Aktifkan Kesadaran Politik Islam Untuk Melawan Inkonsistensi Penanganan Corona
Oleh: Abu Mush'ab Al Fatih Bala (Penulis Nasional dan Pemerhati Politik Asal NTT)
Corona yang dianggap enteng kini semakin sulit ditangani. Curva nya semakin meningkat. Awalnya cuma 2 kasus, kini Virus Corona di Indonesia pada tanggal 22 Mei 2020 bertambah 634, kasus positif Kini jadi 20.796 (tribunnews.com, 22/5).
Semua ini tidak akan terjadi bila sejak awal penguasa menggunakan lock down sebagai alternatif melawan penyebaran corona. Ketika Desember 2019 diketahui ada wabah di China, di Indonesia seharusnya sudah lock down.
Tidak semua akses transportasi ditutup tetapi cukup menutup akses ke luar negeri. Akses domestik masih bisa berjalan dan ekonomi hidup. Tentu tak akan ada ODP dan PDP yang bisa memasuki wilayah Indonesia dan warga yang tidak jadi ke luar negeri tak bisa tertular penyakit ini.
Namun memang kisah penanganan wabah Corona di dalam negeri sangat dramatis dan penuh inkonsistensi. Selalu berubah-ubah mulai dari Lock down yang cuma sehari kemudian menjadi karantina wilayah, lalu PSBB, dan ada juga namanya Herd immunity.
Padahal jurus menghadapi corona cuma satu yakni lock down. Pada zaman dulu sukses di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz dan pada zaman sekarang di Vietnam. Negara-negara lain cukup meniru sejak awal jika percaya bahwa ajaran Islam dalak bentuk Lock Down ini bisa menyelamatkan umat manusia.
Namun, karena adanya kepentingan bisnis membuat prosedur penyelamatannya jadi ambyar. Apalagi adanya pelonggaran PSBB di beberapa tempat membuat masyarakat menjadi pesimis.
Dan anehnya pelonggaran atau relaksasi ini terjadi di tempat-tempat seperti pasar, mall, dll. Rumah ibadah seperti Masjid malah diperketat. Perbedaan aturan ini menimbulkan kontra opini yang sangat tajam dari berbagai elemen.
Anggota Komisi Agama DPR RI, John Kennedy Azis mengkritik pemerintah yang tidak konsisten dalam menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di tengah pandemi virus Corona (Covid-19). John menyebutkan sejumlah video di media sosial yang menayangkan pusat perbelanjaan atau mal disesaki pengunjung. Sementara tempat ibadah tetap dibatasi.
"Di mal-mal penuh, sementara di masjid tetap dikunci, ada apa di sini? Bapak sebagai kepala Gugus Tugas ada apa di sini? Di mal Bapak biarkan, di tempat-tempat keramaian yang lain dibiarkan," kata John dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VIII dengan BNPB yang disiarkan langsungdpr.go.id Kamis (12/5).
Pada kesempatan yang sana, anggota komisi VIII DPR RI Lisda Hendrajoni juga melontarkan kritik serupa. Lisda mengkritik kejanggalan koordinasi pemerintah dalam menerapkan PSBB. "Si A ngomong apa, Si B ngomong apa, jadi masyarakat bingung. Termaduk juga ada keanehan sekali masjid-masjid ditutup, tidak boleh salat di sana, tapi mal-mal tetap dibuka. Aneh sekali," ujar Lisda (CNN Indonesia, 12/5).
Bahkan dari kalangan ulama pun bersuara lantang Sekretaris Jendral Majelis Ulama Indonesia (Sekjen MUI) Anwar Abbas mempersoalkan sikap pemerintah yang tetap melarang masyarakat berkumpul di masjid. Anwar mempertanyakan, mengapa pemerintah tidak tegas terhadap kerumunan yang terjadi di bandar.
"Tapi yang menjadi pertanyaan, mengapa pemerintah hanya tegas melarang orang untuk berkumpul di masjid. Tapi tidak tegas dan tidak keras dalam menghadapi orang-orang yang berkumpul di pasar, di mal-mal, di bandara, di kantor-kantor dan di pabrik-pabrik serta di tempat lainnya," Kata Anwar seperti dikutip oleh detiknews (17/5).
PSBB sebenarnya bisa berlaku efektif mencegah arus mudik atau pulang kampung. Jika bandara, pelabuhan dan terminal ditutup tentu tidak akan ada yang bepergian. Penguasa di sini tinggal fokus memikirkan bagaimana memenuhi hajat hidup setiap warga selama masa pandemi.
Semua bisa dilakukan apabila para penguasa bervisi misi politik Islam. Dimana kepentingan masyarakat diutamakan daripada kepentingan bisnis.
Apalagi diketahui karena kepentingan bisnis inilah menyebabkan banyak anggota masyarakat meninggalkan aturan dan susah diatur. Bahkan meninggalkan ibadah yang seharusnya dimaksimalkan pada bulan suci Ramadhan.
Masyarakat sebenarnya masih bisa beribadah di masjid pada bulan suci ini jika sekiranya lock down dilakukan sejak awal dan protokol kesehatan dilakukan di masjid-masjid. Seperti disediakannya tempat cuci tangan berdisinfektan atau hand sanitizer, menggunakan masker, pengukur suhu tubuh, jarak shalat yang renggang, dan durasi shalat yang ringkas. Sayangnya prosedur seperti ini banyak ditemukan di mal atau pusat pembelanjaan.
Sehingga muncul banyak dugaan adanya kesengajaan penguasa dalam melayani kepentingan bisnis korporat tertentu. Bukan dibidang perdagangan saja tetapi juga di bidang minerba. Menurut Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) dan live kajian youtubenya, perusahaan kapitalis sengaja memanfaatkan UU Minerba untuk mendapatkan kelonggaran selama pandemi.
Contohnya meminta kelonggaran untuk tidak melakukan smelter bahan tambang dalam negeri tetapi langsung dibawa ke luar negeri. Menghindari penggunaan kapal tongkang milik perusahaan nasional. Sehingga keuntungan yang diraih lebih banyak.
Semua ini keliru. Dan bisa diatasi jika politik Islam yang digunakan. Politik Islam akan mencegah penguasaan SDA dari tangan kapitalis ke tangan negara. Negara pun kemudian mempunyai banyak keuntungan dari SDA yang bisa dipakai untuk melakukan lock down, menjamin logistik dan jaminan kesehatan gratis bagi semua warganya hingga pandemi berakhir. Semua ini hanya bisa dilakukan ketika semua komponen umat seperti Ulama, akademisi, pengusaha, penguasa, dan rakyat mau kembali kepada politik Islam yang terbukti ampuh mengatasi wabah dan memakmurkan negerinya. []
Bumi Allah SWT, 22 Mei 2020
Posting Komentar untuk "Aktifkan Kesadaran Politik Islam Untuk Melawan Inkonsistensi Penanganan Corona"