Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menyusui, Bukan Soal Untung Rugi






Oleh : Emma Lucya F
Penulis buku-buku Islami- Dramaga-Bogor

Pekan ASI Sedunia (World Breastfeeding Week) diperingati setiap tahun yaitu setiap minggu pertama bulan Agustus, dan pada tahun 2016 mengangkat tema global “A Key to Sustainable Development”. Tema peringatan ini menjadi bagian dari program PBB Sustainable Development Goals (SDGs). Untuk Indonesia temanya “Ibu menyusui sampai 2 (dua) tahun lebih hemat, anak sehat dan cerdas; dalam rangka mewujudkan keluarga sejahtera” dan slogan “Ayo Dukung Ibu Menyusui”. Pekan ASI Sedunia dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran semua pihak tentang pentingnya ASI bagi bayi dan diperlukannya dukungan bagi ibu dalam mencapai keberhasilan menyusui bayinya. 

Menurut WHO/UNICEF, standar emas pemberian makan pada bayi dan anak adalah 1) mulai segera menyusui dalam 1 jam setelah lahir 2) menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan, dan 3) mulai umur 6 bulan bayi mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang berizi sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya dan 4) meneruskan menyusui anak sampai umur 24 bulan atau lebih (gizi.depkes.go.id, 2016).

Bukan Soal Untung Rugi

Tema nasional dari pekan ASI tahun ini berbunyi “Ibu menyusui sampai 2 (dua) tahun lebih hemat, anak sehat dan cerdas; dalam rangka mewujudkan keluarga sejahtera.” Kata “lebih hemat” dapat diartikan bawa ASI lebih murah dibandingkan harga susu formula yang harganya jauh lebih mahal. Faktanya memang demikian. Namun selayaknya kita sebagai ibu tidak menempatkan alasan ekonomis ketika harus menyusui anak-anak kita.

Banyak para ibu yang masih enggan menyusui anaknya hanya karena takut bentuk tubuhnya tidak akan ideal lagi ketika harus menyusui. Bahkan ada yang diet ketat setelah melahirkan karena ingin mendapatkan berat badan yang kembali ideal namun dengan tanpa berat hatu meninggalkan kewajibannya menyusui anaknya. Jika kemudian ini yang terjadi, lagi-lagi anak yang menjadi korban ambisi sang ibu. 

Menyusui itu bukan soal untung rugi, namun lebih dari itu bahwa menyusui adalah tugas mulia seorang ibu yang jika bisa dilaksanakan dengan baik akan mendatangkan kemaslahatan sangat besar bagi ibu dan juga generasinya.  

Nasib Perempuan dan Ibu dalam Sistem Kapitalisme-Neoliberal 

Sistem ekonomi kapitalis-neoliberal yang diterakan negara-negara adidaya telah menambah kemiskinan di negara-negara berkembang dengan jebakan utangnya. Hal ini bertolak belakang dengan target Sustainable Development Goals (SDGs) dan Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) untuk mengentaskan kemiskinan dunia, termasuk kemiskinan dan peningkatan status perempuan.

Dari 75 negara di dunia, perempuan hidup dalam kemiskinan hampir di 41 negara di dunia (MDGs, 2015). Kondisi buruk ini juga terjadi pada Indonesia. Lebih dari 3 juta perempuan menjadi buruh migran meninggalkan anak dan keluarganya akibat kemiskinan, dan jumlahnya bertambah ribuan setiap tahunnya meski banyak kasus-kasus perkosaan dan kekerasan tidak manusiawi menimpa (migrantcare.net, 18/9/2015). Saat ini para perempuan dipaksa bekerja di ruang publik oleh sistem yang ada karena minimnya peluang kerja bagi laki-laki. Salah satu dampak buruknya, para perempuan –terpaksa atau tidak- meninggalkan kodrat sekaligus kewajibannya untuk mengandung, menyusui anak, termasuk dalam pengasuhan dan pendidikan anak karena waktunya habis untuk mencari uang di sektor publik. Menyedihkan.

Program-program seperti Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) telah menjauhkan para perempuan dan ibu dari tugas-tugas mulianya. Yang ada, justru para perempuan semakin didorong untuk terus bekerja dengan harapan besar bahwa program tambal sulam seperti pemberian tempat khusus bagi ibu menyusui di kantor tempatnya bekerja atau pemberian izin bagi ibu untuk menyusui anaknya di jam kerja akan meringankan dan seolah-olah memberikan solusi. Ya, solusi parsial yang tidak sampai ke akar permasalahan, yang justru akan menghasilkan masalah-masalah baru bagi perempuan dan juga anak. Karena tugas keibuan tidak berhenti sampai usia dua tahun saja. Namun, ibu tetap berkewajiban mendidik anaknya hingga anaknya siap menerima taklif hukum syara’ ketika baligh. Dan waktu yang full untuk bekerja di luar rumah sangat signifikan pengaruhnya terhadap tumbuh kembang anak, baik fisik, psikis maupun kepribadian (syakhsiyah).

Kemaslahatan Dalam Perintah Islam 

Tanpa perlu kemudian dikampanyekan sedemikian rupa untuk menyusui anak, sejatinya Islam telah memerintahkan hal itu sejak hampir 14 abad yang lalu, jauh sebelum ada penelitian lebih lanjut tentang pentingnya menyusui bagi sang bayi dan juga bagi kesehatan ibu sendiri. 

Dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 233 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” 

Menyusui selama dua tahun disebut sebagai bentuk maksimalnya perhatian orang tua kepada bayinya. Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya : "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun." (QS Luqman [31]: 14). 
Dari kedua ayat tersebut, mayoritas ulama menyimpulkan bahwa dua tahun adalah jangka waktu yang ditentukan Allah untuk menyusui. Seperti pendapat Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat tersebut. "Ini merupakan petunjuk dari Allah SWT kepada para ibu agar mereka menyusui anak-anaknya dengan pemberian ASI yang sempurna selama dua tahun," terang Ibnu Katsir. Walau ayat ini berbentuk khabar (informasi) namun ada unsur perintah yang harus dilaksanakan umat Islam, kecuali jika terdapat kendala atau kondisi yang menghalangi seorang ibu menyusui anaknya seperti sakit atau halangan syar’i lainnya. Dan di setiap perintah Allah Ta’ala untuk kita pasti mengandung kemaslahatan yang terkadang kita tidak mengetahuinya.

Maka tidakkah kita menginginkan generasi penerus kita adalah generasi terbaik? Sudah saatnya kita mengambil Islam Kaffah dalam hal pengasuhan dan pendidikan anak-anak kita. Semua itu nyata-nyata hanya dapat terwujud dengan sistem Khilafah Islamiyah, bukan kapitalisme-neoliberal. Wallahu a’lam bi asshawab.[VM]

Posting Komentar untuk "Menyusui, Bukan Soal Untung Rugi"

close