‘US Government Shutdown’ Lambang Kegagalan Negara Demokratis
Status shutdown sebagai konsekuensi dari jalan buntu antara Presiden dan Kongres dalam penyusunan anggaran negara khususnya terkait pembiayaan, yang berdampak efek penutupan sementara setidaknya pada Departemen Perdagangan, NASA, Departemen Ketenagakerjaan, Departemen Perumahan, dan Departemen Energi.
Keputusan ini diterapkan Pemerintahan Amerika Serikat sejak Jumat tengah malam (19/1/18), sebuah keputusan yang diambil setelah para senator gagal mencapai kesepakatan soal dana operasional pemerintah. Sebelumnya, Trump mengomentari bahwa shutdown yang terjadi pada 2013 sebagai kesalahan Gedung Putih, kini, pemerintahannya mengalami hal yang serupa. Pemerintah AS secara resmi berhenti beroperasi pada Sabtu (20/1), diprediksi hingga minggu kedua Februari 2018.
Sungguh ironis, kejadian ini melambangkan krisis akut kapitalisme di salah satu institusi demokratis terkemuka di dunia. Apa yang tervisualisasi di AS, dimana nafsu Kekuasaan, keserakahan dan liberalisme serta kompleksitas dampak kebijakan kapitalistik adalah pendorong yang mendasari masalah-masalah politik dan ekonomi AS. Saat ini rakyat AS kecewa menghadapi realitas demokrasi mereka yang merupakan pemerintahan korporasi, ketika para politikus dan para pengusaha bekerja sama berebut jabatan dan kekuasaan, serta para politikus sebagai pengelola bisnis ‘demokrasi’ sedangkan para pengusaha adalah para pemilik modalnya, lalu terjadilah politik balik modal, akhirnya KKN merajalela demi bayar ongkos utang kampanye.
Masalah krisis ekonomi, blunder politik, krisis rasial yang disaksikan dalam setiap siklus pemerintahan AS merupakan bukti nyata bahwa kedua kubu baik republik maupun demokrat secara ideologis dan implementasi bangkrut sejak awal. Ini tidak terkhusus bagi politisi Amerika; termasuk negara-negara yang mengadopsi visi politik demokrasi Amerika salah satunya yang ditunjukkan dalam penyusunan anggaran Negara maupun kebijakan liberalistik dan pragmatistik. Semua ini adalah bukti yang cukup yang telah menyatakan bahwa pengusung demokrasi ini tidak dapat mengurus Negara dengan baik. Lebih jauh membuktikan ketidakmampuan sistem demokrasi untuk melayani urusan rakyatnya. Sehingga sinisme John Adams (mantan Presiden AS ke-II), dinyatakan dalam ungkapan yang lebih realistik: “Remember, democracy never lasts long. It soon wastes, exhausts, and murders itself. There never was a democracy yet that did not commit suicide.”
Memang benar AS membutuhkan jalan keluar yang logis dan tepat untuk mengatasi problem akutnya; Tapi karena para politisi dari kedua pihak yang berpolitik baik yang berkuasa maupun oposisi telah menganut kebijakan kapitalisme yang buruk, maka AS akan mengalami ledakan-ledakan krisis di masa sekarang maupun akan datang. Ideologi kapitalisme yang tidak valid adalah akar penyebab semua masalah yang dihadapi dunia pada umumnya. Kapitalisme berlabuh untuk memperkaya kaum kapitalis dan mengeksploitasi orang miskin pada akhirnya menghasilkan kesenjangan yang sangat besar antara orang kaya dan orang miskin. Itulah alasan mengapa rezim-rezim AS gagal mengatasi tantangan negara meskipun banyak amandemen dilakukan. Oleh karena itu, tuntutan oposisi untuk memiliki perubahan pada kebijakan Trump, semua itu adalah usaha untuk mengenalkan perubahan kosmetik pada ideologi yang rapuh dan menghantarkan dunia pada krisis ekonomi dan kemanusiaan.
Amerika dan seluruh dunia sangat membutuhkan Islam dan kerangka politiknya yang memiliki solusi yang jelas terhadap masalah yang dihadapi umat manusia. Islam mendefinisikan politik dengan tulus menjaga kebutuhan masyarakat daripada perebutan kekuasaan di antara para politisi yang memperjuangkan keuntungan mereka sendiri. Sebuah sistem dalam koridor Islam dimana peran partai politik tidak akan menjadi kendaraan melawan kepentingan umat. Sebagai gantinya mereka akan diberi tugas pengawasan untuk memastikan kepemimpinan memenuhi tanggung jawabnya dan memberikan pelayanan totalitas kepada semua warganya. [vm]
Penulis : Umar Syarifudin
Posting Komentar untuk "‘US Government Shutdown’ Lambang Kegagalan Negara Demokratis"