Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hagia Sophia dan Keinginan Kuat Umat Muslim untuk Kembalinya Kemuliaan Islam




Oleh: Nadeem ibn Hassan (Aktivis Hizbut Tahrir Belanda)

Hagia Sophia telah menjadi simbol Kekaisaran Bizantium selama berabad-abad. Katedral terbesar di dunia dibangun pada tahun 537 M oleh Kaisar Justinian I setelah dua gereja sebelumnya telah berdiri di tempat yang sama sejak tahun 360 M pada masa Kaisar Constantine II. Bangunan itu berada di ibukota Kekaisaran Romawi, yang setelah perpecahan dengan Barat kemudian berlanjut sebagai Kekaisaran Bizantium, untuk waktu yang lama sebagai kekuatan terbesar di bumi.

Pada tahun 1453 ketika bisyarah Nabi Muhammad saw terpenuhi dalam sabdanya:

لتفتحن القسطنطينية ، فلنعم الأمير أميرها ، ولنعم الجيش ذلك الجيش

“Sesungguhnya akan dibuka kota Konstantinopel, sebaik-baik pemimpin adalah yang memimpin saat itu, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan perang saat itu“. (HR. Haakim / Adh Dahabie)

Muhammad Al Fatih, pemimpin Ottoman yang melakukan apa yang sebelumnya tidak pernah dilakukan oleh pasukan Muslim, dia telah berhasil membuka Konstantinopel pada usia yang sangat muda. Menurut beberapa sumber, dia berusia 21 tahun ketika dia menaklukkan Konstantinopel. Peristiwa besar ini menandai kejatuhan terakhir dari salah satu kerajaan terbesar di dunia yang pernah memerintah: Kekaisaran Bizantium. Sejak saat itu, Konstantinopel dikenal sebagai Istanbul atau Islambol.

Muhammad Al Fatih membeli Hagia Sophia dari orang-orang Kristen dan mengubah katedral itu menjadi masjid untuk umat Islam. Dia juga menambahkan menara besar di bangunan itu, salib di atas bangunan dihilangkan dan semua lukisan Kristen ditutup sehingga tidak lagi terlihat. Berabad-abad setelahnya, Hagia Sophia selalu digunakan sebagai masjid. Namun, setelah jatuhnya Khilafah Ottoman pada 3 Maret 1924 dan pendirian Republik Turki sekuler oleh Mustafa Kemal, tidak lama kemudian masjid ini dirubah menjadi museum. Ini terjadi pada tahun 1934. Sejak itu, umat Islam dilarang untuk menjalankan shalat disana.

Pada 10 Juli 2020, setelah berpuluh-puluh tahun kampanye yang dilakukan oleh kelompok dan individu Islam, Dewan Tertinggi Turki memutuskan untuk membatalkan keputusan untuk mengubah Hagia Sophia dari masjid menjadi museum. Hagia Sophia dinyatakan kembali sebagai masjid setelah 86 tahun di mana umat Islam dibolehkan kembali beribadah. Namun, masjid tersebut tetap terbuka untuk dikunjungi wisatawan.

Muslim di seluruh dunia berbahagia dengan laporan bahwa Hagia Sophia sekali lagi menjadi masjid, adzan akan dikumandangkan dari menara dan Allah akan disembah lagi.

Pembukaan kembali Hagia Sophia sebagai masjid bukan hanya untuk umat Islam. Ini jauh lebih jauh dan lebih dalam dari sekedar masjid yang untuk sementara waktu menjadi museum dan sekarang menjadi masjid. Ini menghubungkan kembali umat Muslim dengan masa lalunya yang gemilang ketika Muslim memerintah dunia dengan cahaya Islam. Pada saat yang sama, itu juga menunjukkan bahwa umat Islam semakin merindukan kehormatan dan kejayaan yang berakhir pada 3 Maret 1924. Ini menunjukkan bahwa sekularisme dan hukum Kufur serta pembubaran Khilafah sebenarnya telah mengarah pada masalah dengan mengubah salah satu masjid paling penting menjadi museum. Dan juga pendudukan masjid yang bahkan lebih penting; Masjid Aqsa di Al Quds yang saat ini ditempati oleh Zionis Kafir. 

Dan di luar ini yang lebih menjadi perhatian adalah; jatuhnya Khilafah telah menyebabkan umat Islam tidak terlindungi selama hampir seabad dan pembantaian demi pembantaian dilakukan terhadap mereka. Dari Muslim Bosnia hingga Muslim Rohinga dan juga jutaan Uyghur. Ini hanya bisa dihentikan ketika umat Islam akan menjadi satu tubuh lagi dan memiliki Khalifah yang memiliki pasukan untuk melindungi umat Islam. []

Posting Komentar untuk "Hagia Sophia dan Keinginan Kuat Umat Muslim untuk Kembalinya Kemuliaan Islam"

close