Migas Bojonegoro Dijarah Asing
Oleh : A. R. Zakarya
(Lajnah Siyasiyah DPD HTI Jombang)
“Tirani kepemilikan individu berupa privatisasi melahirkan kerusakan berbagai aspek. Kepemilikan umat dijual. Seharusnya negara memelihara kepemilikan umum dan memelihara kepemilikan negara. Namun semua itu justru dijual kepada perusahaan swasta. Lalu swasta-swasta itu berlebihan dalam mengeruk keuntungan besar. Dampaknya, harga-harga melambung yang menjadi beban bagi masyarakat…” papar Umar Syarifudin, Direktur Pusat Kajian Data dan Analisis (PKDA).
Potensi Provinsi Jawa Timur sebagai penghasil minyak dan gas menempati urutan ketiga di Indonesia setelah Kalimantan Timur dan Riau. "Dengan 31 blok WKP (wilayah kerja pertambangan) berstatus eksploitasi, Jatim menduduki peringkat ketiga penghasil migas nasional," kata Kepala Dinas ESDM Jatim Kepala Dinas ESDM Jatim Ir Dewi J Putriatni MSc saat menjadi Nara Sumber dalam Temu Mitra Subsektor Migas 2012, di Gedung Binaloka Pemprov Jatim, Kamis (31/5). Selain 31 blok WKP yang dieksploitasi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), di Jatim Lanjut Dewi, juga terdapat 32 blok WKP berstatus eksplorasi. "Penemuan-penemuan ladang migas terus bertambah di Jatim, salah satu temuan terbesar, yakni Blok Cepu yang berada di Kabupaten Bojonegoro," katanya. (jatimprov.go.id 31/5/2012).
Diperut bumi Bojonegoro saat ini terkandung banyak migas (minyak dan Gas). Menurut pemetaan, di Bojonegoro terdapat 700 juta barel minyak mentah dan kandungan gas nya berkisar 1,7 trilliun kaki kubik. (lensaindonesia.com 31/5/2012).
Diketahui, cadangan migas lapangan Banyu Urip Blok Cepu diperkirakan mencapai 450 juta barel. Saat ini puncak produksi lapangan migas Banyu Urip Blok Cepu telah tercapai yaitu 165.000-170.000 barel per hari. Produksi minyak di Bojonegoro ini menyumbang 20 persen produksi minyak nasional. Sementara cadangan gas bumi lapangan Jambaran Tiung Biru mencapai 12 juta kaki kubik. Lapangan JTB ditargetkan mulai produksi sebesar 227 kaki kubik gas bumi per hari pada kuartal pertama 2019, dan mencapai puncak produksi sebesar 315 MMSCFD pada 2020. (okezone.com 25/4/2016).
Fakta di atas menunjukkan betapa melimpahnya potensi migas yang terkandung di kota ledre ini. Namun, apakah melimpah ruahnya migas di bojonegoro berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat bojonegoro?
Data yang dilansir Bojonegoro Institute (BI) tentang tingkat kemiskinan di Bojonegoro sungguh mengejutkan. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2013, tingkat kemiskinan di Bojonegoro menempati peringkat ke-9 di Jawa Timur. Susenas 2013 juga menyebut Jumlah warga miskin di daerah penghasil minyak dan gas bumi (migas) itu sebanyak 196 ribu jiwa. Padahal pada Tahun 2012-2014, Pendapatan Daerah Kabupaten Bojonegoro termasuk tertinggi ke-5 di Jawa Timur. Selain itu tingkat kesenjangan atau Gini Rasio di Bojonegoro juga terus naik. Pada Tahun 2011 sebesar 0,27 persen, Tahun 2012 sebesar 0,31 persen dan Tahun 2013 sebesar 0,42 persen. Artinya distribusi sumber daya dan basis sosial di Kota Ledre masih belum merata. (beritabojonegoro.com 7/9/2015).
Kekayaan Migas Dijarah Asing
Menurut Agus Supriyanto, kadis ESDM Kabupaten Bojonegoro, di Bojonegoro terdapat empat blok minyak dan gas bumi yaitu lapangan Banyu Urip Blok Cepu yang dikelola ExxonMobil Cepu Limited (EMCL), lapangan Sukowati yang dikelola Joint Operating Body Pertamina-Petrochina East Java (JOB PPEJ). Lalu, lapangan sumur tua Wonocolo yang dikelola Pertamina EP Asset IV Cupu; dan lapangan Tiung Biru yang dikelola Pertamina EP Asset IV Cepu. Selain itu, lapangan gas bumi Jambaran Tiung Biru yang masih tahap eksplorasi dan dikembangkan Pertamina EP Cepu.(okezone.com 25/4/2016).
Yang menarik disini adalah pengelolaan lapangan migas Banyu Urip Blok Cepu yang menyumbang produksi minyak terbesar di bojonegoro atau bahkan salah satu terbesar dijawab timur justru diserahkan pengelolaannya kepada asing, dalam hal ini adalah ExxonMobil Cepu Limited (EMCL). Exxon Mobil Corporation atau yang lebih dikenal dengan merek ExxonMobil merupakan perusahaan minyak dan gas multinasional yang berpusat di Irving, Texas, Amerika Serikat. ExxonMobil Cepu Limited kini menguasai pengelolaan minyak bumi di blok cepu yang diperkirakan mencapai 450 juta barel. Saat ini puncak produksi lapangan migas Banyu Urip Blok Cepu telah tercapai yaitu 165.000-170.000 barel per hari.
Lalu bagaimana mungkin masyarakat bojonegoro khususnya dan rakyat di Indonesia umumnya bisa menikmati hasil kekayaan migas jika pengelolaannya diserahkan asing. Sungguh suatu ironi, negeri kaya namun kekayaannya dinikmati oleh bangsa lain. Bukan hanya itu jumlah penduduk miskin malah justru terbilang masih begitu banyak.
Penerapan Neoliberalisme Memunculkan Neoimperialisme
Sistem ekonomi neoliberalisme adalah sebuah sistem ekonomi yang meminimalkan peran negara dalam aktivitas ekonomi (jika tidak mau dikatakan menghilangkan peran negara). Negara hanya berperan sebagai regulator saja. Ibarat dalam permainan sepak bola, peran negara sama halnya menjadi wasit. Negara tidak boleh intervensi sedikitpun. Lalu siapa pemainnya? Jawabannya siapapun bisa bermain. BUMN, swasta domestik, bahkan swasta asing semuanya boleh bermain. Sebagaimana dalam permainan, siapa yang kuat dan berpengalaman itulah yang pasti menjadi pemenang. Asing sendiri memiliki kekuatan dan pengalaman dalam hal ini. Bisa kita pastikan siapa yang bakal menang.
Mari kita tengok sektor minyak dan gas (migas) Indonesia, dari hulu ke hilir, dikuasai oleh kepentingan asing, dengan memanfaatkan kekuasaan dan celah dalam aturan. Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara hanya menguasai 15% produksi minyak mentah di Indonesia, persentase ini bahkan di bawah korporasi multinasional asing asal Amerika Serikat, Conoco Philips, yang mencapai angka 18%. Share operator blok di Indonesia dibagi perusahaan asing lain, di antaranya; Exxon Mobil 9%, Chevron 3%, British Petroleum 3%, PetroChina 5%, Vico 6%. Kondisi ini merupakan implikasi dari penerapan UU No.22 Tahun 2001 yang berbau neoliberal dan sarat kepentingan asing.
Belum lagi menteri ESDM Ignasius Jonan baru-baru ini menandatangani peraturan menteri ESDM no.35 tahun 2016 tentang Pembangunan Kilang Minyak di Dalam Negeri oleh Badan Usaha Swasta (Permen ESDM 35/2016) (blokbojonegoro.com 23/11/2016). Ini justru akan semakin memuluskan badan usaha swasta untuk bermain di sektor hilir, tentu swasta asing pasti tidak ketinggalan.
Asing dengan kekuatan dan pengalaman yang jauh di atas BUMN di indonesia ditambah dengan pemberlakuan UU yang memihak asing sungguh telah menguasai sektor migas di negeri ini. Jika penjajahan asing dulu menggunakan kekuatan militer untuk menjarah sumber daya alam indonesia, maka melalui penerapan sistem ekonomi neoliberalisme memunculkan neoimperialisme (penjajahan gaya baru), yakni melalui Undang-Undang.
Khatimah
Persoalan migas bojonegoro ini tidak terlepas dari kebijakan migas nasional. Selama negeri ini membebek kepada sistem ekonomi neoliberalisme, maka neoimperialisme akan terus terjadi. Ini artinya migas bojonegoro akan terus dijarah asing. Saatnya pengelolaan migas dikembalikan sesuai aturan syariah islam. [VM]
Posting Komentar untuk "Migas Bojonegoro Dijarah Asing"