Memaknai Kembali Momentum Hijrahnya Rasulullah
Oleh: Marwah Hayati Nufus
(Mahasiswi Pendidikan Fisika UPI)
Baru saja kemarin, umat Muslim kembali menyambut tahun baru Hijriyyah. Di beberapa daerah, ada yang merayakannya dengan pawai obor, menyemarakkan dengan lomba-lomba keislaman, tabligh akbar, shalawatan dan masih banyak lainnya. Perayaan dan penyambutan yang dilakukan oleh sebagian orang tak lain hanya ingin menunjukkan rasa syukurnya karena masih dapat bertemu dengan 1 Muharram (Tahun Baru Islam).
Sejatinya, apa yang dilakukan sebagian orang memang tidak salah. Namun, alangkah lebih baik kita menjadikan momentum ini untuk mengingat bagaimana peristiwa hijrahnya Rasulullah dan Kaum Muhajjirin.
Hijrah Tak Sekendar Pindah
Saat ini, sebagian umat Islam ketika mendengar kata hijrah atau peristiwa hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah, menganggapnya sebagai suatu perpindahan biasa, layaknya migrasi penduduk dengan segala kerepotannya. Padahal, tidak semudah itu. Hijrahnya Rasulullah merupakan perjuangan yang besar.
Hijrah bukanlah melarikan diri. Hijrah adalah persiapan membekali diri untuk akhirat. Karena itulah, Allah SWT berfirman:
“Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka di bunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik (surge). Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki. Sesungguhnya Allah akan memasukkan mereka ke dalam suatu tempat (surga) yang mereka menyukainya. Dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Hajj: 58-59)
Hijrahnya Rasulullah saat itu sebenernya memberikan banyak pelajaran untuk kita selaku umat Islam, diantaranya
- Rasulullah mencontohkan bahwa apabila jika suatu tempat masih belum kondusif untuk disampaikan Islam, padahal sudah bertahun-tahun lamanya disyiarkan Islam kita diperbolehkan untuk sementara pindah ke tempat yang sudah lebih kondusif, mengingat jumlah umat Islam di Madinah saat itu sudah cukup banyak. Karena berpindahnya Rasulullah saat itu tidak serta merta karena Rasulullah sudah lelah dalam mendakwahi Mekkah, namun karena inilah perintah dari Allah.
- Persaudaraan yang terbangun atas dasar aqidah merupakan persaudaraan yang sangat indah. Ini dibuktikan oleh kaum Anshar dan kaum Muhajjirin dimana kaum Anshar tak sungkan menganggap kaum Muhajjirin seperti keluarganya sendiri.
- Hijrahnya Rasulullah dari Mekkah ke Madinah merupakan titik puncak perjuangan dakwahnya. Dimana, saat itu Rasulullah akhirnya mampu mendirikan Daulah Islam dengan izin Allah. Ini membuktikan bahwa, keberadaan Daulah Islam adalah suatu hal yang harus diperjuangkan.
Lalu, yang menjadi pertanyaannya bagaimana dengan keadaan umat Islam saat ini? Bagaimana estafet perjuangan umat Islam saat ini? Bagaimana kesejahteraan, persaudaraan dan kemakmuran umat Islam saat ini?
Umat Islam saat ini, sedang berada dalam keterpurukan. Pemimpin-pemimpinnya sedang sibuk berebut jabatan. Pemudanya ikut terbuai dengan virus-virus sekuler. Umat Islam tertindas. Umat Islam dihinakan. Pembantaian tak henti-henti dilakukan. Namun, rupanya rasa persaudaraan antar umat Islam sudah mulai berkurang.
Saat kaum Muslim di Palestina, Suriah, Irak mendapatkan banyak siksaan, kaum Muslim di belahan dunia lain seolah tidak peduli. Tidakkah kita semua malu dengan perjuangan Rasulullah dan para sahabat dulu? Mereka bersimpuh darah untuk menegakkan kalimat-Nya. Namun, kini kita membiarkan kaum musyrik menghancurkan dan berusaha memusnahkah saudara-saudara kita.
Oleh karena itu, sudah tidak banyak waktu lagi untuk kita berleha-leha. Sudah saatnya kita memperkokoh barisan memperjuangkan agama Islam, mendakwahkannya dan menjemput kemenangan yang sudah dijanjikan-Nya. Kemenangan Islam, dalam bingkai Daulah Khilafah. Wallahu’alam bi shawab. [VM]
Posting Komentar untuk "Memaknai Kembali Momentum Hijrahnya Rasulullah"