Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dikala Jutaan Hati Menyatu; Refleksi Aksi 212


Oleh : Yusuf, S.Pd.I, M.Pd. 
(Dosen STITM & Penulis Buku “Cahaya Perubahan”)

“Al-Quran imam kami, Al-Quran pedoman kami, Al-Quran petunjuk kami, Al-Quran satukan kami. Aksi bela Islam, Aksi bela Islam, Aksi bela Islam, Allah Allahu Akbar...”. Mars inilah yang menggema saat Aksi Jutaan Umat Islam di monas Jumat 2 Desember 2016 lalu. Pada Aksi Bela Islam 3 ini, Jutaan umat Islam berkumpul menjadi satu dengan rapi membentuk ribuan bahkan ratusan ribu barisan shaf di monas dan sekitarnya. Mereka mengumandangkan takbir, doa, shalawat dan azan, serta melaksanakan sholat Jumat. Apa motivasinya? Tentu saja, masih sama, MEMBELA ALQURAN dan MENUNTUT HUKUMAN bagi penghinanya, Bapak Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok.

Tentu saja kita sudah paham, tuntutan ini bukan karena Bapak Ahok adalah etnis atau agama tertentu, melainkan karena pernyataannya yang menghina Al Quran dan Ulama. Ada ungkapan, “Seseorang yang tidak belajar menutup mulutnya, dia akan mencelakakan dirinya sendiri”. Ungkapan ini menjadi pelajaran bagi kita, termasuk bapak Ahok, yang ucapannya di Kepulauan Seribu memicu amarah umat Islam dan menyeretnya sebagai tersangka penistaan Al-Qur’an. Pasca Aksi Damai 4 November, lagi-lagi Bapak Ahok kembali melontarkan pernyataan bahwa peserta aksi tersebut adalah peserta bayaran. Tak hanya itu, aksi ini juga dipicu oleh lambatnya proses hukum dan adanya kesan bahwa hukum di negeri ini “tajam ke bawah, tumpul ke atas” atau “tebang pilih” dalam kasus ini.

Mencermati Aksi Bela Islam 3 ini adalah sesuatu yang menarik. Beberapa hari menjelang  aksi, berbagai spekulasi, optimisme, pesimisme dan pragmatisme muncul ke permukaan. Menggambarkan suasana sikap dan pandangan beragam dari berbagai kalangan. Mulai dari dugaan adanya upaya makar, ditunggangi kepentingan politik, hingga dugaan akan terjadinya revolusi sosial. Hal ini membuat kepolisian dibeberapa daerah mencekal calon peserta aksi yang akan berangkat, padahal sudah ada kesepakatan “damai” antara Kapolri dan GNPF MUI untuk aksi ini.

Meski peserta aksi meluap hingga ke Bundaran Patung Kuda dan BI (GNPF MUI menyebutkan 7 juta lebih peserta), namun aksi berjalan tertib, tidak ada kericuhan, pengrusakan maupun kerusuhan. Yang ada adalah lantunan dzikir, doa dan shalawat. Tampak pula para peserta membentangkan dan mengestafetkan bendera hitam bertuliskan “laailaha illalah muhammad ar rasulullah” (Ar Rayah: bendera yang pernah di pakai Nabi Muhammad Saw), menambah syahdu dan haru peserta aksi di tengah doa yang dipimpin KH. Arifin Ilham.

Aksi ini memperlihatkan kepada jutaan pasang mata rakyat indonesia akan pentingnya persatuan yang dibangun berdasarkan satu keyakinan (aqidah). Dalam aksi, peserta memiliki motivasi dan tuntutan yang sama sehingga mampu mengumpulkan massa terbesar dalam sejarah Indonesia. Perbedaan Madzhab tidak lagi umat Islam “hiraukan” dalam aksi ini. Terbukti dalam pelaksanaan doa, zikir dan shalawat bersama serta pelaksanaan sholat jumat tetap diikuti oleh peserta yang menganut “madzhab fikih” berbeda.

Aksi ini juga menampakkan toleransi yang luar biasa. Tidak ada pengrusakan rumah ibadah agama lain dan tidak mengganggu aktifitas umat agama lain. Peserta yang hadir juga memiliki latar etnis, suku, bahasa dan organisasi yang beragam. Semua menyatu dalam aksi super damai ini. Tampak pula peserta aksi dari kalangan tionghoa dan non muslim yang diberi fasilitas nyaman tanpa gangguan oleh panitia.  

Dan tak kalah penting, aksi ini mengajarkan rela berkorban. Betapa kita telah melihat, peserta dari berbagai daerah baik yang paling dekat maupun terjauh berdatangan dengan ongkos masing-masing. Bahkan ada sepuluhribu-an jamaah yang rela berjalan kaki dari ciamis yang jaraknya ratusan kilometer dari jakarta, begitupula jamaah dari bogor dan bandung yang longmarch ke jakarta. Diantara mereka adapula yang cacat dan berusia renta. Sumbangan dari para dermawan pun berdatangan, mulai dari uang cash, dalam bentuk makanan-minuman gratis, pijat gratis, layanan charger gratis hingga angkutan gratis. Sungguh penampakan sikap rela berkorban yang luar biasa.

Bila satu ayat saja yang dinista telah membuat jutaan hati umat bangkit dan menyatu, bagaimana bila semua ayat Al Qur’an dinistakan?. [VM]

Posting Komentar untuk "Dikala Jutaan Hati Menyatu; Refleksi Aksi 212"

close