semacam berhala. Media tak lagi berpikir tentang keimanan, pun nilai etika dan kesopanan. Sehingga wajar jika pada akhirnya berdampak pada merajalelanya kerusakan moral dan generasi.

Belum lagi jika berbicara tentang perbenturan ideologi. Penguasaan media di bawah kendali ideologi kapitalisme, tentu saja tak ingin memberi ruang pada musuh ideologinya (baca : islam). Wajar jika kemudian opini seputar penerapan syari'ah dan khilafah tak lolos pemberitaan. Bahkan mereka memberi citra buruk bagi upaya mulia tersebut.

Khilafah Mengatur Media

Sebagai institusi pelaksana syari'at Islam kaffah, Khilafah menerapkan seperangkat aturan khusus bagi media agar mampu menjadi sahabat baik bagi keluarga, bahkan mampu mewujudkan masyarakat cerdas. Yaitu masyarakat yang memiliki tuntunan yang jelas dalam semua urusan hidupnya, mampu memilah mana yang benar-salah, juga peduli karena adanya budaya kritis terhadap lingkungan dan berani menasehati penguasa. 

Dalam naungan khilafah media menjadi sarana menjelaskan semua tuntunan hidup baik berdasar syari'at. Juga nilai dan panduan bersikap hingga peningkatan kualitas hidup dengan pemanfaatan iptek. 

Secara resmi media ditangani khusus oleh departemen penerangan (daairat i'lamy) yang bertanggungjawab langsung pada khalifah.

Inilah beberapa kebijakan Khilafah terkait media :

1. Warga negara boleh mendirikan media tanpa harus meminta ijin negara selama tidak bertentangan dengan akidah islam.
2. Dalam pelaksanaannya tidak memerlukan adanya jargon kebebasan pers, namun hanya membutuhkan basis nilai dan ketegasan aturan tentang hak berekspresi publik
3. Khilafah mengerahkan segenap potensi dana, ahli dan teknologi untuk menangkal masuknya pemikiran, ide serta nilai yang bertentangan dengan akidah islam via media.
4. Khilafah melarang semua konten media yang merusak, baik dalam buku, majalah, surat kabar, media elektronik dan virtual.

Sebagai perisai ummat, Khilafah berkewajiban menutup semua pintu-pintu kemaksiatan. Pasal 15 RUU Daulah Khilafah : 

"Segala sesuatu yang menghantarkan pada yang haram hukumnya adalah haram. Jika hanya dikhawatirkan maka tidak diharamkan." (Syekh Taqiyyuddin an Nabhani, Muqadimah ad dustur, hal. 88).

Pada akhirnya, media dalam Khilafah akan bisa menjadi sahabat baik bagi keluarga. Juga menjadi partner orang tua dalam mendidik anak, karena :

1. Tidak ada tontonan melenakan berupa film dan game yang membuat kecanduan
2. Tidak ada konten porno dan kekerasan, baik dengan pelaku manusia ataupun animasi
3. Tidak ada tokoh khayalan dengan kekuatan super
4. Adanya dorongan berperilaku positif sebagaimana yang dicontohkan generasi sukses dalam peradaban islam
5. Media menampilkan karakter tokoh dan generasi sahabat sebagai role model

Lantas, jika demikian halnya tak ada lagi alasan bagi kita -para orang tua- untuk menolak ide penegakan Khilafah. Bahkan sudah saatnya kita tergrak untuk ikut memperjuangkannya, demi masa depan generasi yang gemilang. Wallahu a'lam. [VM]

Posting Komentar untuk "Media Sahabat Keluarga"

close