Tuntutan Mahasiswa Harus Menyelesaikan Masalah
Oleh : Ghaniy Alfandi
(Mahasiswa Peduli Negeri di Surabaya)
Awal tahun 2017 rakyat indonesia mendapatkan kado spesial tahun baru dari pemerintah yang sebelumnya tidak dikira oleh rakyat indonesia. Sehingga membuat beberapa elemen rakyat sangat terkejut dengan hadiah ini, tak terkecuali elemen mahasiswa yang akhir akhir ini sering dipertanyakan bagaimana kontribusi mereka kepada negeri ini. sikap terkejut dari elemen mahasiswa ini akhirnya diungkapkan dengan turun kejalan bertema “aksi bela rakyat 121”. Aksi ini digelar hampir diseluruh wilayah diindonesia dengan koordinator pusat BEM SI yang berada di Jakarta. Tuntutan yang dilakukan masih bersifat pragmatis yang hanya berdasarkan kejadian yang sedang terjadi karena tidak melalui pengkajian yang mendalam terhadap permasalahan yang terjadi saat ini. Sehingga banyak pihak yang menganggap “aksi bela rakyat 121” hanya sebagai aksi anak anak.
Diperlukan pengamatan yang cemerlang untuk memecahkan permasalahan yang sedang terjadi dinegeri ini sehingga solusi yang muncul akan menyentuh hingga ke akar permasalahan dan benar benar dapat menjadi titik awal revolusi tidak hanya koar koar untuk reformasi. Adanya kado pahit 2017 merupakan efek domino dari dijalankannya sistem ekonomi liberal kapitalistik yang menghilangkan peran negara dalam mengurusi urusan rakyat. Selain itu salah satu cara untuk mendongkrak perekonomian negara yaitu hanya dengan menaikkan tarif pajak dan menghabisi subsidi untuk rakyat dengan dalih pemberian subsidi yang tidak tepat sasaran.
Disisi lain negara tidak pernah mengeluh dengan utang yang setiap tahun semakin besar hingga Rp.3.500 triliun pada akhir november 2016. Maka tidak cukup hanya dengan tiga tuntutan tersebut. Diperlukan tuntutan yang menyentuh hingga ke akar permasalahannya yaitu dengan mengganti sistem perekonomian saat ini dengan sistem perekonomian yang mensejahterakan rakyat dan menggembalikan peran negara sebagai pengurus urusan rakyat. Maka tuntutan yang nyata adalah kembali kepada Syariah Islam kaffah dalam bingkai Khilafah.
Solutif Paripurna
Dalam Kitab An-Nizhâm al-Iqtishâdi fî al-Islâm, Syaikh Taqiyuddin an-Nahbani (2004: 232) menjelaskan bahwa dalam Islam, negara (Khilafah) bisa memperoleh sumber-sumber penerimaan negara yang bersifat tetap yaitu dari: harta fa’i, ghanîmah, kharaj dan jizyah; harta milik umum; harta milik negara; ‘usyr; khumus rikâz; barang tambang; dan zakat. Dengan seluruh sumber di atas, negara pada dasarnya akan mampu membiayai dirinya dalam rangka mensejahterakan rakyatnya. Dengan demikian, dalam keadaan normal, pajak (dharîbah) sesungguhnya tidak diperlukan.
Dalam negara Khilafah, pajak hanya dipungut sewaktu-waktu, yaitu saat kas negara benar-benar defisit. Itu pun hanya dipungut dari kaum Muslim yang kaya saja, tidak berlaku secara umum atas seluruh warga negara. Dalam hal ini, Khilafah tidak akan pernah memungut pajak secara rutin, apalagi menjadikannya sumber utama penerimaan negara (An-Nabhani, 2004: 238).
Hal ini tentu mudah dipahami karena begitu melimpahnya penerimaan negara. Sekadar contoh: jika sumberdaya alam (SDA) yang melimpah-ruah di negeri ini dikelola Pemerintah secara syariah, tentu hasilnya lebih dari cukup untuk mensejahterakan rakyat. Jadi mendongkrak perekonomian negara tanpa memungut pajak dan menghabisi subsidi rakyat hanya dapat dilaksanakan oleh daulah Islam dengan diterapkannya perekonomian Islam. [VM]
Posting Komentar untuk "Tuntutan Mahasiswa Harus Menyelesaikan Masalah"