Hijab di Majalah Playboy?
Oleh : Endah Sulistiowati, SP. - (MHTI – Kediri)
Di antara kabar yang menjadi viral di jagad medsos minggu ini adalah tampilnya gadis berhijab Noor Tagouri, wartawati asal Amerika Serikat tapi memiliki wajah khas Timur Tengah, di majalah pria dewasa Playboy edisi Oktober 2016. Meskipun Tagouri terlihat cantik dengan hijab yang dia kenakan yang dibpadu dengan celana jins, jaket kulit, dan sepatu Converse, konsep pemotretan Noor tak berbeda jauh dengan model Playboy yang lain, yakni menampilkan kesan seksi dan sangar.
Majalah Playboy adalah majalah porno yang mendunia. Dan semua orang tahu meskipun belum pernah baca apalagi menyentuhnya, hanya dengan mendengar namanya saja, maka yang tergambar dibenak mereka majalah Playboy adalah majalah yang berisi hal-hal yang fulgar berbau pornografi dengan full gambar model-model cantik dengan pose yang sangar, seksi, dan yang pasti minim busana.
Bagi sorang muslimah berhijab/berkerudung adalah simbol religius, karena ketika dia berhijab maka tanpa bertanya siapapun akan tahu bahwa dia adalah seorang Muslimah. Meskipun pasca tragedi black september 2001 perkembangan Islam di Amerika Serikat cukup pesat, namun tidak bisa dipungkiri bahwa para Muslim dan Muslimah disana menjadi warga negara nomer dua, mereka hanya dipandang sebelah mata saja. Noor Tagouri adalah gadis berhijab, maka bisa disimpulkan bahwa dia seorang Muslimah. Mengapa Majalah Playboy berani mengambil resiko memasang Tagouri sebagai model di majalahnya? Apa yang dicari oleh Majalah Playboy?
Jika ditelisik lebih dalam, maka ada beberapa poin yang bisa diambil dari dipasangnya Noor Tagouri seorang Muslimah berhijab di Majalah Playboy. Pertama, meningkatkan oplah. Beberapa tahun terakhir perkembangan umat Islam diseluruh penjuru dunia sangat pesat, demikian juga dengan kabar ketakwaan mereka. Jadi, dipasangnya Tagouri yang berhijab akan membuat penasaran banyak kalangan terutama Muslim, maka akan timbul banyak pertanyaan dibenak mereka, apakah Tagouri tetap memakai hijabnya, bagaimana posenya, dsb. Kedua, merubah image. Playboy berusaha mengubah image yang ada ditengah masyarakat untuk memuluskan oplahnya. Dengan Tagouri yang berhijab maka image Playboy yang vulgar akan menjadi lebih santun, sehingga mereka akan mudah untuk mengembangkan sayap menembus pasar di negeri-negeri Muslim. Ketiga, pembunuhan karakter Muslimah. Bahwa seorang Muslimah berhijab pun bisa jadi model majalah Playboy, dengan begitu Majalah Playboy menyamakan harga seorang Muslimah berhijab dengan wanita kebanyakan yang bisa disuruh telanjang oleh Playboy. Ini bukan suatu kebanggaan atau prestasi seperti yang disampaikan oleh Tagouri namun ini adalah penghinaan.
Pembahasan hijab ternyata tidak sesederhana kata-katanya yang hanya memuat 5 huruf saja. Bukan melulu selembar kain penutup kepala yang saat ini lagi trend dipakai perempuan. Ayat tentang hijab/kerudung disampaikan Allah di QS. An-Nur 31, sedangkan aturan jilbab/baju luar yang mengulur kebawah/gamis ada di QS al-Ahzab ayat 59, Allah SWT menyatakan bahwa agar para muslimah itu mudah dikenali dan tidak diganggu. Para munafiqun biasanya berdalih, bahwa hukum berhijab tidak lagi wajib apabila muslimah tidak lagi mendapat gangguan. Bahkan kaum liberal menganggap bahwa hijab adalah budaya arab yang tidak cocok diterapkan di Indonesia sebagai negara tropis.
Tak bisa dipungkiri bahwa banyak saudari Muslimah kita di berbagai lapisan masyarakat mulai mengenakan hijab atau busana Muslimah. Tidak hanya di Malaysia, tetapi juga di negara-negara tetangga seperti di Thailand Selatan dan Indonesia, semakin banyak perempuan yang mengenakan hijab. Menurut statistik, lebih dari 70% dari Muslimah di Malaysia memakai kerudung atau penutup kepala dengan konsisten. Tentu saja, ini adalah fenomena yang positif di kalangan Muslimah. Tidak hanya itu, banyak selebriti Muslimah juga konsisten mengenakan hijab bahkan selama berakting atau bernyanyi. Hal ini merupakan indikasi bahwa kaum Muslimah semakin menyadari kewajiban untuk menutup aurat.
Berkembangnya jenis fashion di mana Muslimah mengenakan kerudung tetapi dipadukan dengan pakaian ketat. Hal ini populer di negara seperti Indonesia. Namun, setelah menerima keberatan dari berbagai pihak seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), fashion seperti ini sekarang sedang ditolak di negeri ini. Sayangnya, belakangan fashion yang serupa telah menyebar ke Malaysia dan karenanya mempengaruhi remaja di sana.
Hal yang mengkhawatirkan adalah kenyataan bahwa mengenakan hijab kini hanya menjadi item fashion yang dipertontonkan dan ditampakkan sebagai pameran kecantikan. Hal ini terbukti dari fashion show hijab yang tidak berbeda dengan fashion show lainnya. Mengenakan hijab bagi sebagian orang tidak lagi dilandasi oleh ketaatan kepada Allah Swt. Dan ini adalah perangkap yang dipasang oleh kaum kafir untuk menyesatkan dan mendistorsi umat Islam dari jalan yang benar. Mereka telah merencanakan siasat yang tak terhitung jumlahnya agar umat ini menjadi berpaling dan tidak menyadari hukum Syariah yang sebenarnya.
Mitos kecantikan yang terus melekat sampai hari ini tidak lain hanyalah propaganda para kapitalis Barat untuk mengejar agenda kapitalis mereka. Bagi kapitalisme, tujuan selalu membenarkan cara; terlepas dari metode dan cara, selama hasil akhir menghasilkan keuntungan, apapun boleh dilakukan. Bahkan perempuan dijadikan sebagai objek yang dipamerkan untuk meningkatkan penjualan produk. Kapitalisme menciptakan kecantikan sebagai simbol kepercayaan diri, kemajuan, dan modernitas. Dengan demikian, sejalan dengan persepsi itu, kapitalis sangat tekun memperkenalkan ‘citra Muslimah’ untuk memenuhi persyaratan naluri dan agama. Mereka mempromosikan ide bahwa Muslimah dapat mempercantik diri di hadapan publik dan mengikuti tren fashion terbaru sementara tetap menutup kepala mereka.
Meningkatnya jumlah Muslimah dewasa maupun remaja yang mengenakan hijab memang merupakan fenomena yang positif. Namun sayangnya, pemahaman aturan Syariah mengenai kewajiban menutup aurat dan penggunaan pakaian publik bagi Muslimah telah disesatkan.
Ketika Allah SWT telah menetapkan satu syariat bagi manusia, maka tak ada pilihan bagi manusia tersebut untuk memilih syariat/aturan lainnya. Perintah Allah ini haruslah disambut dengan ketundukan dan keikhlasan dalam menjalankannya. Meskipun demikian, ternyata fakta di lapangan menunjukkan bahwa berhijabnya seseorang tidak selalu karena faktor takwa. Banyak faktor-faktor lain yang menyertai niat seseorang ketika ia memutuskan menutup aurat. Ada yang berhijab karena alasan lebih simple dan nggak bingung memilih mode ketika akan bepergian. Ada juga yang mengatakan dirinya terlihat lebih cantik bila berhijab. Ada juga yang mengatakan bahwa sudah waktunya berhijab karena sudah berumur, rambut sudah mulai beruban dan rontok. Atau bisa jadi karena faktor politik, untuk lebih banyak lagi menarik simpatisan di negeri mayoritas muslim ini. Bahkan dikalangan selebritis tanah air hijab/berkerudung sudah menjadi trend, apapun alasan mereka patut disyukuri juga karena semakin tinggi kesadaran para muslimah untuk menutup aurat mereka.
Walhasil, dengan adanya larangan tabarruj, maka para hijabers, atau seharusnya jilbabers, hendaklah melakukan evaluasi terhadap gaya berkerudung dan menutup auratnya. Semata menutup aurat belum cukup untuk keluar rumah, melainkan ia harus melengkapinya dengan jilbab dan kerudung yang syar’i. Tinggalkan keinginan untuk tampil cantik dan modis di hadapan umum, gantikan dengan keinginan untuk cantik kelak di hadapan Allah, saat kita menemui-Nya di surga sebagai balasan ketaatan dan ketundukan kita pada aturan-Nya. [VM]
Posting Komentar untuk "Hijab di Majalah Playboy?"