Hutang


“Barangsiapa yang ruhnya terpisah dari jasadnya dan dia terbebas dari tiga hal: [1] sombong, [2] ghulul (khianat), dan [3] hutang, maka dia akan masuk surga”. (HR. Ibnu Majah)

Jangan sampai penguasa memberikan jalan yang seluas-luasnya bagi asing untuk merampok kekayaan alam negeri, serta lebih memilih tunduk pada kebijakan ekonomi dan politik negara imperialis lewat organ-organ penjajahan mereka seperti IMF dan Bank Dunia. Jangan sampai kekayaan alam negeri Islam dirampok atas nama pasar bebas, kebebasan berinvestasi, privatisasi, hutang luar negeri. Ironisnya, semua itu dilegalkan oleh undang-undang negara. Padahal kekayaan alam negeri Islam, kalaulah digunakan untuk kepentingan rakyat, tentu lebih dari cukup. 

Bicara hutang luar negeri, sebetulnya banyak cara agar negeri ini bisa makmur dan sejahtera tanpa harus terjerat hutang. Dalam konteks kapitalisme, dimana hutang negara tidak terkendali, tidak hanya karena bunga, tetapi juga karena sistem keuangan yang buruk yang memaksa negara untuk meminjam untuk menginvestasikan atau membeli barang dan jasa. Selanjutnya, kredit telah benar-benar terjadi di mana-mana, sehingga biasa terjadi pada kondisi tingkat hutang yang tidak dapat diatasi. Selain itu, pasar bebas mendukung kebijakan fiskal yang buruk, sepanjang sistem perpajakannya menghabiskan banyak kekayaan dari ekonomi karena eksploitasi massal, sementara kebijakan pengeluarannya penuh dengan korupsi dan malpraktek. 

Yang lebih urgen, tindakan yang bisa ditempuh penguasa negeri ini, harus memiliki kemauan dan keberanian untuk berhenti ‘ngutang’. Utang jangan lagi dimasukkan sebagai sumber pendapatan dalam APBN. Penguasa negeri ini juga harus berani menjadwal kembali pembayaran utang. Anggaran yang ada seharusnya difokuskan pada pemenuhan berbagai kebutuahan rakyat di dalam negeri. Cicilan utang harus ditanggguhkan jika memang menimbulkan darurat di dalam negeri. Bahkan bunganya tidak boleh dibayar karena termasuk riba, sementara riba termasuk dosa besar.

Ingat, bahaya hutang diantaranya hilangnya kemandirian ekonomi. Sejak ekonomi Indonesia berada dalam pengawasan IMF, Indonesia ditekan untuk melakukan reformasi ekonomi—program penyesuaian struktural—yang didasarkan pada Kapitalisme-Neoliberal. Reformasi tersebut meliputi: (1) campur-tangan Pemerintah harus dihilangkan; (2) penyerahan perekonomian Indonesia kepada swasta (swastanisasi) seluas-luasnya; (3) liberalisasi seluruh kegiatan ekonomi dengan menghilangkan segala bentuk proteksi dan subsidi; (4) memperbesar dan memperlancar arus masuk modal asing dengan fasilitas yang lebih besar (Sritua Arief, 2001).

Di bawah kontrol IMF, Indonesia dipaksa mengetatkan anggaran dengan pengurangan dan penghapusan subsidi, menaikkan harga barang-barang pokok dan pelayanan publik, meningkatkan penerimaan sektor pajak dan penjualan aset-aset negara dengan cara memprivatisasi BUMN. membuat negara pengutang tetap miskin karena terus-menerus terjerat utang yang makin menumpuk dari waktu ke waktu. utang luar negeri pada dasarnya merupakan senjata politik negara-negara kapitalis kafir Barat terhadap negara-negara lain, yang kebanyakan merupakan negeri-negeri Muslim. disinilah pentingnya ide penerapan syariah Islam dan khilafah. Konsep  tersebut adalah satu-satunya alternatif guna menyelamatkan bangsa Indonesia dari jurang kehancuran seiring penerapan sistem kapitalisme-sekularisme. Konsep yang indah untuk membangun negara yang berdaulat, dengan sistem ekonomi Islam melepaskan ketergantungan dari hutang dan pajak. [VM]

Penulis : Umar Syarifudin

Posting Komentar untuk "Hutang"