Tolak Sistem Upah Murah, Lawan Kapitalisme!
Oleh : Umar Syarifudin
(Syabab Hizbut Tahrir Indonesia)
Hingga hari ini, gejolak buruh hampir secara periodik terjadi di negeri ini. Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), M Rusdi mengatakan kepada media, aksi buruh digelar serentak secara nasional di 20 Provinsi, 150 Kabupaten/Kota di Indonesia. Sedangkan untuk aksi di Jakarta, masa yang terlibat sedikitnya 20 ribu buruh yang berasal dari Purwakarta, Karawang, Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang, dan sebagian Serang.
Penerapan amnesti pajak dan sistem pengupahan jadi agenda ribuan buruh menggelar aksi unjuk rasa di Istana Negara dan sejumlah titik di Jakarta, pada Kamis 29 September 2016. Buruh menolak upah murah di seluruh Indonesia lantaran masih ada buruh yang diberikan gaji dengan sistem upah minum padat karya, di mana gaji yang diterima di bawah upah minimum.
Fenomena gejolak aksi-aksi buruh ini terjadi di tengah puja-puji dunia terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kondisi yang menimpa kaum buruh tersebut sebenarnya tidak jauh beda dengan mayoritas rakyat/kaum lainnya selain buruh. Artinya, problem kesejahteraan ini lebih bersifat problem sistemik yang melibatkan Negara daripada hanya sebatas antara buruh dan pengusaha semata.
Problem buruh muncul akibat digunakannya kebutuhan hidup minimum sebagai standar penetapan gaji. Pekerja tidak mendapatkan gaji mereka yang seharusnya. Mereka hanya mendapatkan sesuatu yang cukup sekedar untuk mempertahankan hidup mereka. Karena itu, terjadilah ketidakadilan dan eksploitasi para kapitalis terhadap kaum buruh.
Pengusaha berinvestasi dan membuka usaha untuk mendapatkan keuntungan. Dengan demikian, motivasi dasar pengusaha adalah mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Untuk memperbesar keuntungannya, pengusaha bisa mempermurah biaya alat-alat produksi, menerapkan upah murah atau menaikkan harga. Namun, karena pengusaha berada daalam situasi persaingan dengan pengusaha lain, maka ia tidak bisa menaikkan harga seenaknya. Pasalnya, para pembelinya akan beralih ke pengusaha lain yang memproduksi dan menjual komoditi serupa dengan harga lebih murah.
Untuk memenangkan persaingan, seorang pengusaha harus menjual satu unit komoditinya dengan harga lebih murah dari pengusaha lain. Tetapi, agar keuntungan totalnya tidak turun, ia harus memproduksi dan menjual komoditi itu dengan jumlah lebih banyak. Untuk itu, ia harus meningkatkan produktivitas pekerjanya dengan cara meningkatkan teknologi produksinya. Dengan demikian, biaya alat-alat produksi cenderung meningkat. Karena pengusaha sulit mempermurah biaya alat-alat produksi dan menaikkan harga, maka cara yang paling mungkin mereka tempuh untuk memperbesar keuntungan adalah dengan mempraktekkan upah murah.
Dalam sistem ekonomi Kapitalis, rendahnya gaji buruh justru menjadi penarik bagi para investor asing. Termasuk pemerintah, untuk kepentingan peningkatan pendapatan pemerintah (bukan rakyat), justru memelihara kondisi seperti ini. Kondisi ini menyebabkan pihak pemerintah lebih sering memihak ‘sang investor’ , dibanding dengan buruh (yang merupakan rakyatnya sendiri) ketika terjadi krisis perburuhan. Rendahnya gaji juga berhubungan dengan rendahnya kualitas SDM. Persoalannya bagaimana, SDM bisa meningkat kalau biaya pendidikan mahal?
Mengadopsi sistem kapitalistis seperti saat ini, tugas negara lebih pada fungsi regulasi, yakni pengatur kebebasan warga negaranya. Karena itu, sistem ini tidak mengenal tugas negara sebagai “pengurus dan penanggung jawab pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya”. Rakyat yang ingin memenuhi kebutuhannya harus bekerja secara mutlak, baik untuk memenuhi kebutuhan dasarnya maupun kebutuhan pelengkapnya sehingga prinsip struggle for life benar-benar terjadi. Jika seseorang terkena bencana atau kebutuhan hidupnya meningkat, ia harus bekerja lebih keras secara mutlak. Begitu pula ketika ia sudah tidak mampu bekerja karena usia, kecelakaan, PHK atau sebab lainnya, maka ia tidak punya pintu pemasukan dana lagi. Kondisi ini menyebabkan kesulitan hidup luar biasa, terutama bagi seorang warga negara yang sudah tidak dapat bekerja atau bekerja dengan gaji sangat minim hingga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya .
Sudah menjadi pengetahuan umum kiranya bahwa negara cenderung berpihak pada pengusaha dan bukan buruh. hal itu terjadi liberalisasi ekonomi. Negara tidak terlihat membangun ekonomi sektor publik, bahkan cenderung merusaknya dengan melakukan privatisasi. Itulah kenapa Negara memiliki kecenderungan untuk memprioritaskan kepentingan investor swasta dan berusaha menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi mereka, meski kondisi itu bertentangan dengan kepentingan kesejahteraan masyarakat, termasuk kaum buruh.
Jadi problem perburuhan terjadi akibat penerapan kapitalisme untuk mengatur masalah perburuhan secara khusus dan mengelola urusan masyarakat secara umum. Maka problem perburuhan itu akan terus ada selama masalah tersebut masih diatur dengan kapitalisme.
Melihat persoalan ketenagakerjaan yang demikian kompleks di atas, tentu saja juga membutuhkan pemecahan yang komprehensip dan sistemis. Sebab, persoalan tenaga kerja, bukan lagi merupakan persoalan individu, yang bisa diselesaikan dengan pendekatan individual. Akan tetapi, persoalan tenaga kerja di atas merupakan persoalan sosial, yang akhirnya membutuhkan penyelesaian yang mendasar dan menyeluruh. Jadi, problem utamanya adalah sistem Kapitalisme yang saat ini diterapkan. Dalam hal ini syariat Islam sebagai aturan yang berasal dari Allah, akan mampu menyelesaikan persoalan ini. Mengingat syariat Islam adalah aturan yang menyeluruh yang secara praktis akan menyelesaikan berbagai persoalan manusia. Sudah saatnya kita mengganti sistem Kapitalisme yang telah membuat buruh dan manusia lainnya menderita, dan menggantinya dengan syariat Islam. [VM]
Posting Komentar untuk "Tolak Sistem Upah Murah, Lawan Kapitalisme!"