Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Aroma Oligarki di Masa Pandemi



Oleh: Tia Damayanti, M.Pd (Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Masalah Sosial Politik)

Paruh  kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo sejak awal diwarnai pro dan kontra. Salah satu penyebabnya adalah terciumnya aroma oligarki.  Yaitu bentuk kekuasaan politik yang secara efektif hanya dipegang elite terbatas. Siapakah mereka? Jelas pihak berkepentingan yang memberikan kontribusi dan suntikan mega dana bagi kemenangan penguasa dalam ajang pemilu ataupun masa sebelum itu.

Sejak susunan kabinet periode kedua diumumkan pada Oktober 2019, publik menyoroti sesosok menteri yang peranannya sangat dominan. Departemen yang dipimpinnya pun mengundang tanya. Bagaimana bisa bidang kelautan dipimpin oleh sosok yang sama dengan bidang investasi. Dan sosok ini ternyata adalah seorang pengusaha besar yang sukses. Kekhawatiran publik pun mulai memuncak ketika terjadi konflik kepentingan antara tugas kenegaraan dan penggunaan fasilitas jabatan bagi kepentingan usahanya.

Aroma oligarki ini makin menyengat ketika Presiden Joko Widodo memperkenalkan tujuh orang dari kalangan milenial sebagai staf khususnya di Istana Merdeka, Jakarta Kamis (21/11/2019). Perkenalan tujuh staf khusus yang merupakan bagian dari 13 staf khusus Presiden tersebut nantinya akan bertugas membantu kerja-kerja  kepala negara.  Jokowi berharap keberadaan para milenial di jajaran staf khusus dapat memberi masukan segar demi kemajuan bangsa dan negara. Karena ketujuh staf khusus tersebut memiliki prestasi dibidangnya masing-masing dan juga mempunyai latar belakang Pendidikan lulusan universitas ternama, baik di dalam maupun luar negeri.  
https://www.kompas.com/tren/read/2019/11/22/133115365/menilik-latar-belakang-pendidikan-7-staf-khusus-milenial-jokowi?page=all 

Langkah Jokowi memilih tujuh staf khususnya dari kalangan milenial menuai polemik dikalangan elit politik dan masyarakat. Selain tupoksi yang belum definitif seperti yang disampaikan oleh Jokowi bahwa staf khusus tidak ada kewajiban mereka bekerja secara penuh dan tidak harus berkantor di Istana setiap hari, mereka juga merupakan pengusaha muda yang memimpin perusahaan masing-masing. Ironisnya ketujuh staf khusus ini mendapatkan gaji yang sangat fantastis, yaitu sekitar Rp 51 juta  perbulan. Luar biasa.

Yang tak kalah menyita perhatian publik adalah polemik kartu Pra Kerja yang digagas sebagai program pengembangan kompetensi kerja di bawah naungan Kemenko Bidang Perekonomian. Anggaran proyek senilai Rp 20 triliun itu dalam pelatihan online kartu Pra Kerja saja justru telah menguras anggaran hingga Rp 5,6 triliun. Apalagi Skill Academy –unit usaha Ruangguru, perusahaan penyedia layanan pendidikan berbasis teknologi terbesar di Asia Tenggara- ditunjuk sebagai salah satu mitra resmi kartu Pra Kerja, padahal salah satu pendiri perusahaan itu adalah Adamas Belva Syah Devara yakni Staf Khusus Presiden. Kritik pun disampaikan politikus Partai Demokrat  Rachland Nashidik yang menilai pemerintah tidak transparan dalam menentukan 8 startup yang menjadi mitra program kartu Pra Kerja dan terbuka kesempatan korupsi.

Publik menjadi bingung. Sebetulnya program kartu Pra Kerja ini sasarannya untuk siapa, untuk membantu rakyat yang belum bekerja, ataukah bentuk akal-akalan untuk ‘menggemukkan’ perusahaan unicorn. Yang lebih aneh lagi, stafsus yang terlibat unicorn kartu Pra Kerja mendadak mengundurkan diri sebagai stafsus. Namun perusahaan unicornnya tetap mendapat bagian proyek. Sungguh naif dan menggelikan.

Melihat berbagai fakta ini, para elit politik yang mewakili publik mulai mengkritisi dan berteriak lantang. Peran sosok menteri yang super dominan mulai disorot dengan mengkritisi kinerjanya. Begitupun kinerja dari staf khusus milenial yang sampai detik ini tak kunjung nampak. Mereka digaji begitu besar dari uang rakyat tapi kinerjanya meragukan. Berbagai kritikan menyeruak bersamaan dengan mewabahnya covid-19. Serangkaian kebijakan Presiden Jokowi tampak nyata, makin menguatkan politik oligarki dalam pemerintahannya.

Pada 14 April 2020 lalu, DPR muncul memprotes disunatnya tunjangan guru sampai sebesar 3,3 trilyun sebagaimana dilansir CNN Indonesia. Bukan hanya tunjangan guru, Bantuan Operasional Sekolah atau BOS pun ikut dipotong. Bahkan sampai ke sekolah di pelosok yang merupakan daerah miskin. Alasan pemerintah adalah potongan dana tersebut akan dipakai bagi penanggulangan covid-19. Kebijakan ini menuai kritik tajam tidak saja dari kalangan DPR melainkan juga para pakar dan pengamat yang memiliki kepedulian akan nasib bangsa. Bagaimana mungkin pemerintah tega memotong tunjungan guru yang dalam masa pandemi ini sungguh sangat memerlukannya. Sementara proyek pindah ibu kota yang belum jelas urgensitasnya dan menyerap dana sangat besar, masih saja berlanjut. Tudingan pun mengarah pada keberadaan oligarki yang tumbuh subur dalam alam demokrasi. Dimana  prioritas kebijakan lebih memihak pada kaum oligarki yang begitu mengakar di Negara ini. Ternyata pepatah Salus Populi Suprema Lex Esto (keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi) adalah omong kosong. Lagi-lagi rakyat harus mengalah dengan kerakusan segelintir elit penguasa.

Salah seorang Profesor Ilmu Politik dari Northwestern University, AS dalam bukunya Oligarky (2011) menyimpulkan bahwa motif semua keberadaan oligarki adalah mempertahankan kekayaan. Berbagai cara akan ditempuh untuk memelihara kekuasaan termasuk keterlibatan para oligarki mengklaim hak milik dan kekuasaan kolektif secara paksa terhadap cabang-cabang produksi negara. Semakin lama mereka berkuasa, kaum oligarki akan memiliki waktu panjang untuk memperbesar konglomerasinya.

Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam telah lama mengabarkan dalam sabdanya, "Sebaik-baik umatku adalah masa ketika aku diutus kepada mereka, kemudian generasi setelah mereka. -aku tidak tahu apakah beliau menyebutkan generasi setelah beliau tiga kali atau empat kali.- lalu beliau bersabda lagi: 'Lalu akan datang suatu kaum (yang mereka berlebih-lebihan makan dan minumnya) hingga menyebabkan mereka gemuk, mereka bersaksi sebelum diminta untuk bersaksi.' (HR Muslim No.4062)

Sudah saatnya pemerintah menghilangkan aroma oligarki di negeri ini dengan mencari sistem alternatif lain yang berpihak pada rakyat. Namun jika pemerintah bersikukuh untuk tetap berada dijalur kapitalistik, mau tidak mau akan rentan dan riskan dengan keberadaan kelompok oligarki. Sistem alternatif yang dimaksud adalah sistem Islam. Yang telah sejak lama memiliki konsepsi dan gagasan tentang bagaimana memilih sosok  penyelenggara pemerintahan dan bagaimana seharusnya anggaran negara diperuntukan. 

Sekelompok orang yang berkuasa dalam Islam tetap merupakan pelaksana hukum syara, dan mereka juga berjalan dalam pengawasan masyarakat.  Sistem birokrasi dan administrasi dalam Islam memiliki ciri khas yaitu sistem yang sederhana, cepat selesai dan cukup pelaksanaannya. Dengan ketiga ciri tersebut semua urusan rakyat tertangani dan terselesaikan dengan baik dan cepat, juga bisa mencegah terjadinya korupsi dan suap di setiap lini.  

Disamping itu agar birokrasi Islam terhindar dari oligarki, pemerintahan Islam (Khilafah) menerapkan satu hukum dan undang-undang untuk satu negara, diadopsi untuk seluruh wilayah yang meliputi hukum Syariah dan hukum administratif. Meski administrasi dan birokrasi bersifat desentralistik, namun masing-masing daerah tidak berhak mengeluarkan peraturan. Karena otoritas membuat peraturan hanya ada di tangan Khalifah, bukan pimpinan daerah, gubernur, bupati, walikota, camat atau lurah.

Hal inilah yang akan menutup celah bagi elite politik untuk menjalankan politik oligarki dalam pemerintahan. Juga dipastikan tidak ada benturan hukum dan perundang-undangan baik pusat dan daerah. Dalam Khilafah, akan ada biro-biro yang dikepalai oleh ahli di bidangnya serta memiliki sifat amanah, ikhlas, bertakwa kepada Allah dan cakap. 

Inilah mekanisme Islam dalam menyusun birokrasinya hingga dapat terhindar dari politik oligarki. Mengharapkan sistem yang baik dan benar hanya ada pada sistem Islam dalam naungan khilafah. Sederhana dalam birokrasinya dan ditempati oleh para ahli yang amanah serta bertakwa. 

Wallahu A’lam Bisshowab.

Posting Komentar untuk "Aroma Oligarki di Masa Pandemi"

close