Berujarlah Kebencian! Asal....
Secara alamiah manusia memiliki kecenderungan akan hal-hal yang disukai (terpuji/hasan) maupun yang dibenci (tercela/qabih). Standar suka-benci serta baik-buruk sangat dipengaruhi oleh paradigma kehidupan yang diyakini manusia. Contohnya, orang yang meyakini aqidah Islam maka ia akan benci pada perbuatan gay, lesbi, zina dan semisalnya. Mengapa? Karena perbuatan itu dilarang dan dibenci Alloh SWT. Apakah saat ia menunjukkan rasa bencinya itu dikategorikan sebagai hate speech dan penghinaan?
Contoh lain, saat terjadi pemboman yang mencederai warga sipil, kemudian banyak orang termasuk Kepala Negara yang kemudian ‘mengutuk’ aksi tersebut sebagai wujud menampakkan sikap bencinya, bisakah kita sebut ini adalah hate speech?
Atau ketika orang-orang yang menginginkan penerapan Islam Kaffah secara formal, lalu sebagian pihak menyebutnya sebagai ‘kelompok radikal’ atau intoleran (makna negatif), apakah itu juga bentuk hate speech? Padahal dalam keyakinan seorang muslim, melaksanakan Islam Kaffah adalah kewajiban dan konsekuensi iman. (Al Baqarah 208).
Menelaah contoh di atas, hate speech atau ujaran kebencian, sebetulnya hal yang manusiawi diungkapkan. Hanya saja tentu harus ada standar dan batasan yang pasti, mana ujaran kebencian yang ‘boleh’ dan mana yang ‘tidak boleh’.
Standard dan batasan suka-benci dan baik buruk yang dilahirkan dari hasil kesepakatan manusia (demokrasi), tidak layak untuk dijadikan rujukan. Karena ukurannya selalu berubah-ubah seiring berubahnya kepentingan manusia. Bila nilainya saja selalu ‘berubah’, maka SUDAH PASTI nilai tersebut bukanlah standar atau ukuran.
Bagi seorang muslim, sudah seharusnya standard yang digunakan adalah nilai terpuji (hasan) – tercela(qabih) serta baik (khoir) – buruk (syarr) menurut pandangan syariah. Ia akan mencintai apa saja yang dicintai Alloh swt dan mendatangkan keridloan-Nya dan akan membenci apa saja yang dibenci Alloh swt dan mendatangkan murka-Nya.
Hate speech ada yang dilarang oleh Syariah, ada juga yang dibenarkannya. Hate speech yang dibenarkan adalah kebencian terhadap kemaksiatan.
Contohnya :
"Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah umpan Jahanam, kalian pasti masuk ke dalamnya." (Al-Anbiya:98).
Karena itu cinta dan benci harus dibangun karena Allah SWT. Imam At-Tirmidzi telah mengeluarkan hadits, beliau berkomentar, “Hadits ini hasan”, dari Muadz bin Anas al-Juhani bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang memberi karena Allah, tidak memberi karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikahlah karena Allah, berarti ia telah sempurna imannya.”
Imam Muslim juga telah meriwayatkan dari Abû Hurairah, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: “Apabila Allah membenci seorang hamba, maka Allah akan memanggil Jibril dan berfirman, “Sesungguhnya Aku membenci si Fulan, maka bencilah ia.” Rasulullah saw. bersabda, “Kemudian Jibril pun membencinya dan menyeru kepada penghuni langit, sesungguhnya Allah telah membenci si Fulan, maka bencilah ia.” Rasul saw. bersabda, “Kemudian mereka pun membencinya dan setelah itu kebencian baginya akan diletakan di Bumi.”
Menurut al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin AnNabhani dalam kitab Min Muqowwimat Nafsiyah Islamiyah, kalimat “Dan setelah itu kebencian baginya akan diletakan di Bumi”, adalah kalimat yang bermakna tuntutan (perintah). Hal ini bisa diketahui dengan adanya dalâlah al-iqtidhâ. Karena terdapat orang yang mencintai kaum kafir, munafik, dan fasik yang terang-terangan melaksanakan maksiat, ia tidak membenci mereka, maka kebenaran perkara yang diberitakan dalam hadits itu mengharuskan bahwa yang dimaksud dengan berita adalah tuntutan untuk membenci kemaksiatan.
Sedangkan hate speech yang dilarang, adalah perkara-perkara yang dilarang hukum syariah dan pelakunya dicela dengan siksa dan azab neraka.
Sebagai contoh, dari Abu Hurairoh ra., ia berkata: Rasulullah saw bersabda, "Malu adalah sebagian dari iman dan iman tempatnya di surga. Sedangkan berkata jorok adalah bagian dari al-Jafa (pembangkangan kepada Allah). Dan al Jafa tempatnya di neraka". (HR. Ahmad dengan sanad rawinya shahih; at-Tirmidzi, ia berkata, Hadits ini hasan shahih; Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dan al Hakim).
Begitu juga, Syariah telah melarang perbuatan mengolok-olok dan mencemooh kaum muslim (Al Hujurat: 11), merendahkan dan menghina sesama muslim, mengkhianati perjanjian, dusta dan menyebarkan kebohongan (hoax), dengki, fitnah, adu domba, menipu, marah bukan karena Alloh dan lainnya.
Pelanggaran atas hukum syariah adalah dosa yang termasuk tindakan jarîmah (kriminal) dalam pandangan Islam. Jika hukum syariah tidak menetapkan sanksinya secara spesifik, maka hal itu masuk dalam uqubat ta'zir. Artinya, jenis dan kadar hukumannya diserahkan kepada khalifah atau qâdhi.
Maka jelaslah, Islam memiliki batasan yang jelas dan pasti, mana ujaran kebencian yang boleh, mana yang tidak boleh. Apa yang dilarang dan dibenci Syariah, maka tidak boleh dilakukan. Dan apa yang diperintahkan Syariah, maka itulah yang diamalkan.
Sebagaimana firman Allah swt: "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al Baqarah: 216).
Standar dan batasan tersebut tetap dan tidak berubah, meski zaman dan tempat berubah. Itulah bukti kesempurnaan dan keagungan hukum dari Dzat Pemilik Kebenaran dan Maha Benar. Wallahu 'a'lamu. [vm]
Penulis : Rahma Nisa Hakim (Lingkar Studi Perempuan Peradaban - LSPP)
Posting Komentar untuk "Berujarlah Kebencian! Asal...."