Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Impian Di Atas Harapan


Impian Di Atas Harapan

Wahai pemimpin Negara
Pemimpin harapan
Kau panutan kami
Pedoman kami
Suri tauladan kami
Kepatuhan kami
Kami mengamanahkan kepemimpinan kepadamu
Sebab kami tau itu amanah BERAT
Kami takkan mampu memikulnya

Saat yang terfikirkan kekuasaan
Maka disana terlihatlah sebuah kedzaliman
Saat yang terfikirkan ketamakan jabatan
Maka inilah awal dari sebuah kehancuran

Dikala kepemimpinan dinegeri ini menjadi ajang perlombaan
Tanpa pandang makna “pengayoman, perlindungan, dan keamanan negara”
Maka ini ambisi kelompok yang diutamankan
Apakah jadinya negeri ini?
Organisasi 
Himpunan 
Kempimpinan itu
Negara itu nanti
Semua akan dimintai Pertanggung Jawaban dihadapan Allah
Untuk kebijaksanaan dan kejujuran yang didustai

Tatkala memilih pemimpin
Bijaklah dalam berfikir
Lihatlah ketaatannya pada Allah SWT dalam hidupnya
Yang sekiranya FAKIR terhadap KORUPSI
Berfikirlah dalam memilih pemimpin
Agar amanah BERAT mampu dijalankan karna ketaatannya pada Allah 
Rakyat nyaman tanpa merasa adanya ketidak adilan dan keotoriteran

Apa artinya TEGAS
Tanpa ada tindakkan yang LUGAS
Apa artinya JANJI
Jika pemimpin tidak dapat menepati
Apa artinya KEPEMIMPINAN yang diperlombakan
Kalau pemimpin itu tidak mempunyai sifat AL – AMIN

Wahai pemimpin
Kami butuh kau
Untuk dapat MENAATI seluruh perintah Allah
Kami berharap kau
Untuk pemimpin kami
Yang membuat kami semakin TAKUT bila melanggar perintah Allah
Semoga kaulah pemimpin
Yang muncul sebagai harapan kami
Yang mampu mengayomi
Melindungi kami dari kemaksiatan dunia
Menjaga keamaan negara
Yang kebijaksaannya mampu mengilhami
Untuk dicontoh
Ditaati
Ditakuti negara penjajah
Karna kepimpinanmu berdasarkan petunjuk Illahi

Sebuah ungkapan yang tertuang dalam sebuah puisi, untuk pemimpin yang kami harapkan ketaatannya pada illahi. Beberapa media mulai ramai, bursa calon presiden dan wakil presiden kembali marak diperbincangkan di media massa nasional maupun swasta. Padahal pemilihan presiden masih sekitar tiga tahun lagi. Hal itu dipicu oleh “Pengetatan Syarat Caleg Artis” dikalangan selebritis yang berlomba menjabat kepemimpinan. 

Seolah tidak mau kalah dengan kalangan lainnya untuk maju pada pemilihan legislatif adalah sebuah dikriminasi pada kalangan artis, Menurut Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi  (MK) – Jimly Asshiddiqie menilai bahwasannya banyak para artis memiliki latar belakang pendidikan dan memang pantas menjadi calon anggota legislatif (caleg). Oleh karna itu, Jimly tidak sepakat dengan usulan memperketat syarat untuk kalangan artis yang diatur dalam Undang – undang (UU) tentang pemilu. "Ya ndak bisa kita, tidak bisa begitu. Siapa saja boleh menyalonkan diri. Kan hak Konstitusional setiap warga negara. Saya kira tidak boleh merendahkna artis, enggak boleh. Artis juga banyak yang pintar, kan dia juga bisa sambil sekolah. Tidak boleh, saya kira itu tidak adil. Itu berlaku untuk semua orang" kata Jimly di Jakarta, Sabtu (27/08/2016).

Pada waktu Pilpres 2014 silam, Puluhan nama artis meramaikan Pemilu Legislatif (Pileg) 2014. Ada yang terpilih, tetapi banyak yang gagal melaju ke Senayan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Daerah.  Berdasarkan penetapan Komisi Pemilihan Umum, di Jakarta, Kamis (14/05/2014). Dalam iklan masyarakat yang dipublikasikan beberapa media massa nasional tersebut, dinyatakan bahwa pencalonan seseorang itu hak asasi yang tidak boleh dilanggar. Dengan demikian, penolakan oleh KPU tersebut dianggap sebagai sebuah pelanggaran hak asasi seorang yang harus dilawan.

Itulah protret zaman sekarang semakin ramai orang berlomba mengejar jabatan, berebut kedudukan sehingga menjadikannya sebagai sebuah obsesi hidup. Menurut mereka yang menganut paham atau prinsip seperti ini, tidak lengkap rasanya bila selagi hayat dikandung badan, kalau tidak pernah (meski sekali) menjadi orang penting, dihormati oleh masyarakat.

Jabatan baik Formal maupun Informal di negeri Indonesia dipandang sebagai sebuah "ASET", baik secara langsung maupun tidak langsung berkonsekuensi kepada keuntungan, kelebihan, kemudahan, kesenangan, dan setumpuk keistimewaan, melimpah ruah segalanya, dan masih banyak lagi yang lainnya. Maka tidak heran menjadi kepala daerah, gubernur, bupati, walikota, anggota dewan, direktur dan sebagainya merupakan impian dan obsesi semua orang. Mulai dari kalangan politikus, purnawirawan, birokrat, saudagar, tokoh masyarakat, bahkan sampai kepada artis.

Mereka sibuk tanpa mengetahui siapa sebenarnya dirinya, bagaimana kemampuannya, dan layakkah memegang jabatan (kepemimpinan) itu. Parahnya lagi, mereka kurang (tidak) memiliki pemahaman yang benar tentang hakikat kepemimpinan itu sendiri. Menganggap jabatan itu keistimewaan, fasilitas, kewenangan tanpa batas, kebanggaan dan popularitas. Padahal jabatan adalah tanggung jawab, pengorbanan, pelayanan, dan keteladanan  yang dilihat dan dinilai banyak orang. Serta menjadi amanah berat yang akan di pertanggung jawabkan dihadapan sang pencipta.

Hakikat Kepemimpinan dalam Pandangan Islam

Al-Quran dan Hadits sebagai pedoman hidup umat sudah mengatur sejak awal bagaimana kita memilih dan menjadi seorang pemimpin. Pertama, kepemimpinan dalam pandangan Al-Quran bukan sekedar kontrak sosial semata baik antara sang pemimpin dengan masyarakat, tetapi merupakan ikatan perjanjian akan sebuah amanah berat antara dia dengan Allah SWT. 

Kepemimpinan itu sebuah amanah Allah swt, bukan sesuatu yang diminta apalagi dikejar dan diperebutkan manusia saat ini. Bahwasannya ketika sahabat Nabi Muhammad SAW, Abu Dzarr, meminta suatu jabatan, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Kamu lemah, dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi sebab kenistaan dan penyesalan di hari kemudian (bila disia-siakan)". (HR. Muslim).

Kedua, kepemimpinan menuntut sebuah keadilan. Keadilan harus dirasakan oleh semua pihak tanpa terkecuali. Diantara bentuknya adalah dengan mengambil keputusan yang adil antara dua pihak yang berselisih, mengurus dan melayani semua lapisan masyarakat tanpa memandang agama, etnis, budaya, dan latar belakang. Lihat Cobalah membaca sejenak dalam (Qs. Shad (38): 22) "Wahai Daud, Kami telah menjadikan kamu khalifah di bumi, maka berilah putusan antara manusia dengan hak (adil) dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu".

Bagaimana Memilih Pemimpin?

Kaum muslimin yang beriman kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW., Maka manusia dilarang keras untuk memilih pemimpin yang tidak memiliki kepedulian dengan urusan agama (akidahnya lemah) atau seseorang yang menjadikan agama sebagai bahan permainan/kepentingan tertentu. Karna semua itu akan di mintai pertanggungjawaban atas pengangkatan seseorang pemimpin dan akan dikembalikan kepada siapa yang mengangkatnya (masyarakat tersebut). Dengan kata lain masyarakat harus selektif , cermat dan pandai dalam memilih pemimpin dan hasil pilihan mereka adalah siapa mereka.

Syarat Pemimpin dalam Islam

Syarat memilih pemimpin dalam Islam, menyerukan kepada umat untuk menilai secara cermat, agar memilih yang memenuhi syarat seorang pemimpin dalam Islam. Dimana pemimpin negara wajib menerapkan syariah secara kaffah (keseluruhan). Hanya dengan begitu kebaikan atau rahmat berupa keadilan, kesejahteraan, keamanan, kedamaian dan lainnya akan bisa diwujudkan secara nyata.

Dari kalangan manapun dia selama itu muslim, maka umat Islam harus memilih pemimpin yang mau menyerukan dan menerapkan Syari'ah Islam. Bukan hanya pribadinya melainkan sistem apa yang dibawanya, dalam hal ini dia harus bertanggung jawab terhadap rakyat tentang apa yang di pimpin. Dan ini tidak akan terjadi dalam sistem demokrasi, untuk itu mari perjuangkan tegaknya kepemimpinan yang amanah yakni khilafah Islamyah. [VM]

Posting Komentar untuk "Impian Di Atas Harapan"

close