Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengembalikan Kejayaan Politik Islam


Kaum muslimin sejak berdirinya Negara Islam pertama yang dipimpin langsung oleh Rasulullah menjadi negara yang diperhitungkan oleh bangsa bangsa di dunia. Apalagi pada tahun 6 H pasca Perjanjian Hudaibiyah . Ketika Beliau mengirim utusan kepada Raja Raja sekitar Jazirah Arab termasuk kepada Persia dan Romawi untuk masuk Islam. Hingga serangan Rasulullah kepada Romawi pada perang Tabuk dan Mu’tah. 

Sejarah pun berlanjut hingga pada masa masa kehilafahan. Satu persatu negara di sekitar wilayah Kekusaan Islam ditaklukkan. Kaum muslimin benar benar menjadi negara adidaya menggantikan dua kutub dunia sebelumnya. Tidak ada lagi lawan sebanding bagi Khilafah Islam ketika itu. 

Sejarah keemasan Islam tercatat telah membuat dunia di dalam rahmat Islam. Ilmu pengetahuan pun melesat jauh menembus batas wilayah. Bahkan tidak jarang seseorang  dari negeri yang ditaklukkan menjadi pribadi yang jauh lebih dari sisi keilmuan dan keberania dari rakyat yang datang menaklukkan. Dunia menegenal  Imam Hanafi, Al Qurtubi, Hasan Al Bashri, Khawarizmi dan Al Syatibi, yang mereka bukan arab. 

Berulang kali Eropa karena motif agama ingin menghabisi Islam, dalam Perang Salib.  tetapi sebanyak itu pula tak ada hasil yang bisa membuat mereka menguasai Islam. Kalau pun Eropa pernah menguasai Jerussalem tetapi itu hanya fisiknya. Pemikiran dan Tsaqafah Islam tetap melekat kuat dalam dada Kaum Muslimin. Terbukti Shalahuddin Al Ayyubi mengorganisir kekuatan Islam dan memukul balik kekuatan Eropa dan membebaskan Palestina. 

Prahara terjadi ketika Imam AL Qaffal menyerukan ditutupnya pintu ijtihad pada abad ke 4 H. Hal ini mengakibatkan kejumudan berfikir pada sebagian besar kaum muslimin. Terjadinya Ta’asshub madzhab hingga hilangnya kreatifitas berfikir pada dunia Islam. Sejarah memang mencatat budaya literasi masih tinggi tetapi hanya melahirkan buku buku syarah dan hasyiyah yang jauh dari penemuan dan istinbath baru.  

Kondisi ini tidak terlalu bermasalah ketika Khilafah Islam masih kuat dan belum memiliki masuh sepadan. Tetapi menjadi masalah serius ketika abad 15 M, di mana Bangsa bangsa Eropa melakukan kebangkitan berfikir ( Ranaissance ). Hingga kemudian lahirnya ideologi baru dunia, yakni sekularisme dan Komunisme. 

Terjadilah perang pemikiran yang bermula pada abad 15 M. Serangan pertama ke dunia Islam adalah ketika Ellie Smith masuk ke Malta dengan menyebarkan Paham Nasionalisme. Mulai berupaya untuk memisahkan Arab dan Non Arab. Hingga pada gilirannya menyerang Khilafah Utmaniyah yang non Arab. Di akhir abad 18 M banyak negeri negeri Islam melakukan pemisahan diri dari . 

Mulai abad 18 M serangan serangan terhadap ide ide Islam sudah mulai tampak dengan banyaknya seruan sekularisme islam. Bahkan Ulama sekelas Jamaludin al Afghani dan Rasyid Ridho menyerukan dan mengajarkan sekularisme untuk kebangkitan Islam.

Di pusat pemerintahan pun mengadopsi ide ide barat, hingga kemudian diadpsi wazirul a’dzam yang serupa perdana menteri dalam sistem demokrasi perlementer. Peradilan pun kemudian di pisahkan antara peradilan sipil dan peradilan agama. Yang didasari pemisahan agama dalam kehidupan ala sekularisme.  Parlemen dalam Khilafah Utsmaniyah pun menjelma sebagai kekuatan baru dalam kekuasaaan, yang menandingi kekuasaan khalifah pada waktu itu. Pada akhir cerita khilafah 1924 M, kita bisa melihat bagaimana sistem khilafah pun di abolish di parlemen oleh Mustafa Kemal.     

Belum lagi apa yang terjadi pada kebanyakan para aktivis nasionalisme. Dalam penyebutan Khilafah Ustaminyah pun mereka menggantinya dengan  kerajaaan utsmani. Istilah yang dipopulerkan Barat untuk mengalienasi Khilafah dari umat Islam. Mereka juga mengkritik – dengan kebencian – sistem pendidkan Islam, menyerang budaya Islam, menyerang praktik praktik syariah Islam yang dipandang oleh mereka sebagai bentuk diskriminasi. Seperti poligami, waris, pemimpin wanita dan pakaian. 

Menilik sebab, kenapa umat islam bisa sampai sebegitu kalahnya dari Barat. Hal itu dikarenakan kaum Muslimin kehilangan metode berfikir produktif, yakni Ijtihad. Yang ini menjadi tabiat umat Islam pada awalnya hingga abad 4-5 H. Hingga kemudian tergopoh gopoh melihat perkembangan Eropa dengan pemikiran dan penemuan- invention- barunya.

Eropa yang menggagas pemikiran sekularisme telah merumuskan ulang tentang apa itu tuhan, manusia, alam semasta dan kehidupan. Sehingga darinya lahir pemikiran liberalisme, feminisme, kapitalisme, hedonisme. Dalam penemuan sain dan tekhnologi Eropa berhasil melepaskan diri dari kungkungan dogam gereja. Dengan penemuan penemuan baru mereka berhasil malkukan revolusi industri.  Sementara dunia Islam jumud dan terperangah melihat perubahan di depannya. 

Hingga kemudian kaum muslimin terpolarisasi dalam dua kutub, yang menerima  - dengan sikap inferior mereka -  ide ide barat dan mencontoh habis barat. Bahkan tidak jarang menjadi corong barat di dunia Islam. Kita mengenal Muhamad Abduh, Fatimah Mernissi, Rasyid Ridho, Jamaluddin al Afghani sebagi tokohnya.  Sementara di sisi yang lain kaum muslimin lari dari masalah dengan mendirikan kuttab kuttab mereka sebagai bentuk uzalah mereka dari dunia yang sesak dengan kedzaliman.  Dan mengkhususkan pada ajaran ajaran sufistik yang melenakan pikiran. 

Sementara pada saat yang sama kaum muslimin tidak sanggup menajwab pemikiran pemikiran baru itu, disebabkan tidak adanya ijtihad dalam diri kaum muslimin. Alih alih menjawab, justru yang terjadi bajkan tidak jarang para Syaikul Islam menegambil ide ide barat itu, dengan dalil bahwa itu di diamkan oleh dalil. Seperti boleh mengambil demokrasi sebagai sebuah sistem pemerintahan. 

Padahal pada faktanya, tidak ada ilmu yang sehebat ilmu dalam islam. Dalam hadits semua rantai penyampaian terjaga hingga sampai Rasulullah. Dalam Kitab suci, orinisinalitasnya terjaga dari tangan tangan jahil. Dalam sejarah semua ditulis mengikuti pola periwayatan hadits. Apa  lagi yang kurang??

Inilah bentuk bentuk kekalahan kekalahan poltik umat islam. Dan lebih parahnya lagi ada sebagiannya mengaramkan politik. Politik yang sejatinya adalah pengaturan urusan umat dengan sistem tertentu manjadi asing di tengah kamu muslimin. Jika pun ada mereka yang berjuang untuk membangkitkan Umat Islam, mereka masih mengadopsi politik barat yang memisahkan agama dalam kehidupan.

Menjadi keniscayaan untuk kemudian kembali berjuang dengan politik Islam. Menimbang dan menganalisa sebagaimana syariat Islam. Dan memperjuangkan ide ide Islam. Bentuk riil politik Islam adalah Khilafah. Dengannya akan menjaga setiap pemikiran Islam dan menerepkannya dalam kehidupan nyata. Pada saat bersamaan akan membudayakan ijtihad dalam persoalan persoalan baru. Serta mengkondisikan dan mefasilitasi rakyat dan warga negara untuk menjadi seorang mujtahid. Sehingga lahirlah generasi mujahid dan politikus. Sejarah Islam masih mencatat nama besar, Said Bin Al Musayyab, Imam Syafii, Ahmad Bin Hanbal, Said Bin Jubair, ibnu Taimiyyah, Ja’far Shadiq, Hasan bin Ali, Muhammad al Hanafiyah, dan sederat nama yang terhitung jumlahnya. Mereka ada perpaduan seorang ulama dan politikus. Yang tak gentar untuk menyuarakan kebenaran di hadapan penguasa dzalim, jika memang bertenatantangan dengan kebenaran Al Quran dan Sunnah Rasulullah. Meski tak jarang di antara mereka terbunuh kerena itu.

Tanpa pemahaman politik Islam yang shahih, yang ada justru kekuatan Umat Islam dimanfaatkan oleh politikus sekularis untuk kepentingan mereka. Dan meninggalkannya sesaat ketika kepentingan itu telah tercapai. Tanpa politik islam, yang ada umat islam gampang terpesona dengan figur yang seolah baik hingga kemudian tertipu. Tanpa politik islam, yang ada umat islam di pecah belah untuk tetap melanggengkan hegemoni kapitalisme maupun komunisme.  Saatnya Kaum Muslimin berjuang dalam politik Islam dan memiliki agenda sendiri di dalamnya yakni tegaknya Khilafah Islamiyah [vm]

Penulis : Muhammad Ayyubi

Posting Komentar untuk "Mengembalikan Kejayaan Politik Islam"

close